Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

KPK Temukan Sejumlah Celah Potensial Korupsi dalam Dana Optimalisasi

Kompas.com - 01/12/2014, 20:46 WIB
Ambaranie Nadia Kemala Movanita

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com
- Komisi Pemberantasan Korupsi menemukan enam potensi korupsi dalam dana optimalisasi. Wakil Ketua KPK Busyro Muqoddas mengatakan, alokasi dana optimalisasi tidak sesuai dengan kriteria yang telah ditetapkan.

Pertama, kata Busyro, hasil peninjauan Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP) menyatakan, sebanyak 15 Kementerian atau Lembaga yang menerima tambahan belanja tidak mengalokasikan dananya pada program dan rincian kegiatan sesuai kriteria yang ditetapkan sebelumnya.

"Tambahan belanja yang tidak dialokasikan sebesar Rp 4,4 triliun," ujar Busyro melalui siaran pers, Senin (1/12/2014).

Kemudian, lanjut Busyro, besaran usulan DPR terkait tambahan belanja tidak sesuai ketentuan undang-undang. Berdasarkan penjelasan Pasal 15 ayat 3 UU No. 17 tahun 2013, perubahan RUU Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dapat diusulkan DPR sepanjang tidak mengakibatkan peningkatan defisit.

"Pada pelaksanaannya, terjadi peningkatan defisit dari Rp 154,2 triliun di RAPBN 2014 menjadi Rp 175,35 triliun pada UU APBN 2014," ujar dia.

Dalam poin ketiga, Busyro menjelaskan bahwa Rencana Kerja Pemerintah hasil pembahasan dengan DPR tidak ditetapkan kembali. Hal tersebut memungkinkan rencana kerja pemerintah terus berubah sampai penetapan APBN dan menyebabkan ambiguitas rencana kerja pemerintah. Padahal, kata Busyro, rencana kerja pemerintah tersebut dijadikan acuan dalam evaluasi.

"Hal tersebut memberikan hasil yang bias untuk perencanaan tahun-tahun berikutnya," kata Busyro.

Busyro mengatakan, titik potensial korupsi lainnya dalam dana optimalisasi yaitu proses penelaahan dana optimalisasi yang belum optimal. Temuan hasil peninjauan BPKP menunjukkan bahwa proses penelaahan belum efektif menyaring program yang tidak sesuai dengan rencana kerja Kementerian dan Lembaga atau rencana kerja pemerintah.

Kemudian, menurut Busyro mekanisme dan kriteria pembagian alokasi besaran dana optimalisasi pada masing-masing kementerian dan lembaga tidak transparan. Ia mengatkaan, pembagian alokasi ini diserahkan ke Badan Anggaran dan Komisi yang ditetapkan dalam rapat internal tanpa melibatkan pemerintah.

"Sehingga kementerian dan lembaga tidak mengetahui alasan mendapatkan besaran tertentu dalam alokasi tambahan belanja dan tidak siap dalam menjalankan program dan kegiatan," ujar Busyro.

Busyro mengatakan, tidak adanya peraturan tentang kriteria pemanfaatan dana optimalisasi juga berpotensi dijadikan celah korupsi. Menurut dia, hal tersebut dapat membuka peluang bagi oknum untuk mengubah poin-poin kriteria agar mengakomodasi kepentingan pihak tertentu sehingga membuat kementerian dan lembaga tidak mematuhi kriteria yang telah disepakati.

Busyro menganggap perlu adanya perbaikan dari Kementerian Keuangan dan Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional untuk meminimalisir penyimpangan penetapan dana optimalisasi.

Oleh karena itu, kata Busyro, KPK mengimbau agar mekanisme terkait pembahasan anggaran antara kementerian dan lembaga dengan DPR disempurnakan. Selain itu, menurut Busyro perlu adanya penguatan regulasi terkait kriteria pengalokasian dan penggunaan dana optimalisasi dan memformalkan perubahan rencana kegiatan pemerintah agar tidak terus berubah.

"Serta mengontrol besaran defisit atas usulan perubahan APBN oleh DPR pada saat proses pembahasan dan meningkatkan transparansi kepada publik terkait RKP hasil pembahasan serta usulan prioritas penggunaan dan pembagian besaran tambahan belanja versi pemerintah dan hasil pembahasan DPR," kata Busyro.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com