Aturan ini tertuang dalam Surat Edaran Direktur Jenderal (Dirjen) Mineral dan Batubara, Kementerian Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) No 08.E/30/DJB/2014 tentang Kewajiban Peningkatan Tahap Kegiatan bagi KK dan PKP2B yang diteken Dirjen Mineral dan Batubara Sukhyar, 26 November 2014.
Pemerintah menyatakan, tujuan aturan ini adalah menata industri pertambangan. Para penambang tak boleh menelantarkan areal konsesi. Mereka wajib menjalankan tahap eksplorasi, konstruksi dan produksi. Jika gagal dalam eksplorasi, mereka wajib mengembalikannya ke negara. Dalam catatan pemerintah, dari 34 pemegang KK dan PKP2B, saat ini 10 perusahaan masih dalam tahap eksplorasi.
"Dari 73 PKP2B batubara hanya 55 yang berproduksi, sisanya studi kelayakan, konstruksi bahkan eksplorasi," kata Sukhyar, Rabu (3/12/2014).
Perusahaan pemegang KK dan PKP2B yang masih dalam tahap eksplorasi antara lain PT Iriana Mutiara Mining, PT Kalimantan Surya Kencana, PT Wolya Aceh Minerals, PT Sumbawa Timur Mining, PT Ratah Coal, PT Julai Coal, dan PT Pari Coal. Ultimatum ini juga berlaku bagi pemegang KK dan PKP2B yang memiliki lebih dari satu areal pertambangan.
Dia mencontohkan, PT Newmont Nusa Tenggara saat ini memiliki beberapa areal pertambangan. Newmont memang sudah mengeksploitasi tambang Batu Hijau. Tapi, perusahaan itu masih mengeksplorasi di Blok Elang, Blok Rinti, Blok Lunyuk dan Blok Teluk Panas. Hal serupa terjadi dengan PT Arutmin Indonesia. "Seharusnya tahap di semua blok sama," tandasnya.
Namun ultimatum pemerintah itu mendapat respons dingin dari pengusaha. Tony Wenas, Wakil Ketua Indonesian Mining Association (IMA) mengingatkan, pemerintah tak bisa sepihak meminta pengembalian lahan tambang dari pengusaha. Sebab, sudah ada kontrak dan aturannya. Ketimbang menekan pengusaha, Tony menyarankan pemerintah mengkaji faktor penghambat bisnis pertambangan dan memberesinya. Misalnya, butuh empat tahun untuk mengurus izin pinjam pakai lahan. (Muhammad Yazid)
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.