Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Swasta Siap Bangun Pembangkit Listrik Sendiri, Tapi...

Kompas.com - 02/05/2014, 09:13 WIB
Estu Suryowati

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com – Untuk mengantisipasi krisis listrik yang diperkirakan terjadi pada 2018 mendatang, pemerintah meminta swasta/industri untuk membangun pembangkit listrik sendiri. Wacana ini diapresiasi oleh pelaku usaha seperti salah satunya yang tergabung dalam Asosiasi Pengusaha Mineral Indonesia (Apemindo). Meskipun demikian, Direktur Eksekutif Apemindo, Ladjiman Damanik mengaku ada hal yang masih mengganjal dalam memenuhi kebutuhan listrik secara mandiri, yaitu soal jaringan (transmisi).

“Wacana itu bagus, tapi kalau bangun pembangkit listrik, ya bangun pembangkit listrik saja lah. Masa bangun transmisi juga. Kami kan bukan perusahaan transmisi,” ujarnya ditemui usai diskusi, di Jakarta, Rabu (30/4/2013).

Keberatan Ladjiman itu bukan tanpa alasan. Dia bilang, pembangkit listrik yang dibangun tidak semua berdekatan dengan gardu induk listrik milik PT PLN, dan juga tidak semua dekat dengan lokasi pabrik/industri.

Umumnya, pembangkit listrik dibangun di dekat dengan sumber energi primer termurah. Ladjiman menambahkan, untuk biaya listrik perusahaan tambang misalnya, membutuhkan sekitar 2 juta dollar AS per megawatt.

Dengan membangun pembangkit listrik sendiri, perusahaan lebih hemat ongkos produksi. Namun, diakuinya, pembangunan jaringan transmisinya membutuhkan dana yang tidak sedikit. “Kami numpang aja ke jaringan PLN, karena bangun transmisi mahal lho,” kata dia.

Direktur Jenderal Ketenagalistrikan, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, Jarman menuturkan, pemerintah tengah menyiapkan peraturan mengenai power wheeling. Skema power wheeling terdiri dari beberapa opsi.

Pertama, terang Jarman, Pemegang Izin Operasi Ketenagalistrikan sebagai pemilik captive power bisa menyewa transmisi PLN untuk menyalurkan tenaga listrik yang dibangun ke perusahaan sendiri di lokasi yang berbeda.

“Pabrik atau industri yang memiliki izin operasi dapat membangun pembangkit tenaga listrik di tempat yang berbeda dari lokasi industrinya,” ujarnya, Rabu.

Jarman mencontohkan, perusahaan tambang yang memiliki smelter di tengah pulau serta punya sumber daya air di tempat lain, dapat membangun PLTA untuk melistriki smelternya. Perusahaan tersebut tinggal menyewa jaringan transmisi milik PLN. “Yang dibayar ke PLN adalah sewa transmisi dan keandalan,” kata dia lagi.

Kedua, sambung Jarman, skema power wheeling bisa berupa Pemegang Izin Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (Pemegang wilayah usaha), menyewa transmisi PLN untuk menyalurkan tenaga listrik yang dibangun di luar wilayah usahanya, atau membeli dari perusahaan lain di luar wilayah usahanya (swasta/excess) melalui sewa jaringan PLN.

Jarman berharap, dengan skema power wheeling, kebutuhan listrik yang tidak teralokasikan oleh PLN dan IPP (Independent Power Producers) dapat terpenuhi.

Catatan Kementerian ESDM, total kapasitas terpasang pembangkit listrik sampai dengan Maret 2014 adalah sebesar 49.630 megawatt (MW) terdiri dari PLN sebesar 72 persen, IPP sebesar 21 persen, PPU sebesar 4 persen, dan IO non BBM sebesar 3 persen.

Sementara itu, pertumbuhan kebutuhan tenaga listrik tahun 2013-2022, diproyeksikan rata-rata sekitar 8,4 persen per tahun. Dengan demikian, pada 2018 diperthitungkan kapasitas pembangkit nasional harus mencapai 77.748MW, terdiri dari PLN sebesar 46.179MW, IPP sebesar 22.317MW, serta gabungan PPU dan IO non BBM sebesar 9.251MW.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Vira Widiyasari Jadi Country Manager Visa Indonesia

Vira Widiyasari Jadi Country Manager Visa Indonesia

Rilis
Ada Bansos dan Pemilu, Konsumsi Pemerintah Tumbuh Pesat ke Level Tertinggi Sejak 2006

Ada Bansos dan Pemilu, Konsumsi Pemerintah Tumbuh Pesat ke Level Tertinggi Sejak 2006

Whats New
Peringati Hari Buruh 2024, PT GNI Berikan Penghargaan Kepada Karyawan hingga Adakan Pertunjukan Seni

Peringati Hari Buruh 2024, PT GNI Berikan Penghargaan Kepada Karyawan hingga Adakan Pertunjukan Seni

Whats New
Kemenperin Harap Produsen Kembali Perkuat Pabrik Sepatu Bata

Kemenperin Harap Produsen Kembali Perkuat Pabrik Sepatu Bata

Whats New
IHSG Naik Tipis, Rupiah Menguat ke Level Rp 16.026

IHSG Naik Tipis, Rupiah Menguat ke Level Rp 16.026

Whats New
Warung Madura: Branding Lokal yang Kuat, Bukan Sekadar Etnisitas

Warung Madura: Branding Lokal yang Kuat, Bukan Sekadar Etnisitas

Whats New
Ini Tiga Upaya Pengembangan Biomassa untuk Co-firing PLTU

Ini Tiga Upaya Pengembangan Biomassa untuk Co-firing PLTU

Whats New
Strategi untuk Meningkatkan Keamanan Siber di Industri E-commerce

Strategi untuk Meningkatkan Keamanan Siber di Industri E-commerce

Whats New
Permendag Direvisi, Mendag Zulhas Sebut Tak Ada Masalah Lagi dengan Barang TKI

Permendag Direvisi, Mendag Zulhas Sebut Tak Ada Masalah Lagi dengan Barang TKI

Whats New
Pabrik Sepatu Bata Tutup, Kemenperin Bakal Panggil Manajemen

Pabrik Sepatu Bata Tutup, Kemenperin Bakal Panggil Manajemen

Whats New
Capai 12,5 Persen, Pertumbuhan Ekonomi Dua Wilayah Ini Tertinggi di Indonesia

Capai 12,5 Persen, Pertumbuhan Ekonomi Dua Wilayah Ini Tertinggi di Indonesia

Whats New
Per Februari 2024, Jumlah Pengangguran RI Turun Jadi 7,20 Juta Orang

Per Februari 2024, Jumlah Pengangguran RI Turun Jadi 7,20 Juta Orang

Whats New
Pembangunan Infrastruktur di Australia Jadi Peluang untuk Produsen Baja Lapis RI

Pembangunan Infrastruktur di Australia Jadi Peluang untuk Produsen Baja Lapis RI

Whats New
KAI Ubah Pola Operasi, 21 Kereta Berhenti di Stasiun Jatinegara

KAI Ubah Pola Operasi, 21 Kereta Berhenti di Stasiun Jatinegara

Whats New
Kejar Target 1 Juta Barrel Minyak, Industri Hulu Migas Hadapi Keterbatasan Rig

Kejar Target 1 Juta Barrel Minyak, Industri Hulu Migas Hadapi Keterbatasan Rig

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com