Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Organda: Pembatasan Solar, Kebijakan yang Salah Arah

Kompas.com - 04/08/2014, 16:56 WIB
Estu Suryowati

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com – Di akhir pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, pemerintah dinilai bingung soal subsidi bahan bakar minyak (BBM) yang diperkirakan bakal membebani Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara. Pembatasan solar bersubsidi yang diambil pemerintah melalui Badan Pengelola Hilir (BPH) Migas, dinilai salah arah.

“Mengapa ya, mau hemat penggunaan BBM subsidi tapi yang dibatasi malah penggunaan Solar?” kata Ketua Umum DPP Organda Eka Sari Lorena Soerbakti, kepada Kompas.com, Senin (4/8/2014).

Eka menyebutkan, 67 persen penikmat BBM bersubsidi adalah pada pemilik kendaraan pribadi. “Kenapa susah dan sulit ya. Langsung saja di hilangkan subsidi BBM premium untuk kendaraan pribadi,” katanya.

Kontribusi BBM dalam komponen biaya operasional bisa mencapai 45 persen. Artinya, kata dia, dampak kenaikan harga solar dari Rp 5.500 per liter menjadi Rp 12.800 per liter atau sekitar 130 persen bisa mempengaruhi tarif, minimal 60 persen.”Apakah pemerintah menyadari hal ini..?” lanjut Eka.

Adapun dampak yang paling parah dari kebijakan tersebut menurutnya, bakal dirasakan oleh bus malam. Dengan kapasitas tanki yang hanya 200 liter, bus malam yang menempuh perjalanan lebih dari 12 jam harus menanggung biaya operasional jauh lebih besar.

“Jarak tempuh 600-650 kilometer ditempuh dalam waktu 8 jam. Kalau bis berangkat jam 5 sore maka jam 1-2 malem harus beli solar non-subsidi seharga Rp 12.800 per liter,” ungkapnya.

Menteri Keuangan, Chatib Basri, kepada wartawan usai halal bihalal di kantornya menuturkan tidak ada cara lain untuk membatasi volume BBM bersubsidi, agar bisa sesuai kuota 46 juta kiloliter sampai 31 Desember 2014.

“Nah ini konsekuensinya, habis mau (cara) apa lagi. Kita butuh penurunan sampai 46 juta KL itu empat bulan lagi. Jadi kalau mau bikin kebijakan, jangan pernah berpikir yang panjang. Kalau butuhnya empat bulan, ya buat kebijakan yang empat bulan bisa jalan, jadi dibatasin deh,” terangnya.

Chatib mengklaim, pemerintah mengeluarkan kebijakan pembatasan solar lantaran pertumbuhan konsumsi BBM subsidi jenis tersebut paling besar. "Pertumbuhannya (konsumsi) solar paling tinggi," kata dia.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com