Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Perusahaan Oesman Sapta Odang Gagal Batalkan Merek OSO

Kompas.com - 29/04/2014, 08:51 WIB
Erlangga Djumena

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com -
Perusahaan milik pengusaha Oesman Sapta Odang bernama PT Nidia Prima Tirta gagal membatalkan merek OSO milik pengusaha air Ita Thaher.

Majelis hakim di Pengadilan Niaga (PN) Jakarta Pusat menilai perusahaan yang bergerak di bidang air minum dalam kemasan itu dinilai tidak memiliki kewenangan membatalkan merek OSO milik Ita.

Ketua majelis hakim PN Jakarta Pusat, Bambang Koestopo menilai, merek OSO didaftarkan Ita dengan itikad baik. Alasannya, merek OSO milik Ita didaftarkan pada 26 Februari 2004 atau lebih dahulu ketimbang merek OSO milik Nidia Prima. "Gugatan penggugat tidak dapat diterima," ujar Bambang dalam putusannya, Senin (28/4).

Karena alasan itu, majelis hakim menilai, pendaftaran merek OSO milik Ita didasarkan itikad baik dan tidak mendompleng merek siapa pun. Selain itu, majelis juga menilai upaya pembatalan merek milik Ita sudah kedaluwarsa telah melewati jangka waktu lima tahun sejak didaftarkan berdasarkan pasal 69 ayat 1 UU No 15 tahun 2001 tentang merek.

Kuasa hukum Nidia Prima D.Firdaus menyayangkan putusan majelis hakim tersebut, yang dinilai tidak mempertimbangkan pokok perkara yang sebenarnya. Menurutnya, pembatalan merek OSO, milik Ita tidak mempertimbangkan surat pernyataan Ita bahwa mereknya itu milik sendiri.

"Selain itu kepemilikan mereka juga tidak diperiksa, padahal sebelumnya ada kerjasama antara pemilik merek pertama OSO dengan klien kami sebelum merek OSO itu dijual kepada tergugat yang sekarang," ujarnya.

Ia mengatakan, kemungkinan besar, pihaknya akan mengajukan kasasi atas putusan ini. Namun untuk kepastiannya, pihaknya akan berkonsultasi terlebih dahulu dengan klien mereka.

Sementara itu, kuasa hukum Ita, Turman Panggabean mengatakan, putusan majelis hakim itu sudah tepat. Pasalnya, mereka OSO milik kliennya memang didaftarkan atas itikad baik dan bukan untuk mendompleng milik Nidia Prima.

Apalagi merek milik kliennya lebih dahulu didaftarkan. Selain itu, ia juga menilai Oesman Sapta yang disebut-sebut sebagai pemilik Nidia Prima dan diklaim sebagai orang terkenal bukanlah tokoh nasional.

"Siapa itu Oesman Sapta? Dia itu bukan orang terkenal, orang Jakarta juga tidak kenal yang namanya itu," tegas Turman.

Sebelumnya, Nidia Prima mengugat pembatalan merek OSO milik Ita karena memiliki persamaan pada pokoknya dengan merek OSO milik Nidia Prima. Merek OSO milik Nidia Prima itu terinspirasi dari singkatan nama Oesman Sapta Odang pendiri Nidia Prima, seorang pengusaha nasional.

Sementara kuasa hukum Nidia Prima, Firdaus mengklaim setelah melakukan penelusuran, merek OSO milik Ita tidak dijelaskan asal usul pemberian nama tersebut. Karena itu, patut diduga, pendaftaran merek OSO oleh Ita didasarkan atas itikad tidak baik. Nidia Prima menuding Ita telah mendompleng merek OSO milik Nidia Prima dan harus dibatalkan.

Nidia Prima juga meminta majelis hakim untuk menyatakan bahwa OSO adalah singkatan dari nama Oesman Sapta Odang dan menyatakan merek OSO milik Ita batal demi hukum dan memerintahkan Dirjen HKI membatalkan merek OSO milik Ita dan mengumumkannya dalam berita resmi merek sesuai dengan ketentuan yang berlaku. (Noverius Laoli)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Apa Pengaruh Kebijakan The Fed terhadap Indonesia?

Apa Pengaruh Kebijakan The Fed terhadap Indonesia?

Whats New
Gandeng Telkom Indonesia, LKPP Resmi Rilis E-Katalog Versi 6

Gandeng Telkom Indonesia, LKPP Resmi Rilis E-Katalog Versi 6

Whats New
Ekonomi China Diprediksi Menguat pada Maret 2024, tetapi...

Ekonomi China Diprediksi Menguat pada Maret 2024, tetapi...

Whats New
Berbagi Saat Ramadhan, Mandiri Group Berikan Santunan untuk 57.000 Anak Yatim dan Duafa

Berbagi Saat Ramadhan, Mandiri Group Berikan Santunan untuk 57.000 Anak Yatim dan Duafa

Whats New
Tarif Promo LRT Jabodebek Diperpanjang Sampai Mei, DJKA Ungkap Alasannya

Tarif Promo LRT Jabodebek Diperpanjang Sampai Mei, DJKA Ungkap Alasannya

Whats New
Bisnis Pakaian Bekas Impor Marak Lagi, Mendag Zulhas Mau Selidiki

Bisnis Pakaian Bekas Impor Marak Lagi, Mendag Zulhas Mau Selidiki

Whats New
Cara Reaktivasi Penerima Bantuan Iuran BPJS Kesehatan

Cara Reaktivasi Penerima Bantuan Iuran BPJS Kesehatan

Work Smart
Kehabisan Tiket Kereta Api? Coba Fitur Ini

Kehabisan Tiket Kereta Api? Coba Fitur Ini

Whats New
Badan Bank Tanah Siapkan Lahan 1.873 Hektar untuk Reforma Agraria

Badan Bank Tanah Siapkan Lahan 1.873 Hektar untuk Reforma Agraria

Whats New
Dukung Pembangunan Nasional, Pelindo Terminal Petikemas Setor Rp 1,51 Triliun kepada Negara

Dukung Pembangunan Nasional, Pelindo Terminal Petikemas Setor Rp 1,51 Triliun kepada Negara

Whats New
Komersialisasi Gas di Indonesia Lebih Menantang Ketimbang Minyak, Ini Penjelasan SKK Migas

Komersialisasi Gas di Indonesia Lebih Menantang Ketimbang Minyak, Ini Penjelasan SKK Migas

Whats New
Mulai Mei 2024, Dana Perkebunan Sawit Rakyat Naik Jadi Rp 60 Juta Per Hektar

Mulai Mei 2024, Dana Perkebunan Sawit Rakyat Naik Jadi Rp 60 Juta Per Hektar

Whats New
KA Argo Bromo Anggrek Pakai Kereta Eksekutif New Generation per 29 Maret

KA Argo Bromo Anggrek Pakai Kereta Eksekutif New Generation per 29 Maret

Whats New
Mudik Lebaran 2024, Bocoran BPJT: Ada Diskon Tarif Tol Maksimal 20 Persen

Mudik Lebaran 2024, Bocoran BPJT: Ada Diskon Tarif Tol Maksimal 20 Persen

Whats New
Jumlah Investor Kripto RI Capai 19 Juta, Pasar Kripto Nasional Dinilai Semakin Matang

Jumlah Investor Kripto RI Capai 19 Juta, Pasar Kripto Nasional Dinilai Semakin Matang

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com