Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Indonesia Perlu Cetak Biru Perbankan

Kompas.com - 11/10/2014, 11:01 WIB
Tabita Diela

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com - Penolakan terhadap rencana akuisisi Bank Tabungan Negara menjadi pembelajaran penting bagi dunia perbankan nasional. Ketua Perhimpunan Bank-bank Umum Nasional (Perbanas), Sigit Pramono mengungkapkan, sudah saatnya Indonesia memiliki cetak biru (blue print) perbankan agar hal tersebut tidak lagi terulang.

"Yang penting adalah bahwa semuanya dari segi keuangan dalam satu rencana yang jelas. Kami selalu berulang-ulang mengatakan bahwa ada cetak biru perbankan nasional dulu," ujar Sigit ketika ditemui di Jakarta, Jumat (10/10/2014) malam.

Menurut Sigit, tidak tersedianya cetak biru perbankan berpotensi mematahkan rencana aksi-aksi dalam dunia keuangan, terutama merger dan akuisisi. Padahal, kedua hal tersebut merupakan "permainan" dalam dunia keuangan dunia saat ini.

"Malaysia tengah mempersiapkan merger raksasa dengan CIMB-nya dan beberapa bank di sana. Kita sudah ketinggalan dua kali. Sekarang ini kita bukan hanya bank syariah saja, kita ini baru nomor 10 di Asia Tenggara," imbuh Sigit.

Dia tidak menampik bahwa sejauh ini Bank Indonesia sudah memiliki Arsitekur Perbankan Indonesia (API). Dia juga tidak menolak jika bentuk cetak biru yang diusulkannya bersama Perbanas akan menjadi penyempurnaan dari API tersebut.

Namun demikian, dia menilai API belum berjalan optimal sesuai dengan fungsinya. "Tapi, Anda tahu API tidak jalan sesuai dengan maksudnya. Itu hanya produk dari Bank Indonesia. Yang diperlukan adalah suatu dokumen, suatu rencana, suatu cetak biru yang mengikat semua pemangku kepentingan. Harus mengikat juga pemerintah sebagai pemilik bank BUMN," imbuhnya.

Adapun dasar hukum cetak biru ini, menurut hemat Sigit, mirip seperti APBN. "APBN kan sama dengan undang-undang, undang-undang dalam artian ada pasal-pasal dan sebagainya. Saya pikir seperti itu. Yang penting, pemerintah bersama dengan OJK, BI, dan semua pemangku kepentingan di dunia perbankan, keuangan, mendiskusikan dengan DPR, dengan parlemen. Kalau sudah sepakat semua, disetujui, seperti APBN kan mengikat dua-duanya," pungkasnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com