“Ah enggak. No, no, no. Kalau itu enggak sama sekali. Saya yakin enggak (benar),” kata Bayu kepada wartawan, dalam kunjungannya ke LotteMart, Selasa (15/7/2014).
Namun, lebih lanjut Bayu mengakui memang masih ada tantangan yang harus dihadapi industri Indonesia. “Satu, kita memang harus melihat bahwa membutuhkan suatu kekhususan kalau mau masuk ke pasar Amerika Utara, misalnya, atau ke pasar Hongkong, Jepang,” ungkapnya.
Demikian juga dengan produk luar yang masuk ke Indonesia, di mana harus ada kekhususannya. Bayu bilang, produk luar pun harus mencerminkan fitur-fitur kekhususan jika ingin merambah ke pasar Indonesia.
“Dua, memang harus bisa mengikuti semua standar yang dituntut. Tidak bisa tidak. Sama seperti kita minta produk luar yang masuk ke sini, pakai standar kita,” lanjutnya.
Adapun tantangan ketiga adalah, saat ini makin banyak negara yang mensyaratkan tidak hanya berjualan produk, namun juga menanamkan investasi, entah di toko, ritel, atau gudang, dan bahkan pemasaran. “Enggak bisa hanya jual produk begitu saja,” kata Bayu.
Bayu optimistis, dengan melalui tantangan tersebut, produsen dalam negeri pun mampu berkiprah di pasar global. Misalnya, dia mencontohkan, produk sambal Indonesia, yang sudah banyak diterima di pasar Washington DC dan New York.
Ditemui dalam kesempatan sama, Direktur Jenderal Standardisasi dan Perlindungan Konsumen, Kementerian Perdagangan, Widodo menyatakan, memang sebetulnya untuk dapar mengekspor barang ke luar negeri, produsen Indonesia harus mengikuti standar negara tujuan.
“Kalau ada standar produk seperti itu, kita koordinasi dengan BSN, karena BSN yang menetapkan standar. Nanti kita lihat apakah pelaku usaha kita sudah bisa mengikuti belum dengan standar yang ada di luar. Jangan sampai nanti ditetapkan standar itu, ternyata produk kita belum bisa mengikuti. Kan sama saja merugikan konsumen,” jelas Widodo.
Sebelumnya, Ketua Umum Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Seluruh Indonesia (GAPMMI) Adhi S. Lukman mengatakan, negara-negara maju mulai meningkatkan standar produk makanan-minuman.
Dia menengarai hal tersebut sebagai non-tarif barrier. Saya baru saja berkeliling dengan BPOM ke Amerika Serikat, ke Korea. Persaingan kini bukan cuma soal tarif. Supermarket-supermarket di Eropa sudah minta standar makanan BRC (British Retail Consortium)," ungkap Ketua Umum Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Seluruh Indonesia (GAPMMI) Adhi S. Lukman.
"Levelnya jauh lebih tinggi daripada HACCP. Kita bilang Indonesia rata-rata sudah punya HACCP. Tapi ternyata sudah enggak berlaku lagi di sana. Mereka minta lebih tinggi lagi," lanjut Adhi. (baca: Begini Cara Asing Hambat Produk Indonesia)
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.