JAKARTA, KOMPAS.com —
Perlindungan hak cipta untuk kreator harus terus ditegakkan. Pada era kemajuan teknologi yang sangat pesat ini, perlindungan hak cipta harus lebih mudah dilakukan agar para kreator bisa terus mendapatkan manfaat ekonomi dari kreativitasnya. Pada gilirannya, negara akan menikmati nilai tambah ekonomi dari hak cipta ini.

Demikian dikatakan Richard Litman, konsultan dari International Intellectual Property Institute, dalam diskusi forum tentang Undang-Undang Hak Cipta Baru yang diselenggarakan Asosiasi Konsultan Hak Kekayaan Intelektual Indonesia, di Jakarta, Selasa (7/10/2014).

Menurut Litman, hak cipta terhadap karya, seperti buku, musik, dan film, harus terus dilakukan. Pasalnya, saat ini setiap orang dengan mudah bisa mengambil karya-karya orang lain melalui internet.

”Kejadian ini tidak hanya terjadi di satu negara, tetapi juga di seluruh dunia. Misalnya saja penjual buku daring seperti Amazon mengalami kesulitan ketika setiap orang di seluruh dunia bisa mengakses seluruh informasi yang diinginkan melalui Google, tanpa perlu membeli buku. Lalu, bagaimana kita bisa melindungi karya kita, musik kita, penelitian kita?” ujar Litman.

Sementara itu, Agung Darmasasongko dari Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia mengatakan, dalam UU Hak Cipta yang disahkan DPR pada 16 September lalu diatur mengenai pemblokiran situs di internet yang menyediakan konten hasil pelanggaran hak cipta.

Namun, dia menjelaskan, untuk masalah hak cipta, jika akan dibawa ke ranah hukum, delik yang dipakai adalah delik aduan.

”Tanpa adanya aduan, tidak bisa diproses secara hukum. Akan tetapi, sebelum melakukan tuntutan pidana, harus diupayakan dulu penyelesaian sengketa melalui mediasi,” ujar Agung. (ARN)