Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Wamendag Ragukan Pernyataan GAPMMI soal Standar Produk Indonesia

Kompas.com - 16/07/2014, 13:30 WIB
Estu Suryowati

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com – Wakil Menteri Perdagangan, Bayu Krisnamurthi meragukan pernyataan Ketua Umum Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Seluruh Indonesia (GAPMMI) Adhi S. Lukman, bahwa standar produk Indonesia lebih rendah dibanding negara-negara maju. Akibatnya, produk buatan dalam negeri, utamanya industri makanan-minuman, tak mampu menembus pasar manca, seperti Amerika Serikat dan Korea.

“Ah enggak. No, no, no. Kalau itu enggak sama sekali. Saya yakin enggak (benar),” kata Bayu kepada wartawan, dalam kunjungannya ke LotteMart, Selasa (15/7/2014).

Namun, lebih lanjut Bayu mengakui memang masih ada tantangan yang harus dihadapi industri Indonesia. “Satu, kita memang harus melihat bahwa membutuhkan suatu kekhususan kalau mau masuk ke pasar Amerika Utara, misalnya, atau ke pasar Hongkong, Jepang,” ungkapnya.

Demikian juga dengan produk luar yang masuk ke Indonesia, di mana harus ada kekhususannya. Bayu bilang, produk luar pun harus mencerminkan fitur-fitur kekhususan jika ingin merambah ke pasar Indonesia.

“Dua, memang harus bisa mengikuti semua standar yang dituntut. Tidak bisa tidak. Sama seperti kita minta produk luar yang masuk ke sini, pakai standar kita,” lanjutnya.

Adapun tantangan ketiga adalah, saat ini makin banyak negara yang mensyaratkan tidak hanya berjualan produk, namun juga menanamkan investasi, entah di toko, ritel, atau gudang, dan bahkan pemasaran. “Enggak bisa hanya jual produk begitu saja,” kata Bayu.

Bayu optimistis, dengan melalui tantangan tersebut, produsen dalam negeri pun mampu berkiprah di pasar global. Misalnya, dia mencontohkan, produk sambal Indonesia, yang sudah banyak diterima di pasar Washington DC dan New York.

Ditemui dalam kesempatan sama, Direktur Jenderal Standardisasi dan Perlindungan Konsumen, Kementerian Perdagangan, Widodo menyatakan, memang sebetulnya untuk dapar mengekspor barang ke luar negeri, produsen Indonesia harus mengikuti standar negara tujuan.

“Kalau ada standar produk seperti itu, kita koordinasi dengan BSN, karena BSN yang menetapkan standar. Nanti kita lihat apakah pelaku usaha kita sudah bisa mengikuti belum dengan standar yang ada di luar. Jangan sampai nanti ditetapkan standar itu, ternyata produk kita belum bisa mengikuti. Kan sama saja merugikan konsumen,” jelas Widodo.

Sebelumnya, Ketua Umum Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Seluruh Indonesia (GAPMMI) Adhi S. Lukman mengatakan, negara-negara maju mulai meningkatkan standar produk makanan-minuman.

Dia menengarai hal tersebut sebagai non-tarif barrier. Saya baru saja berkeliling dengan BPOM ke Amerika Serikat, ke Korea. Persaingan kini bukan cuma soal tarif. Supermarket-supermarket di Eropa sudah minta standar makanan BRC (British Retail Consortium)," ungkap Ketua Umum Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Seluruh Indonesia (GAPMMI) Adhi S. Lukman.

"Levelnya jauh lebih tinggi daripada HACCP. Kita bilang Indonesia rata-rata sudah punya HACCP. Tapi ternyata sudah enggak berlaku lagi di sana. Mereka minta lebih tinggi lagi," lanjut Adhi. (baca: Begini Cara Asing Hambat Produk Indonesia)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

BCA Finance Buka Lowongan Kerja untuk D3-S1 Semua Jurusan, Cek Syaratnya

BCA Finance Buka Lowongan Kerja untuk D3-S1 Semua Jurusan, Cek Syaratnya

Work Smart
Pemerintah Sebut Tarif Listrik Seharusnya Naik pada April hingga Juni 2024

Pemerintah Sebut Tarif Listrik Seharusnya Naik pada April hingga Juni 2024

Whats New
Jasa Marga: 109.445 Kendaraan Tinggalkan Jabotabek Selama Libur Panjang Paskah 2024

Jasa Marga: 109.445 Kendaraan Tinggalkan Jabotabek Selama Libur Panjang Paskah 2024

Whats New
Survei Prudential: 68 Persen Warga RI Pertimbangkan Proteksi dari Risiko Kesehatan

Survei Prudential: 68 Persen Warga RI Pertimbangkan Proteksi dari Risiko Kesehatan

Earn Smart
7 Contoh Kebijakan Fiskal di Indonesia, dari Subsidi hingga Pajak

7 Contoh Kebijakan Fiskal di Indonesia, dari Subsidi hingga Pajak

Whats New
'Regulatory Sandbox' Jadi Ruang untuk Perkembangan Industri Kripto

"Regulatory Sandbox" Jadi Ruang untuk Perkembangan Industri Kripto

Whats New
IHSG Melemah 0,83 Persen dalam Sepekan, Kapitalisasi Pasar Susut

IHSG Melemah 0,83 Persen dalam Sepekan, Kapitalisasi Pasar Susut

Whats New
Nasabah Bank DKI Bisa Tarik Tunai Tanpa Kartu di Seluruh ATM BRI

Nasabah Bank DKI Bisa Tarik Tunai Tanpa Kartu di Seluruh ATM BRI

Whats New
Genjot Layanan Kesehatan, Grup Siloam Tingkatkan Digitalisasi

Genjot Layanan Kesehatan, Grup Siloam Tingkatkan Digitalisasi

Whats New
Pelita Air Siapkan 273.000 Kursi Selama Periode Angkutan Lebaran 2024

Pelita Air Siapkan 273.000 Kursi Selama Periode Angkutan Lebaran 2024

Whats New
Puji Gebrakan Mentan Amran, Perpadi: Penambahan Alokasi Pupuk Prestasi Luar Biasa

Puji Gebrakan Mentan Amran, Perpadi: Penambahan Alokasi Pupuk Prestasi Luar Biasa

Whats New
Pengertian Kebijakan Fiskal, Instrumen, Fungsi, Tujuan, dan Contohnya

Pengertian Kebijakan Fiskal, Instrumen, Fungsi, Tujuan, dan Contohnya

Whats New
Ekspor CPO Naik 14,63 Persen pada Januari 2024, Tertinggi ke Uni Eropa

Ekspor CPO Naik 14,63 Persen pada Januari 2024, Tertinggi ke Uni Eropa

Whats New
Tebar Sukacita di Bulan Ramadhan, Sido Muncul Beri Santunan untuk 1.000 Anak Yatim di Jakarta

Tebar Sukacita di Bulan Ramadhan, Sido Muncul Beri Santunan untuk 1.000 Anak Yatim di Jakarta

BrandzView
Chandra Asri Bukukan Pendapatan Bersih 2,15 Miliar Dollar AS pada 2023

Chandra Asri Bukukan Pendapatan Bersih 2,15 Miliar Dollar AS pada 2023

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com