Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Enggan Dilebur dengan BPJS, Ini Alasan Taspen

Kompas.com - 10/11/2014, 13:05 WIB
Estu Suryowati

Penulis


BOGOR, KOMPAS.com – PT Taspen (Persero) berencana melakukan advokasi sebelum bertransformasi menjadi Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan.

Direktur Utama Taspen Iqbal Latanro menuturkan, Taspen berpandangan nantinya BPJS Ketenagakerjaan memiliki kamar-kamar tersendiri. Meskipun dalam satu nama, yakni BPJS Ketenagakerjaan, namun pengelolaan pensiunan Pegawai Negeri Sipil (PNS) tetap dilakukan Taspen, dengan mekanisme yang terpisah dari pengelolaan program pensiun peserta BPJS Ketenagarkerjaan.

“Sebenarnya UU (BPJS) itu tegas menyebut (pembubaran) enggak? Kita kan juga (nantinya) masuk BPJS. Cuma kamarnya berbeda. Untuk PNS, nanti yang mengelola tetap Taspen. Badannya saja yang namanya BPJS Ketenagakerjaan, tapi pengelolaannya masih Taspen,” tutur Iqbal dalam Media Gathering, akhir pekan lalu.

Meski demikian, Iqbal menuturkan Taspen masih berusaha melihat produk mana yang bisa dikonversi sesuai dengan SJSN (Sistem Jaminan Sosial Nasional). Pasalnya, dia sepakat jika manfaat pasti yang diberikan pada peserta Taspen dan ASABRI menjadi beban APBN.  “Saya ingin mengakhiri itu. Hampir semua tidak senang dengan itu,” ucap dia.

Direktur Perencanaan dan Pengembangan Teknologi Informasi Taspen Faisal Rachman menjelaskan, Taspen memiliki pertimbangan mengapa harus tetap ada “kamar-kamar” tersendiri di BPJS Ketenagakerjaan nantinya. Faisal memaparkan, ada empat pasal dalam UU No. 24 tahun 2011 tentang BPJS, yang mengatur tentang Taspen.

Pertama, pasal 57 poin f disebutkan bahwa PT Taspen (Persero) tetap melaksanakan kegiatan operasional penyelenggaraan program tabungan hari tua (THT) dan program pembayaran pensiun bagi pesertanya, termasuk penambahan peserta baru sampai dengan dialihkan ke BPJS Ketenagakerjaan.

Kedua, dalam pasal 64 UU BPJS disebutkan, BPJS Ketenagakerjaan mulai beroperasi menyelenggarakan program jaminan kecelakaan kerja, program jaminan hari tua, program jaminan pensiun, dan program jaminan kematian bagi Peserta, selain peserta program yang dikelola PT Tasepen  (Persero) dan PT ASABRI (Persero) paling lambat tanggal 1 Juli 2015.

Adapun, Pasal 65 ayat 2 UU BPJS menyebutkan, PT Taspen (Persero) menyelesaikan pengalihan program tabungan hari tua dan program pembayaran pensiun dari PT Taspen (Persero) ke BPJS Ketenagakerjaan paling lambat tahun 2029.

Terakhir, pasal 66 UU BPJS menyebutkan, Ketentuan mengenai tata cara pengalihan program Asuransi Sosial Angkatan Bersenjata Republik Indonesia dan program pembayaran pensiun dari PT ASABRI (Persero) dan pengalihan program tabungan hari tua dan program pembayaran pensiun dari PT Taspen (Persero) ke BPJS Ketenagakerjaan diatur dengan Peraturan Pemerintah.

“Kalau empat pasal ini kita baca baik-baik, di UU itu tidak ada pembubaran Taspen dan ASABRI. Sama sekali tidak ada. Yang diubah itu produknya. Tapi di SJSN itu yang dipakai iuran pasti. Nah, kita tidak mungkin mengubah yang eksisting,” kata Faisal.

Lebih lanjut dia menerangkan, jika Taspen mengubah mekanisme yang eksisting yakni manfaat pasti menjadi iuran pasti, berarti akan melanggar Undang-undang. “UU kan mengatakan hak tidak boleh turun. Makanya, yang bisa kita transfomrasikan adalah pegawai baru,” imbuh Faisal.

Faisal menyebut, perbedaan antara manfaat pasti yang ada di Taspen dan ASABRI dengan iuran pasti yang ada di Jamsostek inilah yang masih debatable dalam tranformasi Taspen menjadi BPJS Ketenagakerjaan. Maklum saja, perbedaan tersebut membuat pensiun yang akan didapat menjadi berbeda.

“PNS itu kalau dia iuran enam bulan, kemudian meninggal dunia dia dibayarkan haknya itu sampai dengan usia 58 tahun. Jadi kalau usia 58 itu dia dapatnya sekitar Rp 40 juta. Dia dapatnya Rp 40 juta di depan. Tapi kalau di JHT, iuran enam bulan kemudian dia meninggal. Kalau dia membayar Rp 100.000 per bulan, maka dia dapat Rp 100.000 kali enam kali ditambah tingkat bunga 10 persen, berarti dia hanya dapat Rp 660.000. Itu yang membuat ini berbeda,” ujar dia.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com