Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ini Prosedur Menyelesaikan Sengketa Pajak

Kompas.com - 16/05/2014, 07:02 WIB
Estu Suryowati

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com – Wajib pajak (WP) yang merasa pajak yang seharusnya dibayarkan tidak sesuai dengan perhitungannya bisa mengajukan keberatan ke Direktur Jenderal Pajak (DJP), Kementerian Keuangan.

Kepala Subdirektorat Banding dan Gugatan I Ditjen Pajak, Max Darmawan, menuturkan, dalam alur sistem perpajakan, setelah pemeriksaan usai, maka akan dikeluar produk yang disebut SKP atau Surat Ketetapan Pajak (SKP). SKP ini, kata Max, bisa berupa SKP Kurang Bayar (SKPKB), SKP Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT), SKP Nihil (SKPN), atau SKP Lebih Bayar (SKPLB).

“Lalu, bagaimana caranya saya memberitahukan ketidaksetujuan (atas SKP)? Itu yang kita sebut, surat keberatan. Berdasarkan Pasal 25 UU KUP, WP dalam jangka waktu 3 bulan sejak SKP dikirim, WP berhak melakukan keberatan,” kata Max, saat Media Gathering, di Sukabumi, Jawa Barat, awal pekan ini.

Surat keberatan tersebut dialamatkan ke Kantor Pelayanan Pajak (KPP) terdaftar, atau yang menerbitkan SKP tersebut. Max mengatakan, jika setelah 3 bulan tersebut tidak ada surat keberatan yang disampaikan, maka dianggap WP setuju dengan SKP yang diterbitkan.

Max menjelaskan, keberatan diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia dengan mengemukakan jumlah pajak yang terutang, jumlah pajak yang dipotong atau dipungut, atau jumlah rugi menurut penghitungan WP dengan disertai alasan yang menjadi dasar penghitungan.

Namun, sebelum melayangkan surat keberatan, WP wajib melunasi pajak yang masih harus dibayar paling sedikit sejumlah yang telah disetujui WP dalam pembahasan akhir hasil pemeriksaan.

“Jika syarat-syarat itu tidak dipenuhi, maka surat keberatan tidak bisa dipertimbangkan,” ujarnya.

“Dalam jangka waktu 12 bulan, DJP harus keluarkan Surat Keputusan Keberatan. Ketika pas diterima masih kurang bayar, berarti keberatan saya ditolak, saya masih belum puas, maka bisa dilakukan upaya hukum banding,” jelas Max.

Adapun batas waktu pengajuan banding, sama dengan batas waktu pengajuan keberatan yakni 3 bulan. Upaya banding diajukan ke Pengadilan Pajak. Mengutip Pasal 25 UU KUP, dalam hal keberatan WP ditolak atau dikabulkan sebagian, maka WP dikenai sanksi administrasi berupa denda sebesar 50 persen dari jumlah pajak berdasarkan keputusan keberatan dikurangi dengan pajak yang telah dibayar sebelum mengajukan keberatan.

Kemudian, dalam hal WP mengajukan permohonan banding, sanksi administrasi berupa denda sebesar 50 persen dari jumlah pajak berdasarkan keputusan keberatan dikurangi dengan pajak yang telah dibayar sebelum mengajukan keberatan. Ini menjadi syarat untuk mengajukan banding, di samping syarat yang sama dalam pengajuan keberatan.

“Dalam jangka waktu 12 bulan, bisa diperpanjang menjadi 15 bulan setelah hasil banding keluar, WP harus mengambil keputusan. Kalau enggak puas dengan hasil banding, bisa ajukan upaya hukum luar biasa yang disebut peninjauan kembali (PK). Prosesnya sama, 3 bulan. Masing-masing pihak bisa mengajukan PK, DJP juga bisa mengajukan PK,” kata Max.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

BCA Finance Buka Lowongan Kerja untuk D3-S1 Semua Jurusan, Cek Syaratnya

BCA Finance Buka Lowongan Kerja untuk D3-S1 Semua Jurusan, Cek Syaratnya

Work Smart
Pemerintah Sebut Tarif Listrik Seharusnya Naik pada April hingga Juni 2024

Pemerintah Sebut Tarif Listrik Seharusnya Naik pada April hingga Juni 2024

Whats New
Jasa Marga: 109.445 Kendaraan Tinggalkan Jabotabek Selama Libur Panjang Paskah 2024

Jasa Marga: 109.445 Kendaraan Tinggalkan Jabotabek Selama Libur Panjang Paskah 2024

Whats New
Survei Prudential: 68 Persen Warga RI Pertimbangkan Proteksi dari Risiko Kesehatan

Survei Prudential: 68 Persen Warga RI Pertimbangkan Proteksi dari Risiko Kesehatan

Earn Smart
7 Contoh Kebijakan Fiskal di Indonesia, dari Subsidi hingga Pajak

7 Contoh Kebijakan Fiskal di Indonesia, dari Subsidi hingga Pajak

Whats New
'Regulatory Sandbox' Jadi Ruang untuk Perkembangan Industri Kripto

"Regulatory Sandbox" Jadi Ruang untuk Perkembangan Industri Kripto

Whats New
IHSG Melemah 0,83 Persen dalam Sepekan, Kapitalisasi Pasar Susut

IHSG Melemah 0,83 Persen dalam Sepekan, Kapitalisasi Pasar Susut

Whats New
Nasabah Bank DKI Bisa Tarik Tunai Tanpa Kartu di Seluruh ATM BRI

Nasabah Bank DKI Bisa Tarik Tunai Tanpa Kartu di Seluruh ATM BRI

Whats New
Genjot Layanan Kesehatan, Grup Siloam Tingkatkan Digitalisasi

Genjot Layanan Kesehatan, Grup Siloam Tingkatkan Digitalisasi

Whats New
Pelita Air Siapkan 273.000 Kursi Selama Periode Angkutan Lebaran 2024

Pelita Air Siapkan 273.000 Kursi Selama Periode Angkutan Lebaran 2024

Whats New
Puji Gebrakan Mentan Amran, Perpadi: Penambahan Alokasi Pupuk Prestasi Luar Biasa

Puji Gebrakan Mentan Amran, Perpadi: Penambahan Alokasi Pupuk Prestasi Luar Biasa

Whats New
Pengertian Kebijakan Fiskal, Instrumen, Fungsi, Tujuan, dan Contohnya

Pengertian Kebijakan Fiskal, Instrumen, Fungsi, Tujuan, dan Contohnya

Whats New
Ekspor CPO Naik 14,63 Persen pada Januari 2024, Tertinggi ke Uni Eropa

Ekspor CPO Naik 14,63 Persen pada Januari 2024, Tertinggi ke Uni Eropa

Whats New
Tebar Sukacita di Bulan Ramadhan, Sido Muncul Beri Santunan untuk 1.000 Anak Yatim di Jakarta

Tebar Sukacita di Bulan Ramadhan, Sido Muncul Beri Santunan untuk 1.000 Anak Yatim di Jakarta

BrandzView
Chandra Asri Bukukan Pendapatan Bersih 2,15 Miliar Dollar AS pada 2023

Chandra Asri Bukukan Pendapatan Bersih 2,15 Miliar Dollar AS pada 2023

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com