Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Belajar dari Nauru, Negara yang Penduduknya Suka Berfoya-foya tetapi Kini Merana

Kompas.com - 08/12/2014, 08:00 WIB

Ryan Filbert 
@RyanFilbert

KOMPAS.com
 — Tidak banyak orang yang mengenal Nauru, sebuah kepulauan yang berjarak 4.000 kilometer dari Sydney, Australia. Nauru adalah kepulauan yang pada tahun 1960 memiliki kekayaan berlimpah karena ditemukannya fosfat yang berasal dari ribuan tahun sebelumnya.

Penemuan tersebut menyebabkan kepulauan Nauru memiliki pertambangan fosfat pertamanya, yang didirikan oleh pihak asing. Pada tahun 1980-an, Nauru menjadi negara terkaya sedunia, bila dilihat dari pendapatan per kapitanya.

Menjadi orang kaya baru membuat warga Nauru banyak meninggalkan pekerjaannya dan memilih berlibur melanglang buana. Mereka juga mulai gemar mengonsumsi alkohol dan merokok. Hingga pada tahun 2007, WHO mengumumkan bahwa 71,7 persen penduduk Nauru kelebihan berat badan (obesitas).

Sementara itu, eksploitasi pertambangan di kepulauan Nauru pun kini telah berubah menjadi bencana karena daerah-daerah yang telah selesai dieksploitasi mengalami kerusakan parah, dan terjadi kerusakan lingkungannya hingga mencapai 75 persen dari seluruh wilayahnya.

Persediaan fosfat kepulauan Nauru pun sebenarnya telah mengalami penurunan drastis sesaat setelah ia dinobatkan menjadi negara terkaya sedunia, yaitu pada era yang sama pada tahun 1980-an. Pada tahun 2001, Nauru mulai bergantung dan berutang kepada negara Australia.

Setidaknya dari perjalanan Nauru, warganya menyadari bahwa mereka melupakan masa depan ketika kejayaan hadir di depan mereka, dan mereka juga lupa bahwa setelah adanya tindakan eksploitasi, diperlukan adanya rehabilitasi.

Apa yang terjadi pada Nauru membuat saya berpikir mengenai apa yang terjadi di negara kita tercinta, Indonesia. Eksploitasi besar-besaran sudah menjadi isu sejak lama di negara kita, semenjak dibukanya pertambangan di daerah-daerah secara agresif, adanya penebangan kayu secara ilegal, hingga dijualnya kekayaan-kekayaan negara kepada pihak asing.

Setelah mengambil pelajaran yang diberikan oleh Nauru bagi kita, sudah seharusnya kita berpikir ke depan dan menyadari bahwa memikirkan masa depan itu sangat diperlukan. 

Ketika saya menulis artikel ini, laman Facebook saya begitu ramai membahas suhu di kota Jakarta dan sekitarnya, yang hampir menyentuh level 40 derajat celsius. Entah Anda menyadarinya atau tidak, hari ini Indonesia semakin bertambah panas, dan demikian juga dengan dunia kita. Banyak orang pun menggunakan istilah "global warming", yang juga ditandai dengan melelehnya lapisan es di Kutub Utara.

Beberapa minggu lalu, saya juga mendapati bahwa daerah Sumatera sedang tertutup kabut asap akibat pembakaran hutan. Maaf, lebih tepatnya karena dibakarnya hutan. Yang menjadi pertanyaan besarnya adalah, ”Tindakan apa yang harus kita lakukan agar kejadian Nauru tidak terjadi di negara kita tercinta Indonesia?”

Hari ini, tindakan yang dilakukan berdasarkan kesadaran akan masa depan memang mulai timbul di Indonesia. Contohnya, kesadaran akan go green dan daur ulang, yang dikenal dengan reduce-reuse-recycle.

Namun, menurut saya pribadi, tindakan yang dilakukan masih sebatas mengurangi dampak yang lebih jauh saja.Tindakan nyata yang diperlukan untuk mengembalikan keseimbangan alam adalah dengan kembali menghijaukan Indonesia, bukan dengan sebuah pencitraan belaka.

Pembangunan secara besar-besaran yang terjadi di Indonesia menyebabkan ruang hijau berkurang secara drastis. Bayangkan bila sebuah kota seperti Jakarta tinggal memiliki ruang hijau sebanyak 10 persen saja.

Berkaca dari apa yang terjadi di Nauru, kita belajar untuk tidak memikirkan keuntungan ekonomi semata. Sebuah gagasan reborn berarti membangkitkan ulang suatu daerah atau area hijau, dan ini adalah sebuah tindakan nyata yang diambil untuk melengkapi kesadaran akan pentingnya keseimbangan alam bagi hidup kita.

Salam Investasi untuk Indonesia

ryan filbert Ryan Filbert


Ryan Filbert merupakan praktisi dan inspirator investasi Indonesia. Berusia 28 tahun, Ryan memulai petualangan dalam investasi dan keuangan semenjak usia 18 tahun. Aneka instrumen dan produk investasi dijalani dan dipraktikkan, mulai dari deposito, obligasi, reksadana, saham, options, ETF, CFD, forex, bisnis, hingga properti. Semenjak 2012, Ryan mulai menuliskan perjalanan dan pengetahuan praktisnya. Buku-buku yang telah ditulis antara lain: Investasi Saham ala Swing Trader Dunia, Menjadi Kaya dan Terencana dengan Reksa Dana, Negative Investment: Kiat Menghindari Kejahatan dalam Dunia Investasi dan Hidden Profit from The Stock Market. Pada bulan Oktober, Ryan Filbert menerbitkan 2 seri buku baru pada trading saham berjudul Bandarmologi dan investasi pada properti Rich Investor from Growth Property.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com