Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ini Alasan Sebenarnya Kita Senang Media Sosial

Kompas.com - 12/11/2014, 06:16 WIB

KOMPAS.com — Sejak dulu kita diajarkan di sekolah bahwa manusia termasuk mamalia atau makhluk menyusui. Namun, siapa yang menyangka bahwa itulah alasan utama mengapa media sosial berkembang begitu pesat. Adalah psikolog kondang, Matthew Lieberman, yang mengungkap hal ini.

Sejak lahir, manusia sangat bergantung pada orang lain. Tanpa ibu yang menyusui, bayi tidak bisa bertahan hidup. Bayi kemudian menangis jika jauh dari orangtuanya. Inilah yang secara tidak sadar membentuk kebutuhan untuk berinteraksi secara sosial dalam diri manusia.

Kebutuhan akan orang lain ini juga terlihat pada masa sekolah. Konon, siswa yang belajar dan kemudian mengajar temannya di sekolah umumnya mendapatkan nilai yang bagus. Menurut penelitian Lieberman, otak siswa yang mengajari teman-temannya cenderung lebih cerdas karena ada insentif untuk terus belajar.

Manusia memang tidak bisa hidup tanpa orang lain. Kita akan lebih bahagia jika terhubung dengan orang lain. Ini fakta yang membuat kita senang jika dipuji di depan umum atau menerima penghargaan di atas panggung.

Tentu, media sosial menjadi sangat relevan. Media sosialmenjadi "panggung" sekaligus menjadi sarana terhubung dengan orang lain. Ini yang membuat kita senang jika tweet kita di-retweet atau foto kita di Instagram dikomentari.

Apa dampaknya bagi dunia pemasaran?

Di dunia pemasaran, kecenderungan ini membuat keputusan pembelian menjadi keputusan sosial. Sudah tidak zamannya lagi konsumen membeli berdasarkan selera pribadi. Selera orang lain turut memengaruhi merek apa yang akan dibeli.

Inilah yang membuat wanita sering berbelanja bersama teman-temannya. Penting untuk tahu apakah barang yang akan dibeli cukup keren untuk teman-temannya. Ini juga alasan pria sering ke showroom untuk membeli mobil kerap kali berdua dengan temannya.

Jangan sampai keputusan memilih merek tertentu dianggap salah oleh orang lain. Karena ketidakpercayaan kepada perusahaan, konsumen membentengi diri dengan opini "jujur" komunitas, teman, dan keluarganya. Dengan demikian, pembelian konsumen menjurus menjadi social buying.

Pemasaran gaya lama tentu sudah usang di dunia penuh social buying. Biasanya pemasar ulung adalah yang mampu memahami selera konsumennya dan menciptakan produk yang tepat. Sekarang, karena keputusan dipengaruhi banyak orang, pemasar wajib memahami tidak hanya konsumen individu saja, tetapi juga komunitasnya.

Sekarang, keputusan konsumen mengikuti jalur yang disebut 5A.

Aware:
Konsumen mulai kenal perusahaan penyedia produk atau jasa.
Appeal: Di kepalanya, konsumen merasa tertarik dengan perusahaan tersebut. Tetapi, dia belum yakin.
Ask: Karena belum yakin, konsumen mulai tanya-tanya kepada teman atau keluarga untuk meyakinkan dirinya.
Act: Jika teman dan keluarga bilang bagus, barulah konsumen memutuskan untuk menggunakan produk atau jasa tadi.
Advocate: Jika puas, konsumen akan merekomendasikan pelayanan tersebut kepada teman dan keluarganya.

Tantangannya bagi pemasar? Jika di tahap Ask reputasi merek buruk, sulit sekali untuk memasarkan. Karena konsumen adalah manusia sosial yang saling melindungi, pada akhirnya hanya perusahaan yang baik dan jujur yang bertahan. (Iwan Setiawan, Chief Knowledge Officer MarkPlus, Inc)

Pembahasan lebih mendalam tentang Social Media WOW Marketing juga akan dirangkum di MarkPlus Conference 2015 yang akan digelar pada tanggal 11 Desember 2014 di The Ritz Carlton Jakarta Pacific Place yang mengangkat tema “WOW Marketing = Creativity + Productivity”, yaitu perpaduan antara kreativitas dan produktivitas untuk mencapai WOW Marketing.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Dana Asing Rp 29,73 Triliun Cabut dari Indonesia, Ini Kata Sri Mulyani:

Dana Asing Rp 29,73 Triliun Cabut dari Indonesia, Ini Kata Sri Mulyani:

Whats New
Pelita Air Buka Rute Langsung Jakarta-Kendari, Simak Jadwalnya

Pelita Air Buka Rute Langsung Jakarta-Kendari, Simak Jadwalnya

Whats New
Bank Ina Ditunjuk sebagai Bank Persepsi

Bank Ina Ditunjuk sebagai Bank Persepsi

Whats New
BI Rate Naik, Perbankan Antisipasi Lonjakan Suku Bunga Kredit

BI Rate Naik, Perbankan Antisipasi Lonjakan Suku Bunga Kredit

Whats New
Menhub Tawarkan 6 Proyek TOD di Sekitar Stasiun MRT ke Investor Jepang

Menhub Tawarkan 6 Proyek TOD di Sekitar Stasiun MRT ke Investor Jepang

Whats New
Terbebani Utang Kereta Cepat, KAI Minta Keringanan ke Pemerintah

Terbebani Utang Kereta Cepat, KAI Minta Keringanan ke Pemerintah

Whats New
ByteDance Ogah Jual TikTok ke AS, Pilih Tutup Aplikasi

ByteDance Ogah Jual TikTok ke AS, Pilih Tutup Aplikasi

Whats New
KKP Tangkap Kapal Malaysia yang Curi Ikan di Selat Malaka

KKP Tangkap Kapal Malaysia yang Curi Ikan di Selat Malaka

Whats New
Soal Denda Sepatu Rp 24,7 Juta, Dirjen Bea Cukai: Sudah Sesuai Ketentuan...

Soal Denda Sepatu Rp 24,7 Juta, Dirjen Bea Cukai: Sudah Sesuai Ketentuan...

Whats New
Permintaan 'Seafood' Global Tinggi jadi Peluang Aruna Perkuat Bisnis

Permintaan "Seafood" Global Tinggi jadi Peluang Aruna Perkuat Bisnis

Whats New
BFI Finance Cetak Laba Bersih Rp 361,4 Miliar pada Kuartal I-2024

BFI Finance Cetak Laba Bersih Rp 361,4 Miliar pada Kuartal I-2024

Whats New
Blue Bird Luncurkan Layanan Taksi untuk Difabel dan Lansia, Ada Fitur Kursi Khusus

Blue Bird Luncurkan Layanan Taksi untuk Difabel dan Lansia, Ada Fitur Kursi Khusus

Whats New
Melihat Peluang Industri Digital Dibalik Kolaborasi TikTok Shop dan Tokopedia

Melihat Peluang Industri Digital Dibalik Kolaborasi TikTok Shop dan Tokopedia

Whats New
Walau Kas Negara Masih Surplus, Pemerintah Sudah Tarik Utang Baru Rp 104,7 Triliun Buat Pembiayaan

Walau Kas Negara Masih Surplus, Pemerintah Sudah Tarik Utang Baru Rp 104,7 Triliun Buat Pembiayaan

Whats New
Persaingan Usaha Pelik, Pakar Hukum Sebut Program Penyuluh Kemitraan Solusi yang Tepat

Persaingan Usaha Pelik, Pakar Hukum Sebut Program Penyuluh Kemitraan Solusi yang Tepat

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com