"Pihak asing yang penuh watak angkara murka hendak mencaplok bisnis kretek yang luar biasa besar ini," kata Sobary, Senin (13/10/2014).
Kang Sobary, begitu ia disapa, menambahkan, segenap aturan mengenai tembakau dan produk-produk olahannya, disusun berdasarkan masukan kepentingan asing, yang mengandalkan aturan-aturan dari FCTC. Konyolnya, pemerintah meng-copy mentah-mentah aturan tersebut untuk diterapkan di Indonesia.
“Aturan-aturan yang diterapkan terhadap tembakau dan industri hasil tembakau pada hakekatnya dibuat berdasarkan alasan-alasan palsu dengan menekankan alasan demi kesehatan masyarakat sebagai cara dan strategi ampuh membasmi kretek,” tuturnya.
Ia menjelaskan, ketika argumen demi kesehatan masyarakat itu tidak manjur, digantilah argumen ekonomi bahwa merokok itu pemborosan. Argumen ekonomi inipun tak begitu berpengaruh. Tetapi pelobi asing dibantu aparat pemerintah dari pusat hingga ke daerah-daerah, kaum profesional, para dokter, kaum aktivis, dan seniman dengan penuh semangat menelan argumentasi ini tanpa mau berpikir kritis atas argumentasi tersebut. “Semua siap menjadi makmum, dan mengamini argumen palsu itu,” tegas Sobari.
Akhirnya, lanjut Sobary, karena argumen kesehatan dan ekonomi juga tak cukup meyakinkan, mereka menggunakan argumen moral, melobi ormas keagamaan seperti Muhammadiyah dan Majelis Tarjih dalam organisasi itu, bahkan Majelis Ulama Indonesia (MUI) menyusun fatwa haram atas kretek.
"Sekali lagi, semua ini argumen palsu, untuk menutupi alasan yang sebenarnya, yakni perang dagang. Apa yang sedang terjadi ialah perang dagang,” katanya. (sanusi)
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.