Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
ADVERTORIAL

Lifting Gas Bumi Capai Target APBN-P

Kompas.com - 17/11/2014, 09:04 WIB
advertorial

Penulis

Lifting gas bumi menunjukkan kinerja menggembirakan dengan realisasi s.d. akhir Oktober 2014 yang telah menyentuh angka 7,085 miliar British thermal unit per hari (BBTUD) atau 99,8 persen dari target  7,099 BBTUD yang ditetapkan dalam APBN-P tahun 2014. “Di tengah banyak tantangan yang dihadapi industri hulu migas, capaian lifting gas ini cukup menggembirakan. Kami berharap semua pemangku kepentingan akan terus memberikan dukungan sehingga lifting gas bisa terjaga dan memenuhi target yang telah ditetapkan,” ujar J. Widjonarko.

Kontribusi lifting gas terbesar berasal dari lima kontraktor kontrak kerja sama (Kontraktor KKS), yaitu Total E&P Indonesie, ConocoPhillips (Grissik) LTD, PT Pertamina EP, BP Berau LTD, dan PetroChina International Jabung LTD. “Lima Kontraktor KKS ini berkontribusi melebihi 75 persen dari total lifting gas,” ujar Widjonarko.

Di tengah menurunnya cadangan minyak, gas bumi menjadi harapan bagi sektor hulu migas Indonesia, terutama dengan semakin tingginya permintaan gas domestik. Volume pemanfaatan gas bumi untuk domestik telah meningkat signifikan dari 1,480 BBTUD di tahun 2003 menjadi 3,774 BBTUD di tahun 2013 atau meningkat sebesar 155 persen. Sejak tahun 2013, volume gas untuk domestik telah melebih volume gas untuk ekspor, yaitu 3,774 BBTUD (52,6%) untuk domestik dan 3,402 BBTUD (47,4%) untuk ekspor.

Widjonarko mengatakan industri hulu migas siap untuk memenuhi kebutuhan gas domestik selama infrastrukturnya tersedia. “Ketersediaan infrastruktur menjadi kunci pemanfaatan gas untuk kebutuhan domestik,” ujarnya.

Tantangan Pengembangan Gas

Minyak bumi telah sekian lama menjadi sumber utama penerimaan negara dan pasokan energi domestik. Eksploitasi pada lapangan-lapangan minyak utama  telah berlangsung puluhan tahun dan menunjukkan kecenderungan produksi yang menurun. 

Syukurlah, di tengah menurunnya cadangan dan produksi minyak, penemuan cadangan gas bumi ternyata memperlihatkan prospek yang menjanjikan. Saat ini kegiatan eksplorasi lebih banyak menemukan cadangan gas dengan potensi besar, misalnya saja Blok Masela di Laut Arafura; Blok Muara Bakau dan Proyek Indonesia Deep Water Development (IDD) di Selat Makassar. Penemuan ini tentunya memberikan optimisme bagi kelangsungan penerimaan negara dan ketersediaan pasokan energi bagi pertumbuhan ekonomi.

Terlepas dari potensi yang menjanjikan tersebut, pemanfaatan gas sesungguhnya lebih menantang dari pemanfaatan minyak bumi. Pertama, temuan gas umumnya berlokasi di wilayah timur Indonesia. Kegiatan eksplorasi dan produksi gas pada wilayah ini lebih sulit. Butuh teknologi yang lebih canggih. Konsekuensinya, pengembangan gas membutuhkan investasi yang sangat besar, sehingga investor akan sangat berhati-hati dalam mengkalkulasi. Hal ini menyebabkan aspek keekonomian pengembangan lapangan haruslah diperhatikan saat memanfaatkan gas, terutama saat penentuan harga.

Tantangan lain adalah ketersediaan infrastruktur. Karakteristik gas bumi membuat proses pemanfaatannya lebih kompleks ketimbang minyak bumi. Dengan bentuk yang cair, minyak mudah ditampung dan diangkut. Selain itu, produsen minyak tidak perlu pusing memikirkan pemasaran karena pembeli minyak bisa dipastikan selalu ada setiap saat.

Lain halnya pada pengembangan gas bumi. Gas tidak bisa ditampung, sehingga begitu keluar dari dalam bumi harus segera dimanfaatkan.. Oleh karena itu, pengembangan lapangan gas baru dapat dilaksanakan setelah mendapat kepastian pembeli.

Apabila pembelinya berlokasi jauh dari lapangan produksi gas, dan tidak memungkinkan dibangun pipa, alternatifnya dibangun fasilitas gas alam cair atau dikenal dengan liquefied natural gas (LNG). Dengan teknologi ini, gas terlebih dahulu dicairkan menjadi LNG, baru kemudian diangkut dengan kapal khusus pengangkut LNG. Saat sampai di daerah tujuan, gas cair kembali diubah menjadi gas sebelum dimanfaatkan oleh pengguna akhir.

Dengan gambaran ini, bisa dipahami bahwa gas yang ditemukan di Papua tidak bisa serta merta diangkut untuk memenuhi kebutuhan industri di Sumatera dan Jawa. Perlu infrastruktur untuk mengubah gas itu menjadi LNG, sehingga bisa diangkut. Infrastruktur untuk mengubah kembali LNG menjadi gas juga perlu tersedia di Sumatera dan Jawa.

Tidak hanya itu, saat ini, jaringan pipa distribusi gas masih minim. Alhasil, ketika ada daerah yang surplus produksi gas, tidak dapat dikirimkan ke daerah yang kekurangan gas. Contoh konkret, produksi gas di Jawa Timur lebih besar dari kebutuhannya. Kelebihan pasokan ini tidak dapat dikirimkan ke Jawa Barat yang kebutuhan gas tinggi karena belum ada jaringan pipa yang menghubungkan kedua wilayah ini.

Cadangan gas Indonesia cukup berlimpah. Namun, apabila keekonomian tidak terpenuhi dan infrastruktur tidak tersedia, cadangan tersebut tetap tidak akan bisa dimanfaatkan baik untuk menghasilkan penerimaan negara maupun memasok energi domestik.

Semua pemangku kepentingan perlu turut memperhatikan dua aspek ini sehingga potensi besar gas bumi dapat benar-benar dimanfaatkan untuk kesejahteraan rakyat. (adv)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Penerimaan Pajak Konsumsi Terkontraksi 16,1 Persen

Penerimaan Pajak Konsumsi Terkontraksi 16,1 Persen

Whats New
Catat, 7 Strategi Punya Rumah untuk Milenial dan Gen Z

Catat, 7 Strategi Punya Rumah untuk Milenial dan Gen Z

Earn Smart
Simak 8 Tips Menabung untuk Beli Rumah

Simak 8 Tips Menabung untuk Beli Rumah

Earn Smart
Melalui Transportasi Laut, Kemenhub Berupaya Wujudkan Konektivitas di Indonesia Timur

Melalui Transportasi Laut, Kemenhub Berupaya Wujudkan Konektivitas di Indonesia Timur

Whats New
Status 17 Bandara Internasional Dihapus, INACA Ungkap Sederet Manfaatnya untuk Penerbangan Nasional

Status 17 Bandara Internasional Dihapus, INACA Ungkap Sederet Manfaatnya untuk Penerbangan Nasional

Whats New
1 Lot Berapa Lembar Saham? Ini Perhitungan Mudahnya

1 Lot Berapa Lembar Saham? Ini Perhitungan Mudahnya

Spend Smart
Jumlah Bandara Internasional Dipangkas, InJourney Airports: Banyak yang Tidak Efisien

Jumlah Bandara Internasional Dipangkas, InJourney Airports: Banyak yang Tidak Efisien

Whats New
Usai Gempa Garut, Pertamina Pastikan SPBU hingga Pangkalan Elpiji di Jabar Aman

Usai Gempa Garut, Pertamina Pastikan SPBU hingga Pangkalan Elpiji di Jabar Aman

Whats New
Kemenkop-UKM Tegaskan Tidak Melarang Warung Madura Beroperasi 24 Jam

Kemenkop-UKM Tegaskan Tidak Melarang Warung Madura Beroperasi 24 Jam

Whats New
BTN Buka Lowongan Kerja untuk Lulusan D3 dan S1, Simak Kualifikasinya

BTN Buka Lowongan Kerja untuk Lulusan D3 dan S1, Simak Kualifikasinya

Work Smart
Ada Gempa Garut, Kereta Cepat Whoosh Tetap Beroperasi Normal

Ada Gempa Garut, Kereta Cepat Whoosh Tetap Beroperasi Normal

Whats New
Akhirnya, Bea Cukai Bebaskan Bea Masuk Alat Belajar SLB yang Tertahan Sejak 2022

Akhirnya, Bea Cukai Bebaskan Bea Masuk Alat Belajar SLB yang Tertahan Sejak 2022

Whats New
Sri Mulyani Minta Ditjen Bea Cukai Perbaiki Layanan Usai 3 Keluhan Terkait Pelayanan Viral di Medsos

Sri Mulyani Minta Ditjen Bea Cukai Perbaiki Layanan Usai 3 Keluhan Terkait Pelayanan Viral di Medsos

Whats New
Menuju Indonesia Emas 2045, Pelaku Usaha Butuh Solusi Manajemen SDM yang Terdigitalisasi

Menuju Indonesia Emas 2045, Pelaku Usaha Butuh Solusi Manajemen SDM yang Terdigitalisasi

Whats New
Jadi Sorotan, Ini 3 Keluhan Warganet soal Bea Cukai yang Viral Pekan Ini

Jadi Sorotan, Ini 3 Keluhan Warganet soal Bea Cukai yang Viral Pekan Ini

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com