“Ini bagus. Sudah ada beberapa kebijakan (terkait penangkapan ikan itu),” ujar Indroyono ketika diminta tanggapan soal penilaian BPS tersebut, Selasa (2/12/2014). Indroyono pun lalu menyebutkan sederet kebijakan yang sudah dijalankan terkait penanganan penangkapan ilegal tersebut.
Pertama, sebut Indroyono, KKP telah mengeluarkan kebijakan membuka semua data terkait kapal penangkapan ikan di situs internet kementeriannya. "Sehingga semua orang tahu kapal itu kapal bodong atau enggak," ujar dia.
Lalu, lanjut Indroyono, ada kebijakan melarang bongkar muat ikan di tengah laut. Kebijakan berikutnya, sebut dia, adalah penindakan tegas atas praktik penangkapan ikan ilegal. Keempat, kata Indroyono, KKP juga menindak kapal yang kedapatan tak melapor ketika vessel monitoring system (VMS) mereka mati dalam kurun 1x24 jam.
Kebijakan terakhir, sebut Indroyono, adalah penenggelaman kapal yang kedapatan melakukan penangkapan ikan secara ilegal. “(Penenggelaman kapal) ini sudah diatur dengan UU Nomor 45 (Tahun 2009) Pasal 69. Semua ini mengacu FAO (yaitu) Code of Conduct for Responsible Fisheries (CCRF). Jadi ini sifatnya universal. Jadi langkah ini benar,” tegas dia.
Dengan serangkaian kebijakan tersebut, kata Indroyono, masyarakat sekarang mulai bisa mendapatkan ikan berkualitas dengan harga yang lebih murah. "(Bahkan) sekarang para pembeli ikan dari negara tetangga sudah datang langsung (ke Indonesia untuk) membeli ikan. Pasokan mereka pun bisa kita tambah," ujar dia.
Sebelumnya, BPS mencatat harga ikan segar sepanjang November 2014 turun 0,37 persen dibandingkan bulan sebelumnya. “Kami menduga juga ini (karena) adanya pelarangan illegal fishing, (dari sebelumnya) langsung diekspor sekarang ditahan. Produksinya kan harus dijual, dan masuklah ke (pasar) dalam negeri. Harga menjadi turun,” kata Kepala BPS Suryamin, dalam paparannya, Senin.