Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Penyaluran BBM Bersubsidi Diperketat, Inflasi Masih Aman

Kompas.com - 26/08/2014, 14:19 WIB
Estu Suryowati

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com – Pengetatan distribusi bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi yang dilakukan oleh PT Pertamina (Persero) dinilai akan membawa dampak seperti munculnya expected inflation.

Meski demikian, Kepala Ekonom BNI Ryan Kiryanto menengarai hingga akhir tahun inflasi masih terjaga di rentang level yang ditentukan pemerintah dalam APBN-P 2014. “Expected inflation baru terasa sekitar 1-2 bulan kemudian, karena ada repricing. Itu suka enggak suka pasti akan terjadi,” kata dia ditemui di sela-sela Seminar Mendorong BUMN Go International, di Jakarta, Selasa (26/8/2014).

Meski pengetatan distribusi BBM bakal mengerek harga-harga di tingkat eceran, Ryan menuturkan, hal tersebut tidak akan berdampak signifikan. Sebab, diperkirakan kontribusi terhadap tambahan inflasi hanya 0,3 hingga 0,4 persen sampai akhir Desember 2014.

“Kan pola inflasi sekarang sudah kembali normal. Katakanlah 3 bulan sebelum berakhir, rata-rata inflasi menjadi 0,5 itu masih dalam koridor yang ditentukan pemerintah,” kata dia.

Sementara itu, pola inflasi tahun mendatang juga diperkirakan sudah kembali normal. Ryan mengatakan, kenaikan harga BBM bersubsidi seharusnya memang dilakukan secara perlahan.

“Kalau ujug-ujug Premium dari Rp 6.500 menjadi Rp 12.000 per liter, pertama masyarakat pasti kaget. Kedua, kalau sudah kaget inflasi melonjak,” ujar Ryan.

Lebih lanjut dia menuturkan, jika inflasi melonjak yang terjadi kemudian adalah Bank Indonesia akan menaikkan BI rate. Kondisi ini tidak menguntungkan, lantaran di tahun mendatang diperlukan banyak investasi dan kegiatan ekonomi. “Investasi dan kegiatan ekonomi kita butuh suku bunga yang rendah,” terang Ryan.

Idealnya, kenaikan harga BBM bersubsidi dilakukan secara perlahan sembari membentuk psikologi konsumen. Konsumen berkemampuan lebih baik harus mulai migrasi ke BBM nonsubsidi. Ryan bilang, harga ideal Premium setelah kenaikan sekitar Rp 9.250 per liter.

“Yang ideal (harga Premium), yang sekarang (Rp 6.500) ditambah Rp 12.000, dibagi dua,” tukas Ryan.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com