"Ritel diharapkan bisa tumbuh lebih cepat," kata Managing Director and Chief Financial Officer Bank Mandiri, Pahala N Mansury, di Bukittinggi, Sumatera Barat, Jumat (12/12/2014).
Per September 2014, sebut dia, kredit ritel Bank Mandiri tumbuh 49 persen. "Selama ini (pendapatan) Bank Mandiri disebut dari (segmen kredit) korporasi. Tenyata pendapatan juga besar dari ritel," aku Pahala.
Dia memperkirakan kredit ritel akan tumbuh 33 persen dalam enam tahun ke depan dan bisa mencapai kisaran pertumbuhan 45 persen sampai 47 persen pada 2020. "Kontribusi dari ritel bisa sampai 65 persen pada waktu itu (2020)," katanya.
Menurut Pahala, segmen ritel terkait erat dengan mikro. Setiap pertumbuhan ekonomi 5 persen sampai 6 persen, akan mendorong pertumbuhan kredit untuk sektor ritel sebesar 25 persen sampai 30 persen. Dia menambahkan, kredit mikro (SME) juga tumbuh 22 persen hingga 23 persen pada enam tahun ke depan.
Bonus demografi
Optimisme Pahala ini berlatar proyeksi dan profil ekonomi Indonesia pada masa mendatang. Meskipun pada kuartal ketiga 2014 pertumbuhan ekonomi baru 5,1 persen dan tahun depan masih di kisaran yang tak jauh berbeda, Bank Mandiri memperkirakan dalam dua atau tiga tahun mendatang pertumbuhan ekonomi Indonesia berada di kisaran 6 persen sampai 6,5 persen.
"(Proyeksi kami) pada 2016 sudah lebih dari 5,5 persen, terus naik sampai 2020 (di kisaran antara 6 persen sampai 6,5 persen itu)," tutur Pahala.
Motor pertumbuhan tersebut, ujar dia, masih dari konsumsi masyarakat. Di sinilah poin bidikan untuk menjadikan segmen ritel sebagai tumpuan bisnis.
Dengan 250-an juta penduduk, papar Pahala, setiap tahun di Indonesia ada 7 juta hingga 8 juta orang baru yang naik "kelas" ke kelompok masyarakat kelas menengah. Kelompok ini adalah orang-orang dengan pengeluaran per hari antara 2 dollar AS hingga 3 dollar AS. Pada 2020, lanjut dia, jumlah orang yang naik kelas ini bisa bertambah lagi ke level 9 juta sampai 10 juta orang per tahun.
Selain itu, kata Pahala, orang Indonesia yang belum punya akses ke sistem keuangan masih 59 persen. Proporsi kredit terhadap pendapatan domestik bruto juga masih rendah. "(Karenanya) pada 2013-2020 ritel adalah andalan, dengan proyeksi pertumbuhan revenue di atas 20 persen," sebut dia.
Sebagai pembanding, sebut Pahala, pertumbuhan pendapatan di segmen wholesale (korporat) hanya di kisaran 11 persen hingga 13 persen per tahun. "Tinggal dicari bagaimana bisa bersaing di segmen ritel," ujar dia.
Bila menangani segmen korporat setiap pegawai cukup menangani satu debitur, sebut dia memberikan gambaran, di segmen ritel tak mungkin berlaku hal yang sama.
Belum lagi, lanjut Pahala, potensi dari 180 juta orang yang layak mendapat akses keuangan tetapi belum terjangkau oleh akses tersebut. "Dari 180 juta potensi, baru 70 juta terlayani. Tapi, caranya memang harus beda," kata dia sembari menyebutkan penetrasi pasar barang konsumsi dengan perbankan dari jumlah outlet barang dan kantor cabang bank.
Inovasi, kata Pahala, jadi kata kunci untuk memperdalam penetrasi segmen ritel. "Seperti branchles banking, yang memungkinkan akses perbankan tanpa harus ke bank. Bisa libatkan agen dan bahkan menggunakan telepon genggam biasa," ujar dia.
Pahala menambahkan, percepatan pertumbuhan ekonomi juga sangat terkait dengan kecepatan perputaran uang. Inovasi penggunaan uang elektronik yang bahkan bisa ditransaksikan lewat telepon genggam yang tak harus canggih, akan punya peran besar karenanya.
"Bicara segmen mikro tak hanya soal kredit, tapi juga bisa mengembangkan unit bisnis lain non-bank, seperti asuransi," tegas Pahala. (Baca juga: "Pak Jokowi Punya Revolusi Mental, Kami Mau Revolusi Dompet").
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.