Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Dwi Soetjipto Diragukan

Kompas.com - 01/12/2014, 07:00 WIB
Estu Suryowati

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com – Terpilihnya Dwi Soetjipto menjadi komandan direksi PT Pertamina (Persero) yang baru, diragukan sejumlah kalangan. Dwi dinilai tidak akan bisa mentransformasi BUMN migas itu menjadi national oil company yang membanggakan.

Direktur Forum Indonesia Untuk Transparansi Anggaran (FITRA) Uchok Sky Khadafi pesimistis Dwi mampu mengelola keuangan Pertamina yang berlipat kali lebih besar dibanding PT Semen Indonesia (Persero) Tbk.

Uchok dalam diskusi Minggu (30/11/2014) memaparkan, pada 2013 aset Semen Indonesia sebesar Rp 18,8 triliun dengan utang sebesar Rp 8,9 triliun. Angka yang jauh lebih kecil dibanding aset dan utang Pertamina pada periode sama. Pada periode sama, aset Pertamina tercatat sebesar Rp 135,2 triliun dengan utang mencapai Rp 288,4 triliun.

Uchok juga menyampaikan pendapatan Semen Indonesia pada 2013 sebesar Rp 24,5 triliun dengan beban usaha sebesar Rp 13,5 triliun. Bandingkan dengan Pertamina, dimana pendapatan pada periode sama mencapai Rp 639,9 triliun dengan beban usaha sebesar Rp 536,9 triliun. Uchok meragukan Dwi bisa mengelola sumber keuangan, begitu juga dengan utang Pertamina.

“Utang Pertamina lebih banyak dari aset. Jelas Pertamina punya masalah utang agar bagaimana perusahaan tidak bangkrut. Dwi itu tidak akan mampu. Ibaratnya sama seperti Ahok yang megap-megap mengelola APBD Jakarta, karena APBD di Belitung Timur kecil,” ucap Uchok.

Sementara itu,  pengamat kebijakan publik dari Indonesian Public Institute (IPI), Karyono Wibowo menilai terpilihnya Dwi Soetjipto bisa dibilang kontroversial dari kacamata kebijakan publik.

Menurut dia, Dwi Soetjipto bukanlah orang yang ahli di bidang migas. Meski Menteri BUMN Rini Soemarno berargumen bahwa Dwi memiliki kemampuan manajerial mumpuni, Karyono mengatakan, hal itu tidak cukup bagi BUMN strategis sebesar Pertamina.

“Pertamina adalah BUMN strategis, maka pemimpinnya harus yang memiliki kemampuan, pemahaman, pengalaman di bidang migas. Sehingga ketika mau mengambil keputusan bisa tepat, dan tidak dibohong-bohongi orang-orang di sekitarnya,” ujar Karyono.

Selain itu, lanjut Karyono, proses seleksi direksi Pertamina cenderung tidak transparan dan mengarah tertutup. Pada akhirnya, lantaran tidak transparan itulah Karyono menyebut proses seleksi direksi Pertamina mengabaikan prinsip good corporate governance (GCG).

“Konon katanya tidak ada direksi lama yang diloloskan, bahkan dicalonkan sekalipun. Adapun konsultan yang ditunjuk, yakni PT DDI, dikabarkan punya hubungan dekat dengan keluarga Soemarno. Ini menimbulkan kecurigaan publik,” ucap dia.

Lebih disayangkan lagi, Karyono menambahkan, proses seleksi direksi BUMN strategis tersebut tidak melibatkan lembaga hukum seperti PPATK dan KPK. “Kalau konsisten membentuk pemerintahan yang bersih, tentu yang harus diuji atau dilihat aspek korupsinya tidak hanya menteri, tetapi semua pejabat negara dan direksi BUMN. Oleh karenanya harus melibatkan PPATK dan KPK,” imbuh Karyono.

Meski diragukan dapat mengelola keuangan dan terpilih dari seleksi yang dianggap kurang transparan, Binsar Effendy Hutabarat, Ketua Umum  Solidaritas Pensiunan Karyawan Pertamina (eSpeKaPe) memiliki secuil keyakinan pada sosok Dwi Soetjipto.

“Kami dari pensiunan Pertamina tidak begitu heran. Biar saja dari luar, yang penting dia punya prestasi. Presiden berhak menunjuk dia,” kata Binsar.

Kendati begitu, dia menyampaikan pesan agar Dwi bisa membenahi Pertamina seperti soal penyediaan BBM agar lebih merata, memberantas mafia migas, serta berani mengelola Blok Mahakam.

“Kami ingin membuktikan dulu kerja mereka (direksi baru) 100 hari. Kalau bisa mengubahnya, Dwi bagus. Kalau tidak bisa, pensiunan (eSpeKaPe) yang pertama kali akan mendemo (Dwi),” ucap Binsar.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com