Namun, sejumlah analis menilai, siapapun yang keluar sebagai pemenang, dia harus mengeluarkan kebijakan yang sama untuk menarik investasi asing.
"Seluruh retorika selama kampanye politik akan dikesampingkan saat salah satu kandidat terpilih menjadi presiden," jelas Fauzi Ichsan, senior economist Standard Chartered kepada CNBC.
Dia menambahkan, perekonomian Indonesia saat ini menghadapi defisit neraca perdagangan dan defisit fiskal. Sehingga, "Siapapun presidennya, dia membutuhkan investasi asing, apakah melalui investasi asing langsung atau investasi portofolio," paparnya.
Selain itu, presiden terpilih juga harus menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) pada kuartal pertama 2015.
Kontes pilpres terketat di Indonesia
Seperti yang diketahui, kontes pilpres kali ini menjadi kontes pilpres terberat antara Prabowo dan Jokowi. Meski demikian, siapapun yang memenangkan pertarungan ini, harus menjawab pertanyaan bagaimana memangkas subsidi BBM pemerintah.
Pemerintah menganggarkan dana sekitar Rp 285 triliun atau 25 miliar dollar AS untuk subsidi BBM pada tahun ini. Nilai itu mengambil jatah 15 persen dari total anggaran belanja negara. Pada tahun 2013, beban subsidi BBM mencapai Rp 240 triliun.
"Bagi kedua kandidat, mandat pilpres sama dengan bagaimana mendongkrak kembali perekonomian," ungkap Medha Samant, investment director Fidelity Worldwide kepada CNBC. Menurut Samant, hal terpenting yang dibutuhkan Indonesia saat ini adalah menarik lebih banyak modal.
Analis asing memprediksi, jika Jokowi kalah, akan terjadi aksi jual besar-besaran. Sepanjang tahun ini, arus dana asing yang masuk ke pasar saham Indonesia mencapai 10 miliar dollar AS. Sebagian besar dipicu oleh ekspektasi kemenangan Jokowi.
Namun, sejak Mei di mana hasil sejumlah poling menunjukkan jumlah dukungan untuk Jokowi menurun, terjadi aksi jual di pasar saham. Catatan CNBC menunjukkan, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) terpangka sekitar 3 persen dari level tertingginya pada pertengahan Mei lalu hingga awal Juli. Sementara, rupiah melemah 5,6 persen terhadap dollar AS.
Andrew Freris, CEO Ecognosis Advisory memiliki pendapat senada. "Saya memprediksi pelepasan aset yang substansial jika Jokowi tidak menang," imbuhnya.
Namun, dia tidak mencemaskan hal itu karena pasar saham Indonesia sudah pernah mengalami penurunan sebesar 16 persen pada paruh kedua 2013 karena isu tapering the Fed dan berhasil pulih. "Pasar tidak terlalu peduli mengenai politik selama fundamental suatu negara baik-baik saja," jelas Freris. (Barratut Taqiyyah)
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.