Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

PLN Siap Bangun Pembangkit Listrik Pengganti PLTU Batang

Kompas.com - 06/08/2014, 19:04 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com -  Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Chairul Tanjung mengatakan PT PLN siap membangun Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) baru pengganti PLTU Batang yang sulit terealisasi karena terhambat masalah pengadaan lahan.

"Tadi direksi PLN menawarkan alternatif pembangunan PLTU baru dengan kapasitas sama," kata Chairul seusai memimpin rapat koordinasi terkait infrastruktur Jawa Tengah di Semarang, Rabu (6/8/2014).

Ikut hadir dalam rapat tersebut, Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo, Wakil Menteri ESDM Susilo Siswoutomo, Wakil Menteri Pekerjaan Umum Hermanto Dardak, Direktur Utama PT PLN Nur Pamudji.

Chairul memastikan pembangunan PLTU baru ini sebagai antisipasi apabila proyek PLTU di Kabupaten Batang, Jawa Tengah, berkapasitas 2x1000 MW tertunda implementasinya karena masalah lahan tersebut.

Namun, pemerintah masih berupaya untuk menyelesaikan segala masalah terkait PLTU Batang menggunakan UU nomor 2 Tahun 2012 tentang pengadaan tanah bagi pembangunan untuk kepentingan umum, mulai tahun depan.

"Kami ingin melaksanakan pembangunan PLTU itu dengan UU lahan, karena sudah tidak mungkin dilakukan langkah diluar itu. Tapi proses dengan peraturan UU lahan, membutuhkan waktu setahun," katanya.

Chairul tidak mengungkapkan di wilayah mana pembangunan PLTU tersebut akan dilaksanakan agar harga tanah tidak menjadi mahal, meskipun dapat dipastikan pembangkit listrik baru juga akan dibangun di wilayah Jawa Tengah.

"Tidak menutup kemungkinan pembebasan lahan dilakukan lebih cepat, maka satu proyek terbangun di Batang dan satu lagi di tempat baru," katanya.

Chairul mengharapkan proyek PLTU Batang masih dapat terwujud tanpa UU pengadaan tanah dan menyakini ada investor yang mau membantu PT PLN dalam membangun pembangkit listrik tenaga uap yang baru.

"Semua diatur sedemikian rupa, karena investor pada antre. Ini bukan berarti Batang kita tutup kesempatannya. Kita tunggu pemerintah daerah mau tidak membangun di Batang, kalau tidak mau kita pindahkan segera," tegasnya.

Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo menambahkan pemerintah tidak lagi memberikan tenggat waktu penyelesaian pembangunan PLTU Batang dan membiarkan aparat daerah setempat menyelesaikan masalah terkait harga tanah.

"Untuk Batang kita tidak ada target, tergantung mereka mau bangun atau tidak. Kalau bisa, maka kita punya dua pembangkit dengan 2x1000 MW. Kita memberikan PR mereka, bisa menyelesaikan atau tidak," katanya.

Hingga saat ini, masih ada sekitar 29 hektare lahan di Kabupaten Batang yang belum dibebaskan, sehingga menghambat pembangunan proyek PLTU yang dibangun melalui skema pembiayaan Kerjasama Pemerintah-Swasta ini.

Proyek pembangkit listrik senilai empat miliar dolar AS, ini dibiayai oleh investor asal Jepang, yaitu Sumimoto Mitsui Banking Cooperation dan Japan Bank for International Cooperation (JICA).

PLN memperkirakan apabila proyek infrastruktur pembangkit listrik tenaga uap ini tidak segera terwujud, maka wilayah Jawa, Bali dan sekitarnya akan mengalami kelangkaan tenaga listrik pada 2017-2018.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Kemenkop-UKM Tegaskan Tidak Melarang Warung Madura Beroperasi 24 Jam

Kemenkop-UKM Tegaskan Tidak Melarang Warung Madura Beroperasi 24 Jam

Whats New
BTN Buka Lowongan Kerja untuk Lulusan D3 dan S1, Simak Kualifikasinya

BTN Buka Lowongan Kerja untuk Lulusan D3 dan S1, Simak Kualifikasinya

Work Smart
Ada Gempa Garut, Kereta Cepat Whoosh Tetap Beroperasi Normal

Ada Gempa Garut, Kereta Cepat Whoosh Tetap Beroperasi Normal

Whats New
Akhirnya, Bea Cukai Bebaskan Bea Masuk Alat Belajar SLB yang Tertahan Sejak 2022

Akhirnya, Bea Cukai Bebaskan Bea Masuk Alat Belajar SLB yang Tertahan Sejak 2022

Whats New
Sri Mulyani Minta Ditjen Bea Cukai Perbaiki Layanan Usai 3 Keluhan Terkait Pelayanan Viral di Medsos

Sri Mulyani Minta Ditjen Bea Cukai Perbaiki Layanan Usai 3 Keluhan Terkait Pelayanan Viral di Medsos

Whats New
Menuju Indonesia Emas 2045, Pelaku Usaha Butuh Solusi Manajemen SDM yang Terdigitalisasi

Menuju Indonesia Emas 2045, Pelaku Usaha Butuh Solusi Manajemen SDM yang Terdigitalisasi

Whats New
Jadi Sorotan, Ini 3 Keluhan Warganet soal Bea Cukai yang Viral Pekan Ini

Jadi Sorotan, Ini 3 Keluhan Warganet soal Bea Cukai yang Viral Pekan Ini

Whats New
Perhitungan Lengkap Versi Bea Cukai soal Tagihan Rp 31 Juta ke Pembeli Sepatu Seharga Rp 10 Juta

Perhitungan Lengkap Versi Bea Cukai soal Tagihan Rp 31 Juta ke Pembeli Sepatu Seharga Rp 10 Juta

Whats New
Berapa Gaji dan Tunjangan Pegawai Bea Cukai Kemenkeu?

Berapa Gaji dan Tunjangan Pegawai Bea Cukai Kemenkeu?

Work Smart
Dukung 'Green Building', Mitsubishi Electric Komitmen Tingkatkan TKDN Produknya

Dukung "Green Building", Mitsubishi Electric Komitmen Tingkatkan TKDN Produknya

Whats New
Kemenhub Cabut Status 17 Bandara Internasional, Ini Alasannya

Kemenhub Cabut Status 17 Bandara Internasional, Ini Alasannya

Whats New
Kinerja Pegawai Bea Cukai 'Dirujak' Netizen, Ini Respon Sri Mulyani

Kinerja Pegawai Bea Cukai "Dirujak" Netizen, Ini Respon Sri Mulyani

Whats New
Pembatasan Impor Barang Elektronik Dinilai Bisa Dorong Pemasok Buka Pabrik di RI

Pembatasan Impor Barang Elektronik Dinilai Bisa Dorong Pemasok Buka Pabrik di RI

Whats New
Sukuk Wakaf Ritel adalah Apa? Ini Pengertian dan Karakteristiknya

Sukuk Wakaf Ritel adalah Apa? Ini Pengertian dan Karakteristiknya

Work Smart
Viral Mainan 'Influencer' Tertahan di Bea Cukai, Ini Penjelasan Sri Mulyani

Viral Mainan "Influencer" Tertahan di Bea Cukai, Ini Penjelasan Sri Mulyani

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com