Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 19/09/2014, 18:57 WIB

KOMPAS.com - Ada beragam interpretasi ketika kita membicarakan "connect deeper" pada era generasi digital mulai mendikte dunia konsumsi. Kita, masyarakat media, harus memahami peran dan keterlibatan seluruh pemangku kepentingan dalam ekosistem ini.

Perubahan pola komunikasi, strategi media, atau Mikan modifikasi nilai inti, selayaknya dimulai oleh para pemangku kepentingan untuk membawa mereka lebih dekat dengan konsumen. Selanjutnya, kita akan melihat bagaimana perubahanperubahan ini memengaruhi bisnis aari berbagai sudut pandang.

Nilai positil ("value")

Nilai-nilai positif tidak dapat lagi berdiri sebagai sebuah dunia tersendirisebagaimana pada masa lalu. Era baru membawa kita pada nilai partisipatif,berbagi, hingga dengan cara yang ekstrem, merupakan sesuatu yang sebelumnya tak pernah terpikirkar akan terjadi. Generasi masa kini menilai uang sama pentingnya dengan capaian prestasi bersama.

Konten yang dihasilkan pengguna (user generated content) yang kita kenal sekitar 5 tahun lalu, kini menjadi sumber nilai. Orang akan dengan mudah beradaptasi jika ada kepentingan bersama, membaur dalam komitmen (bersama) untuk kemudian mencrlasilkan gerakan (bersama).

Contoh nyata hal itu dapat kita lihat dalam kawalpemilu.org. Sebuah situs crowd sourcing yang terbukti mampu mengalahkan mesin politik berbiaya tinggi dalam hal penghitungan suara, dengan biaya yang sangat kecil dan pelatihan yang singkat. Bagaimana ini bisa terjadi dalam waktu singkat, nilai inti inilah yang ingin kita pelajari.

Setiap brand (merek) sangat butuh untuk menciptakan sebuah nilai bersama yang secara instan dan antusias akan diadaptasi oleh konsumen. Selain itu, kita akan melihat cara-cara menjawab masalah ini dari sudut pandang yang lain.

"Contents"

Antusiasme merupakan virus positif. Ketika konten menjadi inti, para pengguna (konsumen) akan mulai berbagi dengan cara mengulang, melakukan improvisasi, memberi komentar, menandai orang lain, atau bahkan menciptakan MEME (sebuah elemen tingkah laku berunsur humor yang diperluas dari individu ke individu lain melalui perangkat nongenetik, terutama imitasi yang merupakan gambar, video, teks, dan lain-lain, yang digandakan dengan variasi dan disebarkan secara cepat oleh pengguna internet- Google).

Sampai tahap ini, istilah user generated content telah berubah ukurannya menjadi lebih ekstrem. Alih-alih menggunakan pola sporadis, konsumen saat ini mencari tujuan bersama untuk pencapaian spesifik, dengan penciptaan yang berbeda dan unik.

Sebagai contoh, saat kampanye pemilihan presiden Indonesia yang baru saja lewat, sejumlah musisi terkenal, dipimpin oleh Abdee Negara dari Slank, berkolaborasi membuat dan menyanyikan sebuah lagu yang ditulis oleh antara lain Oppie Andaresta, Bimbim, Kaka, yang berjudul "Salam 2 Jari". Lagu ini menjadi lagu tema (tak resmi) yang dimainkan berulang-ulang oleh beragam band dan artis-artis lokal di hampir semua perhelatan kampanye.

Lagu ini lantas menjadi konten inti yang tersebar dengan sangat cepat. Audiens tidak hanya mendengarkan dan berbagi lagu, tetapi juga menciptakan versi-versi mereka sendiri. Bersama teman-teman di lingkungannya, me reka berbagi nilai bersama, membentuk grup, dan membawakan serta merekam beragam variasi baru video "Salam Jari" lalu mengunggahnya ke Youtube.

Selanjutnya, penciptaan konten bergerak menuju tren penggunai hashtag. Masih dari pemilihan pr siden Indonesia, ada sebuah gerak menarik dalam memikat swing vote yang dimulai beberapa pesohor sepe] Sherina dan Afgan dengan hashti #AkhirnyaPilihJokowi. Hashtag ini akhirnya menjadi trending topic Twitter nomor satu di dunia. Dengan cara yang sama, hashtag telah menjadi sebuah cara baru improvisasi konten.

Saluran (channel's")

Saat ini, media massa dan media sosial bersama-sama berusaha memperbanyak content dan saling memperkuat jangkauan, sejalan dengan kemajuan teknologi terdepan. Di dunia digital, era sampling untuk menjustifikasi seluruh lanskap audiens akan mati. Di sisi lain, hanya dalam dunia digital, tingkah laku individual mungkin untuk ditelusuri.

Bayangkan, dalam kerangka algoritma, semua yang kita sukai mengklasifikasikan minat, semua twit kita menjadi contextual branding, semua e-mail mendefinisikan dunia ketertarikan kita, sementara media sosial menunjukkan betapa kuatnya jejaring kita.

Seluruh informasi individual ini akan menganalisis semua likes yang pernah kita lakukan dari Facebook menjadi profil tingkah laku kesukaan kita, sehingga permainan akhir era internet 3.0, adalah istilah "predictive targeting", yang terdengar seksi bagi peruilik brand (merek).

Untuk itu, media perlu melakukan konsolidasi dalam menangani secara pandai Big Data untuk memenuhi janji-janjinya. Para pemain raksasa dalam konglomerasi data ini seperti Google dengan mesin pencarinya, Android, peta digital, dan G-mail, segera akan diikuti Apple, Amazon, dan Facebook, yang akan menyeret Google dalam "predictive targeting".

Secara filosofis, kita sedang bergerak maju menuju alam cipta baru, ketika semua petunjuk membawa untuk saling terhubung satu sama lain secara lebih dalam. Lebih dalam kepada perasaan dan jiwa kita yang menyatu dalam penciptaan konten dan nilai yang sama. Lebih dalam kepada "rasa" bahwa teknologi tak hanya data demografis, tetapi juga lebih jauh dari itu, benar-benar dapat mengetahui profil dan memprediksi apa yang kita suka dan akan kita sukai.

Jerry S Justianto
Chairman AAPAM, BOA APMF

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com