Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Menteri Susi: Indonesia Bisa Cepat Kuat jika "Nyontek" Negara Tetangga

Kompas.com - 28/11/2014, 06:00 WIB
Tabita Diela

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com — Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti memberikan cara cepat memajukan sektor maritim di Indonesia. Dalam pidato kuncinya di focus group discussion yang diadakan Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Susi menyatakan bahwa seharusnya Indonesia "mencontek" saja negara tetangga dan tidak membuang waktu melakukan banyak kajian.

"Kalau mau Indonesia kuat di pasar internasional, we have to follow our neighbour. Stop untuk kajian undang-undang ini-itu. Just adopt what our neighbour doing. To be early, to be there faster than we should. Kalau kita mau bahas kagi, mau kaji lagi, ini pro, ini kontra, single market is there. Where are we?" kata Susi di Gedung Radius Prawiro, kompleks Bank Indonesia, Kamis (27/11/2014).

Ketidaksiapan Indonesia, menurut Susi, berpotensi membuat negara padat penduduk ini hanya menjadi pasar, apalagi jika para cendekiawan di negara ini bersikeras kaji ulang berbagai aturan. Pasalnya, yang kini diperlukan oleh pelaku usaha adalah tindakan nyata.

"Saya takut, Pak, kalau lihat nanti Indonesia dengan 250 juta population becomes very huge market but we produce nothing. Kita hanya dijadikan pasar saja Tiongkok masuk ke Myanmar, Thailand, ke mari (Indonesia). Kita senang adanya lembaga keuangan mau mem-financing, tetapi di satu sisi kita harus mempersiapkan environment-nya," imbuh Susi.

Lantas, seperti apa aturan yang diterapkan oleh negara tetangga? Susi mencontohkan aturan di Malaysia. Di sana, pihak yang ingin berusaha atau menanamkan modalnya di sektor perikanan mendapatkan berbagai insentif menarik. Hal ini belum dilakukan oleh Pemerintah Indonesia dan berbagai pihak terkait.

"Di Malaysia, kalau mau usaha perikanan, (yang perlu dilakukan) nomor satu, mereka bikin tulisan advertising. Kedua, free of any tax seven to twelve years. Kemudian, reward on any re-investment. Kemudian, kredit untuk perikanan only 3 percent. Indonesia, mau bibit, daftar, bayar. Ada fee, izin prinsip 0,5 persen, itu resmi. Kemudian IMB, ada per square meter. Kemudian ada final tax PPN kalau membangun sendiri 4,5 (persen). Kalau pakai kontraktor 10 persen. Kita impor mesin, mesinnya di bea cukai musti bayar PPh (Pasal) 22. Kemudian kredit, at least 10 sampai 12 persen," urai Susi.

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Lengkapi Profil
Lengkapi Profil

Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com