"Kenaikan (tarif) listrik tentu membebani ekonomi di tengah ketidaksiapan kita untuk bersaing di MEA," kata Airlangga seusai Rapat Paripurna ke-28 di Gedung DPR, Rabu (18/6/2014).
Menurut Airlangga, secara khusus sektor industri masih terlilit masalah, salah satunya pembiayaan dari perbankan. Credit rating perbankan Indonesia masih relatif rendah, sehingga industri kerap mengajukan pembiayaan dari bank di luar negeri.
"Credit rating kita di bawah negara lain, sehingga khusus di dalam negeri saja untuk tender internasional di sektor oil and gas mereka minta performance bond dari credit e-rating. Kareba posisi di dalam negeri yang kelasnya A dia harus minta ke bank lain di luar negeri. Itu mengakibatkan perusahaan nasional tidak bisa bersaing," ujar Airlangga.
Kondisi sulitnya memperoleh pembiayaan ditambah pula dengan kenaikan tarif listrik. Sehingga, industri harus menanggung biaya produksi dan operasional yang tidak sedikit.
Sekedar informasi, DPR dan pemerintah menyetujui rencana kenaikan tarif listrik yang berlaku mulai 1 Juli 2014 mendatang. Menteri ESDM Jero Wacik mengungkapkan, terdapat 6 golongan yang terkena penyesuaian tarif listrik.
Keenam golongan tersebut adalah Industri I-3 non go public, rumah tangga R-2, pemerintah P-2, Rumah Tangga R-1, penerangan jalan umum P-3, dan rumah tangga R-1. Menurut Jero, dengan kenaikan tarif listrik tersebut maka pemerintah dapat melakukan penghematan anggaran subsidi listrik sebesar Rp 8,51 triliun. Dengan demikian, anggaran subsidi listrik dapat berkurang dari Rp 95,35 triliun menjadi Rp 86,84 triliun.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.