Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Berinovasi Bisnis dengan Jurus Kolaborasi

Kompas.com - 16/10/2014, 19:00 WIB

KOMPAS.com - Perusahaan yang maju adalah perusahaan yang piawai dan lincah dalam membaca peluang. Hanya dengan membaca dan menangkap peluang, perusahaan akan dengan gampang melakukan inovasi. Prof. Mohan Sawhney, Guru New Wave Marketing dari Kellogg School of Management, menyebut perusahaan yang berorientasi pada peluang tersebut dengan opportunity-focused organization.

Di era Internet seperti sekarang ini, era yang menyuguhkan konektivitas, perusahaan sebaiknya menggarap inovasi itu secara kolaboratif. Dengan memanfaatkan konektivitas tersebut – konektivitas antarpemain, antaranggota tim, antarsumber daya – perusahaan secara bersama-sama melahirkan inovasi. Dalam konteks ini, perlu dibangun apa yang namanya Innovation Hub.

Namun, Mohan memberi catatan Innovation Hub yang dibangun harus tetap mengikuti prinsip Fewer, Bigger, Bolder yang tak lain fokus pada proyek-proyek utama saja yang mendukung pertumbuhan berkelanjutan perusahaan. Prinsipnya, perusahaan senantiasa berpikir besar dengan memulainya dari hal-hal kecil yang fokus.

Proyek-proyek utama dalam Innovation Hub tersebut harus diseleksi secara ketat. Ada beberapa kriteria yang bisa dipakai. Pertama, proyek inovasi tersebut berpotensi untuk menjadi game changer atau agen perubahan bagi perusahaan. Kedua, kolaborasi yang digelar dalam proyek tersebut sebaiknya melampaui lini bisnis dan geografi. Ketiga, memiliki cara pandang dan kultur yang tidak biasa. Keempat, memiliki semangat urgensi. Semua ini dijalankan di bawah kepemimpinan seorang CEO atau pemimpin bisnis yang visioner.

Selain itu, agar Innovation Hub tersebut benar-benar fokus dan mumpuni, perusahaan harus mengumpulkan sumber-sumber daya terbaik – khususnya SDM—dalam lingkaran utama inovasi tersebut. Perusahaan harus bisa menciptakan konektor bagi orang-orang terbaiknya, baik yang terpencar di berbagai belahan dunia atau yang masuk dalam hierarki perusahaan. Keberadaan konektor ini dimaksudkan sebagai media kolaborasi untuk berbagi ide inovasi.

Ada banyak cara untuk membangun konektivitas antaragen inovasi tersebut. Salah satunya, jejaring sosial internal perusahaan. Dalam sepotong wawancaranya di Kelogg School, CEO Boeing Jim McNerney memanfaatkan teknologi jejaring sosial untuk menyatukan puluhan ribu insinyurnya yang berada di berbagai negara. Solusi Boeing ini dinamai inSite. inSite ini merupakan intranet perusahaan yang mirip Facebook atau LinkedIn yang berfungsi untuk berbagi ide-ide dan diskusi antaranggotanya.

Mohan mengatakan, jejaring sosial internal itu bisa dibangun secara lebih terstruktur, lebih khusus, dan selalu digerakkan oleh tujuan yang sudah ditetapkan, terutama ketika mau membahas soal merek, ide-ide inovasi, maupun pasar. Microsoft, misalnya, berhasil membangun komunitas khusus bernama Digital Leads. Komunitas ini berisi para pakar digital maupun media sosial yang berkumpul bersama baik secara fisik maupun virtual untuk menentukan pemasaran media sosial bagi perusahaan.

Lain lagi dengan Kraft. Kraft mengelola jejaring kolaboratif lintas kategori yang dinamakan Global Category Teams (GCT). GCT ini menjadi media bagi Kraft dalam pengembangan bisnis biskuit, permen, dan sebagainya. Tim dalam jejaring ini mengelola beberapa proyek terpilih yang membutuhkan pengembangan melalui peran para pakar dalam semangat Fewer, Bigger, Bolder.

Prinsip-prinsip Berkolaborasi
Dalam membangun kolaborasi inovasi tersebut, Mohan menawarkan beberapa prinsip yang bisa dijadikan pegangan.

Prinsip pertama, kejelasan (clarity). Dalam jaringan kolaborasi ini, masing-masing orang memiliki peran dan tanggung jawab yang jelas.

Prinsip kedua, fleksibel (flexibility). Untuk kolaborasi yang melibatkan orang-orang secara global, prosesnya harus dijalankan secara fleksibel. Yang penting, bagaimana konektivitas antarorang tersebut bisa dimanfaatkan secara optimal untuk berbagi ide dan solusi inovasi. Apalagi era sekarang memungkinkan orang bisa bekerja dari mana saja dan kapan saja. Fleksibilitas ini penting mengingat adanya perbedaan zona waktu yang dialami oleh anggota grup inovasi itu di berbagai negara.

Prinsip ketiga, keberagaman (diversity). Kolaborasi ini harus menghargai keberagaman. Bahkan, keberagaman tersebut bisa dijadikan sebagai keuntungan kompetitif (competitive advantage) bagi perusahaan. Perbedaan ide, kultur, gender, kenegaraan, dan sebagainya justru bisa memperkaya perusahaan untuk menemukan inovasi yang mumpuni.

Prinsip keempat, keluarga (family). Tim kolaborasi ini harus bisa membangun dirinya layaknya sebagai komunitas keluarga. Harus ada rasa kekeluargaan antaranggota tim. Masing-masing anggota saling mengisi dan tergantung sama lain demi kemajuan keluarga. Memang, tugas dan tanggung jawab masing-masing anggota harus jelas. Tetapi, merek harus terbuka untuk saling membantu dan menasihati. Mohan menegaskan dalam jaringan kolaborasi ini tidak ada kata pemenang maupun pecundang. Menang atau kalah adalah menang kalah sebuah keluarga.

Prinsip kelima, kompensasi (compensation). Apa pun pekerjaannya, masing-masing anggota tim layak mendapatkan kompensasi yang adil sesuai dengan pekerjaan dan prestasinya. Hal ini menjadi langkah lumrah sebagai bentuk penghargaan dari kerja keras mereka.

Prinsip keenam, menjawab resistensi (resistance). Tak disangkal, kolaborasi yang dijalankan oleh tim yang anggotanya beragam dari berbagai negara dan latar belakang, sering terbentur pada resistensi masing-masing anggota. Anggota-anggota tersebut tak jarang nyaman bekerja dalam kelompoknya atau silonya masing-masing.

Mereka lebih senang memilih berada di zona nyaman ketimbang keluar dari zona tesebut untuk bekerja bersama orang lain yang berbeda latar belakang. Pada kasus ini, pemimpin bisnis harus bisa menjawab persoalan resistensi ini. Pemimpin harus bisa mengikis resistensi ini dengan memberikan tugas-tugas yang sifatnya kolaboratif, selalu memantau hasil, dan memberikan motivasi. Dengan keluar dari resistensi ini, tim kolaborasi tersebut bisa bekerja efektif dan solid. Khususnya dalam melahirkan inovasi-inovasi baru bagi perusahaan. (Sigit Kurniawan, Marketeers)

Prof Mohan Sawhney bertandang kembali ke Indonesia dan memberikan seminar di Jakarta pada 16 Oktober ini. Guru New Wave Marketing dari Kellogg School of Management ini memberikan seminar bertajuk “Fewer, Bigger, Bolder”. Tema ini diusung berdasarkan buku Sawhney terbaru yang ia tulis bersama Sanjay Khosla berjudul “Fewer, Bigger, Bolder: From Mindless Expansion to Focused Growth” terbitan Penguin Group tahun 2014. Info selengkapnya: http://www.markplusinc.com/mohansawhney/index.html

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com