Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Teror Nasabah lewat "Debt Collector", Stanchart Dihukum Rp 1 Miliar

Kompas.com - 14/08/2014, 19:44 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com - Standard Chartered Bank (Stanchart) harus gigit jari. Gara-gara menggunakan jasa debt collector guna menagih utang salah satu nasabahnya, bank asal Inggris ini harus menerima hukuman membayar ganti rugi sebesar Rp 1 miliar.

Kasus ini bermula terkait perseteruan Stanchart dengan salah satu nasabahnya Victoria Silvia Beltiny. Awalnya, 2005 Victoria yang tak lain nasabah kredit tanpa agunan (KTA) mendapatkan penawaran kenaikan batas pinjaman (top up) dari Stanchart.

Terhitung 25 Juli 2005, Victoria menerima persetujuan pinjaman Rp 20 juta dengan jangka waktu pembayaran 36 bulan, cicilan Rp 885.471 per bulan. Pada 4 Agustus, Victoria kembali melakukan top up dengan pinjaman awal Rp 41 juta dengan jangka waktu pembayaran 36 bulan, cicilan bulan Rp 1,8 juta per bulan.

Namun, mulai Mei 2009. Victoria mulai mengalami kesulitan keuangan sehingga pembayaran cicilan macet. Nah, permasalahan pun mulai muncul setelah Stanchart menggunakan jasa debt collector dari PT Total Target Nissin pada September 2009.

Victoria mengklaim langkah Stanchart ini telah merugikan pihaknya. Lantaran Stanchart melalui debt collector telah melakukan intimidasi, penekanan, pengancaman, dan teror.

Sang debt collector juga menyebarkan ketidakmampuan Victoria membayar utang ke teman-teman kantor sehingga Victoria menjadi malu. Para penagih utang itu juga terus menerus mengirimkan SMS dan menelepon Victoria dengan mengeluakan kata-kata kasar dan mengirimkan faksimili ke kantor Victoria.

Tidak tahan dengan intimidasi dan teror tersebut, Victoria lalu mengajukan gugatan ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel). Victoria menyebut tindakan Stanchart menagih utang melalui debt collector merupakan perbuatan melawan hukum.

Victoria menuntut ganti rugi sebesar Rp 5 miliar. Gayung bersambut, PN Jaksel mengabulkan gugatannya meski sebagian yakni menghukum Stanchart dan Total Target membayar ganti rugi Rp 10 juta secara tanggung renteng.

Tak terima, Stanchart mengajukan upaya banding ke Pengadilan Tinggi DKI Jakarta. Apesnya, langkah Stanchart ini gagal dan justru PT DKI menambah hukuman Stanchart menjadi membayar ganti rugi Rp 500 juta.

Stanchart kembali mengajukan upaya kasasi ke Mahkamah Agung (MA). Lagi-lagi, Victoria kembali menang. MA menolak kasasi Stanchart dan kembali menambah hukuman bagi Stanchart dan Total Target membayar ganti rugi Rp 1 miliar.

Dalam pertimbangan hukumnya, MA menilai tindakan Stanchart melakukan penagihan kredit adalah tindakan tidak profesional karena mengutamakan penggunaan pendekatan intimidasi dan premanisme daripada pendekatan yang lain. Putusan MA itu diketok oleh Hakim Agung Abdurrahman, Syamsul Ma'arif, dan Habbiburrahman pada 3 Oktober 2013 lalu. Putusan ini baru dipublikasikan dalam laman mahkamahagung.go.id pada 12 Agustus 2014 lalu.

Atas putusan ini, kuasa hukum Stanchart Panji Prasetyo belum bisa berkomentar banyak. "Kami belum mengetahui putusan kasasi ini, jadi belum bisa menanggapi," katanya kepada KONTAN, Kamis (14/8) (Yudho Winarto)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Sumber Kontan
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Harga Bahan Pokok Sabtu 20 April 2024, Harga Ikan Tongkol Naik

Harga Bahan Pokok Sabtu 20 April 2024, Harga Ikan Tongkol Naik

Whats New
Aliran Modal Asing Keluar Rp 21,46 Triliun dari RI Pekan Ini

Aliran Modal Asing Keluar Rp 21,46 Triliun dari RI Pekan Ini

Whats New
Kementerian PUPR Buka 26.319 Formasi CPNS dan PPPK 2024, Ini Rinciannya

Kementerian PUPR Buka 26.319 Formasi CPNS dan PPPK 2024, Ini Rinciannya

Whats New
[POPULER MONEY] Kartu Prakerja Gelombang 66 Dibuka | Luhut dan Menlu China Bahas Kelanjutan Kereta Cepat Sambil Makan Durian

[POPULER MONEY] Kartu Prakerja Gelombang 66 Dibuka | Luhut dan Menlu China Bahas Kelanjutan Kereta Cepat Sambil Makan Durian

Whats New
Ada Konflik di Timur Tengah, RI Cari Alternatif Impor Migas dari Afrika dan Amerika

Ada Konflik di Timur Tengah, RI Cari Alternatif Impor Migas dari Afrika dan Amerika

Whats New
Langkah PAI Jawab Kebutuhan Profesi Aktuaris di Industri Keuangan RI

Langkah PAI Jawab Kebutuhan Profesi Aktuaris di Industri Keuangan RI

Whats New
Akar Masalah BUMN Indofarma Belum Bayar Gaji Karyawan

Akar Masalah BUMN Indofarma Belum Bayar Gaji Karyawan

Whats New
Nestapa BUMN Indofarma, Sudah Disuntik APBN, Masih Rugi

Nestapa BUMN Indofarma, Sudah Disuntik APBN, Masih Rugi

Whats New
Tol Japek II Selatan Diyakini Jadi Solusi Kemacetan di KM 66

Tol Japek II Selatan Diyakini Jadi Solusi Kemacetan di KM 66

Whats New
Punya Gaji Tinggi, Simak Tugas Aktuaris di Industri Keuangan

Punya Gaji Tinggi, Simak Tugas Aktuaris di Industri Keuangan

Whats New
Nasib BUMN Indofarma: Rugi Terus hingga Belum Bayar Gaji Karyawan

Nasib BUMN Indofarma: Rugi Terus hingga Belum Bayar Gaji Karyawan

Whats New
Pembatasan Pembelian Pertalite dan Elpiji 3 Kg Berpotensi Berlaku Juni 2024

Pembatasan Pembelian Pertalite dan Elpiji 3 Kg Berpotensi Berlaku Juni 2024

Whats New
OJK Sebut 12 Perusahaan Asuransi Belum Punya Aktuaris

OJK Sebut 12 Perusahaan Asuransi Belum Punya Aktuaris

Whats New
OJK Cabut Izin Usaha BPR Syariah Saka Dana Mulia di Kudus

OJK Cabut Izin Usaha BPR Syariah Saka Dana Mulia di Kudus

Whats New
Ada Indikasi TPPU lewat Kripto, Indodax Perketat Pengecekan Deposit

Ada Indikasi TPPU lewat Kripto, Indodax Perketat Pengecekan Deposit

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com