Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Oli Pesawat Pun Masih Harus Impor

Kompas.com - 12/06/2014, 07:23 WIB
Sakina Rakhma Diah Setiawan

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua Penerbangan Berjadwal Indonesian National Air Carriers Association (INACA) Bayu Sutanto mengatakan suku cadang dan perangkat perawatan pesawat di Indonesia seluruhnya dipenuhi melalui impor. Pasalnya, belum ada industri domestik yang mampu memenuhi standar maskapai penerbangan.

"Semuanya (impor), dari ban, mesin, kaca, oli," kata Bayu di Ruang Rapat Komisi XI DPR, Rabu (11/6/2014).

Terkait pelumas, Bayu menjelaskan oli untuk pesawat harus berkualitas tinggi alias high grade. Ia mengaku pihaknya sempat bertanya kepada pihak Pertamina terkait penyediaan oli untuk pesawat, akan tetapi Pertamina mengaku tidak dapat memenuhi penyediaan oli tersebut.

"Pihak Pertamina waktu kita tanya tidak tertarik karena investasi besar tapi volume kecil. Jadi kita banyak impor dari Petronas dan BP (British Petroleum)," jelas Bayu.

Lebih lanjut, Bayu mengungkapkan kebutuhan suku cadang pesawat di Indonesia sangat besar. Jumlah pesawat yang beroperasi saat ini mencapai 700 unit. "Komponen itu 25 persen dari total operating cost (biaya operasional). Minimal Rp 5 triliun sampai Rp 7 triliun biaya suku cadang per tahun. Itu didatangkan dari luar negeri," sebutnya.

Terkait komponen yang harus diimpor tersebut, Bayu menjelaskan pihaknya memperjuangkan adanya relaksasi bea masuk. Sebab, selama ini dikenakan bea masuk untuk hampir seluruh jenis komponen.

"Ada 4 (komponen) yang dibebaskan. Mesin pesawat, turboprop, jet, hingga avionic. Yang lain bea masuk 2,5 persen, 5 persen, 7,5 persen, hingga ada 12 persen. Kita minta bukan dihapuskan, tapi diturunkan," ujar Bayu.

Apabila bea masuk komponen pesawat dapat diturunkan, lanjut Bayu, maka biaya operasional dapat menurun hingga 7,5 persen. Penurunan tersebut diakuinya cukup signifikan, sebab biaya operasional pesawat sangat besar. Apalagi, kenaikan nilai tukar pun ikut berdampak kepada kenaikan harga komponen, termasuk bahan bakar.

"Sejak September lalu kurs naik terus, otomatis harga fuel juga ikut naik. Jadi 45 sampai 50 persen. Spare part 20 sampai 25 persen, itu dalam dollar AS. Bikin pusing," jelas Bayu.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com