Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ketika Dunia Bisnis Mulai Terteror ISIS

Kompas.com - 22/09/2014, 08:32 WIB


JAKARTA, KOMPAS.com -
Pengaruh kelompok Negara Irak dan Syria (ISIS) terus membesar. Terakhir, kelompok teroris ini berhasil menguasai kota Mosul, Suriah. Tidak cuma pemimpin politik yang ketar-ketir. Perusahaan multinasional yang bercokol di Timur Tengah pun deg-degan.

Gerakan ISIS mulai mempengaruhi wajah bisnis korporasi kakap yang mencari untung di Timur Tengah. Contoh, tiga perusahaan yang menambang minyak di Irak. Yakni, Genel Energy, DNO dan Gulf Keystone. Valuasi pasar tiga perusahaan pengebor minyak ini susut 29 persen menjadi 8,3 miliar dollar AS, sejak awal tahun ini.

“Saat ini, bisnis telah bergeser dari tempat yang agak rumit dari segi keamanan, ke situasi penuh perang," ujar salah satu petinggi perusahaan minyak di Irak seperti dikutip The Economist

Perusahaan multinasional di Irak, Suriah dan sekitarnya, merogoh kocek lebih dalam untuk meredam ISIS. Hitungan analis, ongkos operasional perusahaan mendaki menjadi 15 persen terhadap total pendapatan, dari sebelumnya 12,5 persen. Kenaikan beban operasional ini dipicu oleh biaya perusahaan untuk menyewa lebih banyak tenaga keamanan.  

Kendati dibayangi aksi teror ISIS, sebagian besar pebisnis di Irak justru optimistis menghadapi masa depan. Seluruh perusahaan minyak multinasional di Irak masih mengebor dan mendistribusikan minyak lewat wilayah Turki.  Malahan, sejumlah perusahaan menunjukkan performa kinclong. Tengok saja Lafarge, konglomerasi semen asal Prancis.

Sepanjang semester I tahun ini, laba kotor pendapatan Lafarge dari kawasan Timur Tengah dan Afrika Utara sebesar 750 juta dollar AS, tertinggi sejak tahun 2009. MTN, perusahaan telekomunikasi asal Afrika Selatan, yang memiliki unit bisnis di Suriah, Sudan dan Iran, membukukan kenaikan laba kotor sebesar 56 persen hingga Juni lalu.

Namun, bukan berarti pebisnis tidak tinggal diam menghadapi ISIS. Perusahaan multinasional mulai membagi risiko bisnis berdasarkan wilayah. Perusahaan multinasional memecah lokasi aktivitas bisnis di kawasan Timur Tengah. 

Strategi lain, menimbun kas lebih besar. Bercermin dari krisis finansial di tahun 2008, General Electric (GE) kini memiliki posisi kas dan setara kas dua kali lipat dibandingkan tahun 2006 lalu. Yang pasti, analis menilai, krisis politik dan keamanan menimbulkan efek negatif lebih kecil di pasar finansial. 

Sebagai gambaran, Timur Tengah dan wilayah konflik lain, yakni Afrika Utara, Rusia dan Ukraina, hanya menyumbang 7 persen dari total produk domestik bruto (PDB) dunia.

"Guncangan di kawasan itu hanya luka kecil," ujar salah satu analis Wall Street. Sebab, perusahaan Amerika Serikat, Jepang, dan Inggris yang tercatat di bursa saham dan beroperasi di kawasan konflik, hanya 2 persen.

Sebagai contoh, konflik politik di Rusia diperkirakan hanya berdampak terhadap 10 persen aktivitas bisnis perusahaan multinasional. Raksasa minyak asal Inggris, BP, terkena imbas 10 persen dari total bisnis karena memiliki saham di Rosneft. 

Pebisnis justru lebih menakutkan konflik antara China dan Jepang, dibandingkan ancaman ISIS dan konflik Rusia. "Sekarang adalah era ekonomi China. Ketegangan antara keduanya menakutkan," ujar William Fung, Pendiri Firma Li & Fung.  (Dessy Rosalina)          

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Sumber
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

BCA Finance Buka Lowongan Kerja untuk D3-S1 Semua Jurusan, Cek Syaratnya

BCA Finance Buka Lowongan Kerja untuk D3-S1 Semua Jurusan, Cek Syaratnya

Work Smart
Pemerintah Sebut Tarif Listrik Seharusnya Naik pada April hingga Juni 2024

Pemerintah Sebut Tarif Listrik Seharusnya Naik pada April hingga Juni 2024

Whats New
Jasa Marga: 109.445 Kendaraan Tinggalkan Jabotabek Selama Libur Panjang Paskah 2024

Jasa Marga: 109.445 Kendaraan Tinggalkan Jabotabek Selama Libur Panjang Paskah 2024

Whats New
Survei Prudential: 68 Persen Warga RI Pertimbangkan Proteksi dari Risiko Kesehatan

Survei Prudential: 68 Persen Warga RI Pertimbangkan Proteksi dari Risiko Kesehatan

Earn Smart
7 Contoh Kebijakan Fiskal di Indonesia, dari Subsidi hingga Pajak

7 Contoh Kebijakan Fiskal di Indonesia, dari Subsidi hingga Pajak

Whats New
'Regulatory Sandbox' Jadi Ruang untuk Perkembangan Industri Kripto

"Regulatory Sandbox" Jadi Ruang untuk Perkembangan Industri Kripto

Whats New
IHSG Melemah 0,83 Persen dalam Sepekan, Kapitalisasi Pasar Susut

IHSG Melemah 0,83 Persen dalam Sepekan, Kapitalisasi Pasar Susut

Whats New
Nasabah Bank DKI Bisa Tarik Tunai Tanpa Kartu di Seluruh ATM BRI

Nasabah Bank DKI Bisa Tarik Tunai Tanpa Kartu di Seluruh ATM BRI

Whats New
Genjot Layanan Kesehatan, Grup Siloam Tingkatkan Digitalisasi

Genjot Layanan Kesehatan, Grup Siloam Tingkatkan Digitalisasi

Whats New
Pelita Air Siapkan 273.000 Kursi Selama Periode Angkutan Lebaran 2024

Pelita Air Siapkan 273.000 Kursi Selama Periode Angkutan Lebaran 2024

Whats New
Puji Gebrakan Mentan Amran, Perpadi: Penambahan Alokasi Pupuk Prestasi Luar Biasa

Puji Gebrakan Mentan Amran, Perpadi: Penambahan Alokasi Pupuk Prestasi Luar Biasa

Whats New
Pengertian Kebijakan Fiskal, Instrumen, Fungsi, Tujuan, dan Contohnya

Pengertian Kebijakan Fiskal, Instrumen, Fungsi, Tujuan, dan Contohnya

Whats New
Ekspor CPO Naik 14,63 Persen pada Januari 2024, Tertinggi ke Uni Eropa

Ekspor CPO Naik 14,63 Persen pada Januari 2024, Tertinggi ke Uni Eropa

Whats New
Tebar Sukacita di Bulan Ramadhan, Sido Muncul Beri Santunan untuk 1.000 Anak Yatim di Jakarta

Tebar Sukacita di Bulan Ramadhan, Sido Muncul Beri Santunan untuk 1.000 Anak Yatim di Jakarta

BrandzView
Chandra Asri Bukukan Pendapatan Bersih 2,15 Miliar Dollar AS pada 2023

Chandra Asri Bukukan Pendapatan Bersih 2,15 Miliar Dollar AS pada 2023

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com