Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ini Pertimbangan Utama Jokowi Tak Lanjutkan Rencana Jembatan Selat Sunda

Kompas.com - 01/11/2014, 06:51 WIB
Estu Suryowati

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Megaproyek Jembatan Selat Sunda atau JSS yang menghubungkan Pulau Jawa dan Pulau Sumatera berpeluang tidak akan dilanjutkan pada masa pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla. Dua hal menjadi pertimbangan utama Presiden.

"Terus terang Pak Jokowi menyimak JSS itu. Beliau khawatir dampaknya pada dua hal," tutur Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional Andrinof Chaniago, Jumat (31/10/2014) petang. Pertama, dia menyebutkan, JSS dikhawatirkan bakal mematikan identitas Indonesia sebagai negara maritim.

Andrinof menjelaskan, Selat Sunda menjadi salah satu jalur penyeberangan terpadat, meski memang masih banyak kekurangan kinerja. "Kalau (penyeberangan Selat Sunda) dimatikan dan malah tidak ditingkatkan kinerjanya, itu akan menghilangkan identitas Indonesia sebagai negara maritim," kata dia.

Sebaiknya, lanjut Andrinof, pelayanan ataupun kinerja pelayaran di penyeberangan Selat Sunda diperbaiki, misalnya dengan menambah kapal penyeberangan, dermaga, dan memperbaiki fasilitas pendukung lainnya.

Adapun pertimbangan kedua tak berlanjutnya pembangunan jembatan itu adalah perihal ketimpangan. Menurut Andrinof, alangkah lucunya jika pemerintah yang berkoar-koar akan menekan ketimpangan justru membuat megaproyek yang menambah ketimpangan.

"Katanya pemerataan, tetapi kita bikin megaproyek yang membuat ekonomi terkonsentrasi di barat. Kita harus berhenti berpikir paradoks," ucap Andrinof.

Selain dua pertimbangan tersebut, Andrinof juga menyebutkan bahwa yang juga disadari Presiden Jokowi adalah pemenuhan kebutuhan rumah rakyat yang masih minim. Backlog atau ketimpangan antara permintaan rumah dan ketersediaan rumah itu setidaknya mencapai 15 juta rumah, dengan peningkatan lebih dari 1 juta rumah per tahun.

"Ini apa hubungannya dengan JSS? Adanya backlog itu karena konsesi penguasaan lahan. Penguasaan lahan oleh segelintir pengusaha membuat harga tanah tidak terjangkau. Jadi, ke depan harus jelas, membangun itu untuk apa. Membangun untuk segelintir orang atau untuk rakyat banyak?" papar Andrinof.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com