Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Jusuf Kalla: Pencitraan Itu sebelum Pemilu, Sekarang Kerja Keras

Kompas.com - 25/08/2014, 20:32 WIB
Dani Prabowo

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com
– Wakil presiden terpilih Jusuf Kalla mengatakan, pemerintah tidak perlu mendapatkan persetujuan DPR untuk mengurangi subsidi bahan bakar minyak. Menurut dia, DPR tidak memiliki kewenangan untuk menentukan harga satuan minyak.

“Mereka (DPR) tak pernah tentukan besaran, hanya besaran. Apalagi DPR tak membahas lagi satuan tiga. Karena itu, ini menjadi domain pemerintah,” kata JK di kediamannya, kawasan Brawijaya, Jakarta Selatan, Senin (25/8/2014).

Menurut JK, apabila pemerintah membiarkan subsidi BBM melebihi pagu yang ada, maka pemerintah yang akan disalahkan oleh DPR. Untuk itu, pemerintah perlu mengambil kebijakan untuk menekan tingginya angka subsidi yang ada.

JK menilai, pemerintah saat ini harus dapat menyesuaikan kondisi harga minyak dalam negeri dengan harga minyak dunia. Jika harga minyak dunia naik, maka harga minyak dalam negeri juga harus dinaikkan. Jangan sampai, subsidi BBM yang harus ditanggung membuat pemerintah harus menambah hutang yang ada.

“Kalau tidak (dinaikkan), di mana ambil uang untuk dua bulan ke depan? Utang lagi? Nanti lebih salah lagi pemerintah. Utang negara bisa melebihi tiga persen GDP, itu sudah melanggar UU,” tegasnya.

Lebih jauh, JK mengatakan, kenaikan harga BBM bersubsidi saat ini bergantung pada pemerintahan Presiden SBY. Jika Presiden Susilo Bambang Yudhoyono telah menaikkan harga BBM, maka pemerintah Jokowi tidak perlu menaikkan harga BBM yang ada.

JK menambahkan, dirinya tak khawatir jika rencana pengurangan subsidi BBM ini akan membawa polemik di masyarakat. Terlebih, jika kebijakan itu dianggap sebagai kebijakan yang tak populis. “Pencitraan itu sebelum pemilu, setalah pemilu kerja keras. Dulu menaikkan harga BBM bersubsidi memang tidak populis, sekarang tidak,” tegasnya.

“Tidak ada orang tolak naikan BBM, tak pernah ada yang tolak termasuk rakyat kecil. Lebih suka mana, ada BBM, atau tidak ada tapi harga murah. Nanti terjadi itu, akibatnya negara bangkrut,” tandasnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com