Menurut dia, jika Jokowi tidak mampu membangun relasi dari industri hulu hingga hilir, pasti akan muncul pertanyaan untuk siapa visi kemaritiman yang digaungkan. "Kalau kemaritiman, ini kan soal angkutan laut, point to point, port to port. Maka ini soal kebutuhan pelat baja. Dan itu, kita tidak punya. Kita impor besar-besaran," kata dia di Jakarta, Jumat (24/10/2014).
Lebih lanjut Ichsanuddin menyampaikan, yang akan bertarung memasok pelat baja adalah antara Jepang, Korea, dan China. Konsumsi baja di Indonesia memang masih rendah. Namun, kata Ichsanuddin, jika bicara visi kemaritiman, artinya Indonesia perlu mempersiapkan industri yang mendukung.
"Realisasi kemaritiman yang dibayangkan seorang Jokowi baru nampak di tahun ketiga, karena memang begitu tidak mudah melakukannya," prediksi Ichsanuddin.
Dalam bedah buku "Dalam Bayangan Matahari Terbit" karya Syamsul Hadi dan Shanti Darmastuti, Ichsanuddin mengatakan, hubungan bilateral antara Indonesia-Jepang amat sangat jarang dikuak. Tak heran, sejauh ini Indonesia belum lepas dari jerat dwifungsi penguasa-pengusaha. Regulasi lewat kekuasaan siapa pun akan melahirkan struktur yang kemudian melahirkan kultur.
"Kalau lingkaran ini (regulasi, struktur, kultur) berkaitan, ini namanya penjajahan sistemik struktural," sebut dia.
Penjajahan sistemik struktural seringkali tidak disadari terselip melalui proyek-proyek yang didanai asing. Untuk diketahui saat ini Jepang, menjadi negara donor utama utang luar negeri Indonesia.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.