Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kemacetan Diatasi, Ekonomi Jakarta Bisa Hasilkan Rp 100 Triliun

Kompas.com - 03/06/2014, 07:18 WIB

SINGAPURA, KOMPAS.com — Ekonomi masyarakat di Jakarta bisa menghasilkan hingga 8,9 miliar dollar AS (sekitar Rp 100 triliun) per tahun pada 2030 jika pemerintah bisa mengatasi kemacetan dengan meningkatkan mobilitas masyarakatnya dan kualitas jaringan transportasinya.

Demikian hasil studi tentang mobilitas perkotaan, "The Mobility Opportunity", yang dilakukan oleh Credo pada 2013, yang disampaikan Senior Partner Credo, perusahaan konsultan yang berbasis di London, Chris Molloy, di World Cities Summit 2014, di Singapura, Selasa (3/6/2014).

Chris Molloy mengatakan, investasi di sektor infrastruktur transportasi akan meningkatkan tingkat produktivitas dan kegiatan ekonomi penduduk suatu kota.

Berdasarkan studi yang disponsori oleh perusahaan raksasa Eropa, Siemens, tersebut, saat ini penduduk Jakarta menghabiskan 23,5 persen dari pendapatan per kapita mereka untuk biaya transportasi.

"Sementara itu, biaya ekonomi untuk transportasi yang paling efisien berada di sekitar angka 10 persen dari PDB per kapita," kata Molloy.

Dari 35 kota di dunia yang diteliti Credo, Kopenhagen di Denmark menjadi kota yang paling efisien dalam hal biaya transportasi dengan nilai 8,6 persen, disusul oleh Singapura (8,9 persen) dan Santiago, Cile, (10,8 persen).

Sementara itu, kota Lagos, Nigeria, berada di posisi paling buncit dengan angka 27,7 persen.

Jika 35 kota yang diteliti dapat menerapkan standar-standar transportasi terbaik di kelasnya, kota-kota tersebut akan mendapatkan keuntungan ekonomi hingga mencapai total 238 miliar dollar AS, hampir dua kali lipat potensi ekonomi saat ini yang mencapai nilai 119 miliar dollar AS.

Sementara itu, moda transportasi bus terintegrasi transjakarta yang sudah beroperasi dari tahun 2004 dinilai hanya mampu menambah efektivitas dan efisiensi transportasi dalam jangka pendek.

"Angkutan minibus di sana juga tidak tertata dengan bagus," kata Molloy.

Dengan memperhitungkan sejumlah variabel, seperti biaya transportasi yang dikeluarkan dan perencanaan yang ada saat studi tersebut dilakukan, seperti penambahan unit untuk meningkatkan kapasitas penumpang, angkutan publik di Jakarta hanya dapat mengurangi biaya ekonomi untuk transportasi penduduk menjadi 22 persen pada 2030.

"Untuk Jakarta, moda transportasi berbasis rel (metro rail) adalah yang terbaik. Tak ada yang lebih baik dari itu untuk mengatasi tingkat kemacetan di sana," kata Molloy.

Pada 2030, Credo memprediksi akan terjadi penambahan jumlah komuter dari jumlah saat ini yang mencapai 1,5 juta menjadi 2,5 juta saat puncak arus komuter pada pagi hari pada 2030.

Hal tersebut menjadi tantangan bagi kota terpadat di Indonesia tersebut untuk menciptakan moda transportasi yang efisien.

Sementara itu, Singapura sudah lebih dari 25 tahun mengandalkan jaringan mass rapid transit berbasis rel, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta baru meresmikan pembangunan konstruksi sarana transportasi massal MRT tahap I pada Oktober 2013 dengan rute Lebak Bulus-Hotel Indonesia sejauh 15,5 km yang ditargetkan selesai pada 2018.

Tahap dua MRT dengan rute Bundaran HI-Kampung Bandan direncanakan akan dibangun mulai akhir tahun 2014.

Sebelumnya, Chairman Infrastructure Partnership and Knowledge Centre, Harun Al Rasyid Lubis, mengatakan bahwa biaya sosial yang terbuang akibat kemacetan lalu lintas di Jakarta dan sekitarnya diperkirakan mencapai Rp 68 triliun per tahun atau Rp 186 miliar per harinya.

"Jumlah itu mulai dari biaya bahan bakar, biaya kesehatan, hingga polusi udara. Betapa borosnya kita hanya untuk kemacetan harus dikeluarkan sebesar itu," kata dia.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Sumber Antara
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Jokowi Tegaskan Freeport Sudah Milik RI, Bukan Amerika Serikat

Jokowi Tegaskan Freeport Sudah Milik RI, Bukan Amerika Serikat

Whats New
Astra Infra Group Bakal Diskon Tarif Tol Saat Lebaran 2024, Ini Bocoran Rutenya

Astra Infra Group Bakal Diskon Tarif Tol Saat Lebaran 2024, Ini Bocoran Rutenya

Whats New
Dampak Korupsi BUMN PT Timah: Alam Rusak, Negara Rugi Ratusan Triliun

Dampak Korupsi BUMN PT Timah: Alam Rusak, Negara Rugi Ratusan Triliun

Whats New
Cek, Ini Daftar Lowongan Kerja BUMN 2024 yang Masih Tersedia

Cek, Ini Daftar Lowongan Kerja BUMN 2024 yang Masih Tersedia

Whats New
Rincian Harga Emas Hari Ini di Pegadaian 29 Maret 2024

Rincian Harga Emas Hari Ini di Pegadaian 29 Maret 2024

Spend Smart
Kecelakaan Beruntun di GT Halim Diduga gara-gara Truk ODOL, Kemenhub Tunggu Investigasi KNKT

Kecelakaan Beruntun di GT Halim Diduga gara-gara Truk ODOL, Kemenhub Tunggu Investigasi KNKT

Whats New
Indef: Banjir Barang Impor Harga Murah Bukan Karena TikTok Shop, tapi...

Indef: Banjir Barang Impor Harga Murah Bukan Karena TikTok Shop, tapi...

Whats New
Emiten Menara TBIG Catat Pendapatan Rp 6,6 Triliun Sepanjang 2023

Emiten Menara TBIG Catat Pendapatan Rp 6,6 Triliun Sepanjang 2023

Whats New
LKPP: Nilai Transaksi Pemerintah di e-Katalog Capai Rp 196,7 Triliun Sepanjang 2023

LKPP: Nilai Transaksi Pemerintah di e-Katalog Capai Rp 196,7 Triliun Sepanjang 2023

Whats New
?[POPULER MONEY] Kasus Korupsi Timah Seret Harvey Moeis | Pakaian Bekas Impor Marak Lagi

?[POPULER MONEY] Kasus Korupsi Timah Seret Harvey Moeis | Pakaian Bekas Impor Marak Lagi

Whats New
Kemenhub Fasilitasi Pemulangan Jenazah ABK Indonesia yang Tenggelam di Perairan Jepang

Kemenhub Fasilitasi Pemulangan Jenazah ABK Indonesia yang Tenggelam di Perairan Jepang

Whats New
Apa Pengaruh Kebijakan The Fed terhadap Indonesia?

Apa Pengaruh Kebijakan The Fed terhadap Indonesia?

Whats New
Gandeng Telkom Indonesia, LKPP Resmi Rilis E-Katalog Versi 6

Gandeng Telkom Indonesia, LKPP Resmi Rilis E-Katalog Versi 6

Whats New
Ekonomi China Diprediksi Menguat pada Maret 2024, tetapi...

Ekonomi China Diprediksi Menguat pada Maret 2024, tetapi...

Whats New
Berbagi Saat Ramadhan, Mandiri Group Berikan Santunan untuk 57.000 Anak Yatim dan Duafa

Berbagi Saat Ramadhan, Mandiri Group Berikan Santunan untuk 57.000 Anak Yatim dan Duafa

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com