Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Tolak Kenaikan Harga BBM, Alasan Rasional ataukah Politis?

Kompas.com - 18/08/2014, 07:16 WIB
Estu Suryowati

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com - Pemerintahan baru akan menghadapi tantangan politik yang besar dalam menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi. Padahal, menurut Wakil Ketua Komisi XI DPR RI, Harry Azhar Aziz, menaikkan harga BBM bersubsidi relatif lebih tidak rumit ketimbang melakukan upaya pembatasan.

Namun, menaikkan harga BBM bersubsidi masih sama tantangannya, yaitu ada di parlemen. "Menaikkan harga tantangan politiknya besar. PDI-P dan PKS, apakah akan sama sikapnya seperti dulu?" kata Harry kepada Kompas.com, akhir pekan lalu.

Sekedar mengingatkan, Juni 2013 kedua fraksi di DPR, yakni Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) dan Partai Keadilan Sejahtera (PKS), dalam sidang Paripurna DPR, ngotot menolak kenaikan harga BBM bersubsidi.

Saat itu, PDI-P diwaliki oleh Ketua Umum DPP PDIP Puan Maharani mengatakan dengan tegas sikap partainya untuk menolak kenaikan harga BBM bersubsidi. Puan menilai, kenaikan harga BBM bersubsidi hanyalah upaya pemerintah untuk dapat memperoleh dana Rp 42 triliun yang akan digunakan untuk program pencitraan seperti Bantuan Langsung Sementara Masyarakat (BLSM) dan bantuan sosial sebanyak Rp 30 triliun.

Dari Fraksi PKS, anggota Komisi XI, Echy Awal Muharram mengatakan, fraksinya juga menolak kenaikan harga BBM bersubsidi. Sebab, kenaikan harga BBM tersebut hanya akan menambah angka pengangguran dan jumlah masyarakat miskin.

Di sisi lain, Echy mengemukakan pandangan Fraksi PKS bahwa penyesuaian harga BBM akan menyebabkan kenaikan harga-harga barang yang akan berdampak langsung terhadap daya beli masyarakat.

Dari pengalaman tersebut, Harry menduga, jika yang resmi menjadi Presiden adalah Joko Widodo, maka kemungkinan besar Fraksi PDI-P bakal mendukung kenaikan harga BBM bersubsidi. Sementara Fraksi PKS, mungkin juga kata dia ditambah Fraksi Gerindra akan tetap dalam posisi menolak.

"Kalaupun tidak setuju, Fraksi PDI-P akan diam saja. Ini dugaan saya. Berarti kalau begitu waktu PDI-P menolak dulu, bukan karena ideologis, tapi karena posisi," sindir politisi Partai Golkar itu.

Sebaliknya, jika MK memutuskan Prabowo Subianto yang resmi menjadi Presiden, lanjut Harry, kemungkinan besar PDI-P akan berada pada sikap menolak kenaikan harga BBM bersubsidi. Untuk Fraksi PKS, Harry melihat akan ada dilema apakah tetap menolak atau berubah menjadi mendukung kenaikan. Sebab, PKS masuk dalam koalisi tenda besar, yang mengusung pasangan Prabowo Subianto-Hatta Rajasa.

"Yang menjadi dilema, PKS, apakah di posisi dulu atau dia tidak? Atau dia bersikap sama seperti itu atau berubah," tandas Harry.

Dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2015, subsidi energi mendapatkan porsi sebesar Rp 363,5 triliun, sementara subsidi non energi hanya Rp 70 triliun. Padahal, subsidi energi ini telah banyak dikritik tak tepat sasaran. Lantas, siapapun yang terpilih nanti, akan seperti apa sikap fraksi-fraksi terkait subsidi? Sesuai ideologi atau sekadar posisi?

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com