Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Arfi’an dan Arie, dari Penjaga Tambal Ban hingga Wirausahawan yang Mendunia

Kompas.com - 24/08/2014, 09:59 WIB


Oleh: Amanda Putri Nugrahanti

KOMPAS.com - Di ruang seluas 2,5 meter x 3 meter di Canden, Kota Salatiga, Jawa Tengah, kakak beradik Arfi’an Fuadi (28) dan M Arie Kurniawan (23) beserta timnya mendesain jet engine bracket, salah satu komponen pengangkat mesin pesawat. Desain ini keluar sebagai juara pertama dalam kompetisi desain tiga dimensi yang diadakan General Electric dan GrabCAD. Mereka mengalahkan kompetitor yang bertitel doktor dan lulusan universitas terkemuka dunia.

Ini adalah kali pertama dua putra dari pasangan Akhmad Sya’roni dan Arumi ini mengikuti lomba, tetapi tanpa diduga mereka keluar sebagai juara pertama. Mereka mengalahkan para peserta dari 56 negara dengan total 700 desain.

Arfi’an dan Arie dapat membuat desain yang jauh lebih ringan 84 persen, dari 2 kilogram pada komponen asli menjadi hanya 327 gram.

Namun, semua itu mereka raih bukan secara instan. Semuanya melalui perjuangan panjang mereka bergelut di dunia design engineering. Bertahun-tahun sebelum mengikuti lomba, mereka sudah dipercaya banyak perusahaan asing untuk mendesain berbagai produk. Salah satu desain yang mereka buat adalah pesawat ringan (ultralight aircraft) untuk sebuah perusahaan yang berbasis di Amerika Serikat (AS).

Semua bermula ketika Arfi’an lulus dari SMK Negeri 7 Semarang tahun 2005 dan mencoba berwirausaha. Banyak hal dia lakukan demi memenuhi kebutuhan hidup, mulai dari berjualan susu segar keliling Kota Semarang, menjaga tambal ban, menjaga bengkel, hingga menjadi tukang cetak foto. Hingga tahun 2009, dia bekerja di Kantor Pos sebagai penjaga malam.

"Walaupun saat itu hanya menjadi penjaga malam, saya punya mimpi yang besar. Saya tak mau hidup begini-begini saja. Saya ingin berbuat sesuatu yang bisa mengubah hidup saya dan keluarga," kata Arfi’an.

Gaji pertamanya di Kantor Pos digunakan untuk membeli komputer bekas senilai Rp 1,5 juta. Itu pun masih ditambah dari tabungan ayahnya dan kebaikan hati kerabatnya yang memberi hard disk bekas. Memiliki komputer saat itu adalah kemewahan baginya. Sebelumnya, Arfi’an belajar menggunakan komputer dengan meminjam komputer milik sepupunya.

Karena kerjanya bagus, dia mulai dipercaya menjadi petugas di loket pengiriman. Sambil bekerja, Arfi’an, yang menyenangi dunia desain sejak kecil, mencoba-coba mengakses situs freelance. Ada banyak proyek yang ditawarkan di situs tersebut. Dia mulai memberanikan diri menggarap proyek yang ditawarkan.

Fokus pada proyek

Seiring waktu, pekerjaan pun semakin banyak berdatangan. Arfi’an memberanikan diri untuk fokus pada pekerjaan barunya di dunia desain dan memutuskan keluar dari Kantor Pos.

Hampir semua proyek yang ditawarkan dia sanggupi. Mulai dari mendesain gantungan kunci, kaus tangan, anting-anting, sasis mobil, engine bracket, hingga pesawat ringan. Hingga kini, setidaknya 150 proyek sudah dia kerjakan bersama adiknya.

Arie, si adik, yang lulus dari SMK Negeri 2 Salatiga, juga tertarik mengikuti jejak kakaknya. Mereka mendirikan DTECH-ENGINEERING, usaha jasa desain dan engineering. Karena banyaknya proyek yang harus digarap, mereka lalu mempekerjakan dua orang untuk membantu proses riset dan desain.

Apa yang mereka alami tak selalu mulus. Tahun 2012, Arfi’an dan Arie ditipu seorang pemberi proyek dari AS. Proyek mereka diterima, tetapi pembayaran tidak juga dilakukan.

Meski demikian, hal itu tidak menyurutkan langkah mereka. Tahun 2013, Arfi’an bekerja sama dengan warga AS menggarap proyek Coco Pen, pulpen eksklusif yang dibuat dari aluminium solid dan batok kelapa. Produksinya dilakukan di Salatiga.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com