Slamet tidak sekadar mencari keuntungan dalam berbisnis, akan tetapi lebih kepada upaya mendekatkan diri kepada Tuhan, menjalin kekeluargaan serta menolong kaum dhuafa. Pria yang akrab dipanggil Slamet Ragil ini pun membuktikan bahwa konsep bisnis yang ia jalani mampu sukses dan bertahan hingga hampir satu dekade.
Lalu seperti apa konsep bisnis kuliner Kupat Tahu yang ditawarkan pria asal Semarang ini?
Kepada Kompas.com, Slamet membeberkan bahwa ia hanya bermodal kepercayaan dan kekeluargaan dengan mitra kerjanya. Ini berbeda dengan sistem waralaba yang kini tengah popular.
Jika waralaba murni, mitra kerja harus membayar segala macam kompensasi dan fee untuk bisa membuka bisnis produk yang sama di tempat berbeda. Sedangkan konsep ala Slamet, mitra kerja cukup membayar Rp 4–5 Juta saja untuk seumur hidup.
“Tanpa kompensasi dan fee apapun selamanya. Mitra kerja sudah bisa membuka cabang usaha kuliner Kupat Tahu milik saya,” tutur Slamet, pekan lalu.
Kendati demikian, Slamet tetap memberikan ketentuan dan syarat kepada mitra kerjanya. Mulai dari penentuan lokasi, SOP hingga perekrutan tenaga kerja. Satu hal yang wajib dilakukan mitra kerja, tegas Slamet, yaitu harus menghidupi kaum dhuafa dan anak-anak yatim.
“Jika modal usaha sudah kembali, maka selanjutnya mitra harus menyedekahkan sebagian hasil keuntungan penjualan kepada kaum dhuafa dan anak-anak yatim setiap bulan. Ini lah kunci keberhasilan usaha saya,” tandas Slamet mantap.
Di samping itu, untuk menyamakan rasa Kupat Tahu di seluruh cabang usahanya, Slamet membuat inti bumbu yang harus dipakai oleh mitra usaha. Inti bumbu yang dibuat memakai aneka rempah tradisional itu dimasak dengan cara digongso (sangrai) hingga kering, sehingga bisa awet sampai tiga bulan.
Di kawasan Blabak, Kecamatan Mungkid, Kabupaten Magelang, memang terkenal dengan “sentra” warung kupat tahu. Namun setiap warung memiliki ciri khas dan rasa yang berbeda. Seperti pada umumnya, kupat tahu milik Slamet terdiri bahan dasar ketupat, kol, tauge, tahu dengan campuran kuah kacang. Namun ada bumbu yang rempah-rempah yang membuat kupat tahu miliknya berbeda dan khas.
Selain Kupat Tahu, Slamet juga menambahkan menu lain seperti Soto Semarang dan Dawet Hitam Purworejo. Semua menu disajikan dengan cara yang mengedepankan kualitas, kebersihan dan kesehatan. Tanpa pemanis, pewarna, pengawat dan perasa.
“Saya pakai resep orangtua. Mereka pesan bahwa menjaga kualitas makanan, kebersihan, harga terjangkau, dan pelayanan konsumen harus menjadi prioritas,” kata mantan salesman itu.
Slamet lantas menceritakan bahwa keberhasilan yang ia peroleh sekarang bukan tanpa usaha. Jatuh bangun menjalankan bisnis kuliner yang sejatinya bukan bidang yang dia pelajari di bangku sekolah sering ia rasakan.
"Mungkin lebih dari 10 kali saya ditipu mitra bisnis, bahkan oleh sahabat saya sendiri. Tapi itu pelajaran, jadi motivasi saya untuk tetap bekerja dengan jujur," tutur dia.