Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kabinet Jokowi Tak Kunjung Diumumkan, Pasar Khawatir

Kompas.com - 23/10/2014, 15:00 WIB
Estu Suryowati

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com — Nilai tukar rupiah berputar balik dari arah penguatan terhadap dollar AS. Ekonom Mandiri Institute, Destry Damayanti, menilai, ekspektasi pasar yang kelewat tinggi pun kandas setelah mereka berharap bahwa Joko Widodo-Jusuf Kalla dapat segera tancap gas dengan gerbong barunya. Hal ini terjadi setelah pembentukan kabinet mengalami banyak aksi tarik dan ulur.

Destry melihat, mata uang Garuda begitu cepat balik arah, dari Rp 12.200 menuju Rp 11.900, pada saat Jokowi berhasil membuat pendekatan ke Prabowo Subianto. Menurut Destry, peristiwa itu mematahkan pandangan pasarbahwa akan terjadi deadlock antara pemerintah dan parlemen.

"Ternyata Jokowi membuktikannya dengan gaya politik beliau yang humble dan low profile. Dia deketin (pihak Prabowo) dan kayaknya berhasil, itu sudah selesai dan memberikan sentimen yang positif. Tiba-tiba, sekarang pembentukan kabinet terulur-ulur kayak begini," kata Destry saat ditemui di sela-sela International Financial Inclusion Forum, Kamis (23/10/2014).

Destry lebih lanjut menyampaikan bahwa vakumnya kabinet memberikan ketidakpastian bagi pasar. "Jadi, market juga mikir, ada apa lagi ini karena sepertinya pihak dari koalisi Pak Prabowo sudah clear," lanjut Destry.

Tadinya, kata dia, pasarberharap bahwa pemerintahan Jokowi-JK bisa terbentuk secara solid dan langsung bekerja, sebagaimana jargon yang selama ini diumbar, "kerja, kerja, kerja".

"Sebenarnya juga, Pak Jokowi memang 'menjanjikan banyak' bahwa kita akan langsung kerja, dari maritim, pertanian, hingga masyarakat bawah. Itu janji-janji beliau yang berulang-ulang disebutkan, dengan speech 'kabinet kerja, kerja, kerja'. Hal tersebut menandakan bahwa pemerintahan ini akan beda," kata Destry dengan nada menyayangkan.

Tentunya, kata dia, janji-janji Jokowi-JK itu dilihat sebagai sesuatu yang berbeda dari pemerintahan sebelumnya. Namun jelas, cita-cita membentuk "kabinet kerja, kerja, kerja" membutuhkan orang-orang yang bukan asal-asalan dalam gerbong kabinet.

"Jadi, itu ekspektasi pasar. Bahwa (soal kabinet) sekarang masih dalam proses, itu membuat market khawatir, ada apa? Dampak ke depannya bagaimana?" ucap Destry.

Dipengaruhi faktor non-fundamental

Destry melihat, rupiah yang kembali melemah pasca-inagurasi Joko Widodo-Jusuf Kalla sebagai Presiden dan Wakil Presiden pada 20 Oktober 2014 lebih disebabkan faktor non-fundamental. Faktor fundamental perekonomian global dan domestik dinilai justru menjadi pendorong penguatan rupiah.

"Tone dari AS tidak agresif lagi hokies-nya, malah mereka (market) melihatnya agak sedikit hokies," kata dia soal pengaruh AS.

Hal tersebut didorong perkiraan dari naiknya suku bunga bank sentral AS yang bisa saja meleset dari prediksi awal. Sebelumnya, analis pasar memperkirakan, Fed fund rate akan naik pada kuartal pertama tahun 2015.

"Sekarang beda lagi karena ada data AS yang tidak sekuat yang diperkirakan," ucap dia.

Konsekuensinya, rupiah dan nilai tukar mata uang regional seharusnya bisa menguat. Sementara itu, di sisi domestik, fundamental juga cukup baik, ditopang rilis data investasi kuartal ketiga 2014. Foreign direct investment masih tumbuh dengan dobel digit dibanding tahun lalu. Sementara itu, investasi langsung secara keseluruhan masih tumbuh di kisaran 14 persen (tahun ke tahun).

Data inflasi Oktober juga diprediksi masih rendah, dan semestinya tidak memberikan tekanan terhadap rupiah. Dengan demikian, sampai akhir tahun, Destry memperkirakan bahwa indeks harga konsumen masih akan di bawah 5 persen.

Adapun neraca pembayaran memiliki kecenderungan ke arah yang lebih baik, seiring dengan kesempatan dua raksasa tambang, PT Freeport Indonesia dan PT Newmont Nusa Tenggara (NNT), untuk kembali melakukan ekspor. "Jadi, faktor fundamental semestinya tidak ada (tidak menjadi penyebab). Jadi, kesimpulannya, ini lebih ke faktor non-fundamental," kata Destry.

Baca juga: Terlalu Lama Umumkan Menteri, Jokowi Dinilai Tak Elok

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Libur Lebaran, Injourney Proyeksi Jumlah Penumpang Pesawat Capai 7,9 Juta Orang

Libur Lebaran, Injourney Proyeksi Jumlah Penumpang Pesawat Capai 7,9 Juta Orang

Whats New
Program Peremajaan Sawit Rakyat Tidak Pernah Capai Target

Program Peremajaan Sawit Rakyat Tidak Pernah Capai Target

Whats New
Cara Cetak Kartu NPWP Hilang atau Rusak Antiribet

Cara Cetak Kartu NPWP Hilang atau Rusak Antiribet

Whats New
Produsen Cetakan Sarung Tangan Genjot Produksi Tahun Ini

Produsen Cetakan Sarung Tangan Genjot Produksi Tahun Ini

Rilis
IHSG Melemah Tinggalkan Level 7.300, Rupiah Naik Tipis

IHSG Melemah Tinggalkan Level 7.300, Rupiah Naik Tipis

Whats New
Sempat Ditutup Sementara, Bandara Minangkabau Sudah Kembali Beroperasi

Sempat Ditutup Sementara, Bandara Minangkabau Sudah Kembali Beroperasi

Whats New
Sudah Salurkan Rp 75 Triliun, BI: Orang Siap-siap Mudik, Sudah Bawa Uang Baru

Sudah Salurkan Rp 75 Triliun, BI: Orang Siap-siap Mudik, Sudah Bawa Uang Baru

Whats New
Harga Naik Selama Ramadhan 2024, Begini Cara Ritel Mendapat Keuntungan

Harga Naik Selama Ramadhan 2024, Begini Cara Ritel Mendapat Keuntungan

Whats New
Mentan Amran Serahkan Rp 54 Triliun untuk Pupuk Bersubsidi, Jadi Catatan Sejarah bagi Indonesia

Mentan Amran Serahkan Rp 54 Triliun untuk Pupuk Bersubsidi, Jadi Catatan Sejarah bagi Indonesia

Whats New
Kasus Korupsi PT Timah: Lahan Dikuasai BUMN, tapi Ditambang Swasta Secara Ilegal

Kasus Korupsi PT Timah: Lahan Dikuasai BUMN, tapi Ditambang Swasta Secara Ilegal

Whats New
4 Tips Mengelola THR agar Tak Numpang Lewat

4 Tips Mengelola THR agar Tak Numpang Lewat

Spend Smart
Kasus Korupsi Timah Seret Harvey Moeis, Stafsus Erick Thohir: Kasus yang Sudah Sangat Lama...

Kasus Korupsi Timah Seret Harvey Moeis, Stafsus Erick Thohir: Kasus yang Sudah Sangat Lama...

Whats New
Menkeu: Per 15 Maret, Kinerja Kepabeanan dan Cukai Capai Rp 56,5 Triliun

Menkeu: Per 15 Maret, Kinerja Kepabeanan dan Cukai Capai Rp 56,5 Triliun

Whats New
Siap-siap, IFSH Tebar Dividen Tunai Rp 63,378 Miliar

Siap-siap, IFSH Tebar Dividen Tunai Rp 63,378 Miliar

Whats New
Harga Tiket Kereta Bandara dari Manggarai dan BNI City 2024

Harga Tiket Kereta Bandara dari Manggarai dan BNI City 2024

Spend Smart
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com