Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sektor Ritel Paling Terpukul jika Harga BBM Naik

Kompas.com - 29/08/2014, 11:49 WIB
Sakina Rakhma Diah Setiawan

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com - Presiden Susilo Bambang Yudhoyono beberapa waktu lalu menyatakan tidak akan menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM). Menurut Kepala Riset Sucorinvest Isfhan Helmy, ini mempertimbangkan masyarakat yang telah sebelumnya merasakan kenaikan tarif listrik dan gas.

Di sisi lain, calon presiden terpilih Joko Widodo mengungkapkan niatnya untuk menaikkan harga BBM pada bulan November mendatang, sesaat setelah dirinya resmi menjabat RI 1 pada 20 Oktober 2014. Kenaikan harga tersebut disebutkan pada kisaran Rp 500 hingga Rp 3.000 per liter, namun sumber dari pihak Jokowi menyebut kenaikan Rp 3.000 guna menghemat anggaran Rp 100 triliun.

"Niat Jokowi untuk menaikkan harga BBM bisa juga dikarenakan fakta bahwa kuota alokasi subsidi BBM tahun ini hanya bertahan sampai awal Desember," kata Isfhan dalam analisisnya, Jumat (29/8/2014).

Menurut dia, kenaikan harga BBM tersebut akan mengarah kepada naiknya inflasi pada akhir tahun. Sektor yang dipandangnya paling terpengaruh dengan kondisi itu adalah sektor ritel.

"Inflasi akhir tahun akan naik dan memukul sektor ritel sejalan dengan ekonomi yang akan melambat. Adapun peritel yang paling defensif adalah Ramayana, yang telah membukukan penjualan Rp 5,4 triliun hingga Juli 2014, 82 persen dari realisasi industri sebesar Rp 6,6 triliun," ujar Isfhan.

Beberapa waktu lalu, tim transisi Jokowi-JK telah mengumumkan skenario kenaikan harga BBM subsidi Rp 500, Rp 1.000, Rp 1.500 hingga Rp 3.000 per liter. Kenaikan Rp 1.000 akan menghemat anggaran subsidi Rp 48 triliun hingga Rp 52 triliun dari anggaran subsidi yang diajukan sebesar Rp 363,5 triliun. Sementara itu, kenaikan harga BBM sebesar Rp 3.000 per liter akan memangkas anggaean subsidi sebesar Rp 100 triliun atau 30 persen penghematan subsidi.

Sebelumnya diwartakan, Menko Perekonomian Chairul Tanjung menegaskan, SBY tidak akan menaikkan harga BBM bersubsidi, karena tidak mau menambah beban masyarakat yang sudah cukup berat. Terlebih harga BBM sudah dinaikkan pada 2013 lalu, ditambah dengan adanya kenaikan tarif dasar listrik (TDL) pada tahun ini.

"Pemerintahan SBY menilai sudah cukup beban tesebut ditanggung masyarakat. Sehingga tidak selayaknya diberikan beban lagi," ujar CT.

baca juga: Apindo Nilai Presiden SBY "Tak Punya Nyali" Naikkan Harga BBM

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com