Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Uji Materi UU PNBP, APJII dan FPI Ajukan Lima Saksi

Kompas.com - 30/04/2014, 11:39 WIB
JAKARTA, KOMPAS.com -  APJII (Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet / ISP) dan FPI (Front Pembela Internet) mengajukan lima saksi dalam sidang judicial review  (uji materi) Undang-undang (UU) No 20/1997 tentang Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) dan UU No 36/1999 tentang Telekomunikasi, kembali digelar di Mahkamah Konstitusi (MK) hari ini (30/4/2014).

Sidang keempat kali ini agendanya untuk mendengarkan saksi-saksi yang akan diajukan oleh pemohon dalam hal ini APJII dan FPI.
 
Ketua Umum APJII Semual A Pangerapan, mengatakan, kelima saksi tersebut terdiri dari saksi ahli dan saksi pengguna dan penyelenggara ISP.  Dari saksi ahli yang dihadirkan antara lain Prof DR Haula Rosdiana MSi pakar dan guru besar kebijakan perpajakan Universitas Indonesia (UI), DR Ni'matul Huda SH, M.Hum dan DR Mustaqiem SH, M.Hum (keduanya pakar hukum dari UII Yogya di bidang tata negara dan perpajakan).
 
"Prof Haula selama ini adalah pakar yang mumpuni yang dalam pidato guru besarnya mengkritisi tentang kebijakan publik perpajakan dan PNBP di telekomunikasi. Sementara DR Ni’matul adalah guru besar di UII yang juga salah satu calon hakim MK. Sedang Mustaqiem juga pakar hukum pajak yang cukup disegani di kalangan akademisi," sebutnya dalam siaran pers yagn diterima Kompas.com.

Selain saksi ahli,  lanjutnya, saksi lain yang akan diajukan pemohon adalah Wahyoe Prawoto yang mewakili penyelenggara ISP (internet service provider) sebagai pihak yang mengalami efek dari pelaksanaan kedua undang-undang tersebut.  Adapun saksi pengguna adalah Iis Sihabuddin yang merupakan masyarakat pengguna internet di daerah perbatasan yang merasa tidak mendapatkan manfaat dari pungutan PNBP.

Menurutnya, saksi-saksi itu dihadirkan karena akan memberikan penjelasan yang komprehensif tentang pertentangan undang-undang tersebut. “Kami sudah melakukan diskusi beberapa kali dengan para saksi ahli, bahwa dari ilmu yang mereka pahami, ada ketidaksesuaian dengan UUD’45. Sehingga, dari situ akan bisa menjelaskan tentang hak konstitusional mana yang terjadi dan merugikan masyarakat internet,” kata pria yang akrab dipanggil Sammy itu.
 
APJII,  sebut Sammy, melihat bahwa dari beberapa fakta menunjukkan bahwa secara praktis, banyak hal yang tidak sesuai dalam Undang-undang tersebut.

Meski mengajukan judicial review, katanya, APJII secara konstruktif juga menyiapkan kajian akademis untuk memberikan masukan yang semestinya bagi UU PNBP dan UU Telekomunikasi.

APJII menganggap kedua UU tersebut sudah tidak sesuai lagi, karena adanya pungutan PNBP yang terdiri dari BHP (biaya hak pemakaian) jasa telekomunikasi dan USI (universal service obligasi) yang semestinya bisa memberikan manfaat buat masyarakat.


Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com