Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Tantangan Presiden Terpilih Nanti, Krisis Petani di Lumbung Padi...

Kompas.com - 23/06/2014, 08:08 WIB
Estu Suryowati

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com – Penuaan dan penurunan kualitas sumber daya manusia di sektor pertanian, sudah mendesak butuh regenerasi. Krisis petani ditengarai sudah terjadi di beberapa sentra pertanian padi. Siapapun pasangan presiden-wakil presiden terpilih kelak, sektor ini menjadi salah satu tantangan utama.

“Ada problem regenerasi petani di Indonesia," tegas Ketua Perhimpunan Sarjana Pertanian Indonesia (PISPI), Arif Satria, di Jakarta, Sabtu (21/6/2014). Dia mengatakan contoh konkret persoalan itu bisa dicermati di Jawa Barat, yang saat ini masih menjadi salah satu sentra utama pertanian padi Indonesia.

Penelitian yang digelar PISPI, sebut Arif, mendapatkan 53,3 persen petani di Jawa Barat berusia 45-60 tahun. Di Sukabumi, hanya 12,5 persen petani yang berusia kurang dari 30 tahun, 41,7 persen berusia antara 30-44 tahun, dan 43,7 persen berusia 45-60 tahun.

Sementara itu, lanjut Arif, di Karawang didapatkan juga hanya 14,2 persen petani yang berusia di bawah 30 tahun, 60 persen berusia 30-44 tahun, dan 25,3 persen berusia 45-60 tahun. Temuan serupa didapatkan di Cianjur, dengan 7 persen petani berusia kurang dari 30 tahun, 48,5 persen berusia antara 30-44 tahun, dan 42,2 persen berusia 45-60 tahun.

Menurut Arif, rendahnya keuntungan usaha di sektor pertanian menjadi penyebab keengganan anak muda bergelut di sektor pertanian. Padahal, kata dia, seharusnya jumlah sumber daya manusia di sektor pertaian berdasarkan data sektor pendidikan cukup memadai.

Mengutip data Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan pada 2011, Arif menyebutkan lulusan pendidikan tinggi di bidang pertanian termasuk perikanan dan peternakan mencapai 3,32 persen total lulusan tingkat pendidikan tersebut.

Persentase lulusan pendidikan tinggi Indonesia di bidang pertanian, kata Arif, melampaui capaian di Brasil (1,78 persen), Amerika Serikat (1,06 persen), Jepang (2,28 persen),  Malaysia (0,58 persen), dan Korea Selatan (1,26).

Rata-rata jumlah lulusan pendidikan tinggi di bidang pertanian di Indonesia, sebut Arif, mencapai 34.000-an orang. Merujuk jumlah itu, Arif mengatakan seharusnya Indonesia tak mengalami krisis petani. “Kalau kita memiliki jumlah seperti itu, seharusnya kita berpikir bagaimana bisa memberdayakan mereka, sehingga mampu menopang ketahanan pangan.

Margin rendah

Menurut Arif, perlu ada insentif bagi anak muda dengan pendidikan menengah dan tinggi agar tertarik terjun di bidang pertanian. Selain itu, kurikulum pendidikan juga harus dibenahi bukan hanya mengajarkan sains pertanian tetapi harus mencakup pengembangan usaha pertanian.

Anggota tim ekonomi pasangan calon presiden-wakil presiden Prabowo Subianto-Hatta Rajasa, Fary Jemi Francis, mengatakan pendapatan dari sektor pertanian memang masih rendah. "Bagaimana mungkin pemuda mau menjadi petani dengan penghasilan Rp 500.000 sampai Rp 650.000 per bulan?" aku dia.

Pasangan Prabowo-Hatta, kata Fary, berencana mendongkrak pendapatan para petani antara tiga sampai empat kali lipat dari nominal sekarang. Sektor pertanian, ujar dia, merupakan salah satu sektor yang menjadi fokus kerja pasangan ini, dengan target menambah insentif bagi para pekerja di sektor pertanian.

Sementara itu, anggota tim ekonomi Joko Widodo-Jusuf Kalla, Erik Wadhana, mengatakan sektor pertanian harus dibuat menarik. Menurut dia rendahnya nilai tukar petani (NTP) yang tak pernah lebih dari 111, membuat sarjana enggan berkecimpung di sana.

Menurut Erik, pertanian akan menggiurkan bila kepemilikan lahan dapat memberikan hasil yang dapat menghidupi satu keluarga. Tanah yang tak produktif, imbuh dia, seharusnya juga bisa dialihkan untuk jenis tanaman lain seperti singkong.

Lalu, lanjut Erik, hasil pertanian warga dapat didorong untuk ditampung wadah serupa koperasi. "(Pertanian) ini harus dibuat menarik. Caranya, kita revitalisasi dulu sektor pertaniannya,” kata dia.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com