“Baju bekas itu komoditi larangan, sehingga ada pembatasan. Kenapa? Pertama, dia mengganggu industri garmen. Kedua, mengganggu harga diri bangsa. Masa pakai barang bekas orang. Belum lagi masalah kesehatan, apakah barang itu bebas dari kuman?,” ungkap Dirjen Bea dan Cukai, Kemenkeu, Agung Kuswandono ditemui di Kantor Kemenko Bidang Perekonomian, Jakarta, Jumat malam (4/7/2014).
Agung menuturkan, setiap seminggu sekali DJBC menangkap kapal-kapal yang mengangkut baju-baju bekas dari Singapura dan Malaysia. Dia menambahkan, dalam satu kapal ditemukan puluhan karung baju bekas, di mana setiap karung terdiri sekitar 300 potong pakaian. Baju-baju bekas umumnya masuk melalui jalur Selat Malaka, Nunukan, Tarakan, serta Pare-Pare.
“Dari 82 kasus itu mungkin ada yang lolos, karena banyaknya pintu masuk di daerah perbatasan. Itu setiap hari ratusan kapal bolak-balik. DJBC sebenarnya ada di pintu masuk itu, tetapi jumlah pegawai terbatas dan semakin banyak barang masuk. Jadi kita harus kerjasama dengan TNI dan Kepolisian,” ujar Agung.
Lebih lanjut Agung membenarkan, tingginya kasus impor TPT terlarang, pada Januari-Mei 2014, disebabkan masih ada permintaan dari dalam negeri. Dia mencontohkan, Pasar Senen merupakan salah satu tempat penampungan baju-baju bekas tersebut. Meski demikian, dibandingkan periode sama tahun lalu, jumlah temuan DJBC turun 13,68 persen.
Berdasarkan data DJBC, pada Januari-Mei 2013 ditemukan 95 kasus impor TPT terlarang, dengan potensi kerugian mencapai Rp 622,4 juta. (baca juga: "Lemari Besar" Pakaian Bekas itu bernama Indonesia)
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.