Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Rupiah Terpuruk, Menko Perekonomian Sebut Dollar Pulang Kampung

Kompas.com - 15/12/2014, 18:25 WIB
Icha Rastika

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Menteri Koordinator Perekonomian Sofyan Djalil menilai terpuruknya nilai tukar rupiah terhadap dollar AS disebabkan tren perekonomian Amerika Serikat yang tengah berkembang baik. Menurut Sofyan, fenomena depresiasi mata uang ini bukan hanya terjadi di Indonesia.

“Ini bukan gejala spesifik Indonesia, orang mengatakan mega tren dollar AS itu pulang kampong karena ekonomi AS ternyata bagus sekali. Oleh sebab itu dollar yang tadinya di luar, mereka melihat opportunity di AS lebih baik. Oleh karena itu, dollar mulai kembali ke AS,” kata Sofyan di Kantor Wakil Presiden Jakarta, Senin (15/12/2014).

Untuk diketahui, kata Sofyan, bukan hanya rupiah yang mengalami depresiasi. Dari Desember 2013 hingga Desember 2014, rupiah hanya terdepresiasi 2,5 persen. Sementara Yen, sebut Sofyan, terdepresiasi 15 persen, dan Baht sekitar 6 persen.

“Malaysia Ringgit sekitar 5-6 persen, seluruh mata uang dunia mengalami hal yang sama,” sambung dia.

Di samping itu, penguatan dollar AS terbantu dengan rencana The Federal Reserve untuk menaikkan tingkat suku bunga di AS. Pada 19 Desember nanti, The Federal Open Market Committee akan menggelar pertemuan mengenai suku bunga tersebut.

“Kalau keputusan FOCM misalnya menaikkan suku bunga FED, investasi dollar jadi lebih menarik lagi,” ucap Sofyan.

Ia juga menilai terpuruknya rupiah saat ini tidak terlepas dari pengaruh kebijakan pemerintah masa lalu. Mengenai strategi pemerintah untuk menekan terpuruknya rupiah, Sofyan mengatakan bahwa saat ini tidak banyak hal yang bisa dilakukan pemerintah. Apalagi, kata dia, pada akhir tahun ini biasanya terjadi fenomena perusahaan-perusahaan menukarkan dollar yang mereka miliki untuk membayar utang.

Ia pun berharap pada tahun depan defisit perdagangan bisa diperbaiki sehingga rupiah akan terefleksi. Sofyan juga menilai hanya akan membuang-buang devisa jika Bank Indonesia melakukan intervensi.

“Kalau BI melakukan intervensi, saya tidak tahu, tetapi tentu BI akan mengambil tindakan. Tetapi dalam tren yang seperti ini, kalau diintervensi dalam jumlah besar-besaran, itu habis devisa saja dan kita tidak mampu menahan karena trennya seperti yang saya sebutkan tadi,” ujar Sofyan.

Kendati demikian, menurut dia, dalam jangka pendek pemerintah akan melakukan upaya menjaga nilai Rupiah dengan mengurangi defisit perdagangan, menaikkan ekspor, dan mengurangi impor. Sedangkan untuk jangka menengah, lanjut Sofyan, pemerintah akan meningkatkan pertumbuhan industri manufaktur.

“Sekarang Anda tahu, manufaktur kita tumbuhnya negatif, akibatnya segala sesuatu hampir semua kita impor, berbagai komponen. tetapi dengan mata uang rupiah melemah, sebenarnya juga kesempatan bagi industri kita untuk meningkatkan ekspor,” kata dia.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Indef: Banjir Barang Impor Harga Murah Bukan Karena TikTok Shop, tapi...

Indef: Banjir Barang Impor Harga Murah Bukan Karena TikTok Shop, tapi...

Whats New
Emiten Menara TBIG Catat Pendapatan Rp 6,6 Triliun Sepanjang 2023

Emiten Menara TBIG Catat Pendapatan Rp 6,6 Triliun Sepanjang 2023

Whats New
LKPP: Nilai Transaksi Pemerintah di e-Katalog Capai Rp 196,7 Triliun Sepanjang 2023

LKPP: Nilai Transaksi Pemerintah di e-Katalog Capai Rp 196,7 Triliun Sepanjang 2023

Whats New
?[POPULER MONEY] Kasus Korupsi Timah Seret Harvey Moeis | Pakaian Bekas Impor Marak Lagi

?[POPULER MONEY] Kasus Korupsi Timah Seret Harvey Moeis | Pakaian Bekas Impor Marak Lagi

Whats New
Kemenhub Fasilitasi Pemulangan Jenazah ABK Indonesia yang Tenggelam di Perairan Jepang

Kemenhub Fasilitasi Pemulangan Jenazah ABK Indonesia yang Tenggelam di Perairan Jepang

Whats New
Apa Pengaruh Kebijakan The Fed terhadap Indonesia?

Apa Pengaruh Kebijakan The Fed terhadap Indonesia?

Whats New
Gandeng Telkom Indonesia, LKPP Resmi Rilis E-Katalog Versi 6

Gandeng Telkom Indonesia, LKPP Resmi Rilis E-Katalog Versi 6

Whats New
Ekonomi China Diprediksi Menguat pada Maret 2024, tetapi...

Ekonomi China Diprediksi Menguat pada Maret 2024, tetapi...

Whats New
Berbagi Saat Ramadhan, Mandiri Group Berikan Santunan untuk 57.000 Anak Yatim dan Duafa

Berbagi Saat Ramadhan, Mandiri Group Berikan Santunan untuk 57.000 Anak Yatim dan Duafa

Whats New
Tarif Promo LRT Jabodebek Diperpanjang Sampai Mei, DJKA Ungkap Alasannya

Tarif Promo LRT Jabodebek Diperpanjang Sampai Mei, DJKA Ungkap Alasannya

Whats New
Bisnis Pakaian Bekas Impor Marak Lagi, Mendag Zulhas Mau Selidiki

Bisnis Pakaian Bekas Impor Marak Lagi, Mendag Zulhas Mau Selidiki

Whats New
Cara Reaktivasi Penerima Bantuan Iuran BPJS Kesehatan

Cara Reaktivasi Penerima Bantuan Iuran BPJS Kesehatan

Work Smart
Kehabisan Tiket Kereta Api? Coba Fitur Ini

Kehabisan Tiket Kereta Api? Coba Fitur Ini

Whats New
Badan Bank Tanah Siapkan Lahan 1.873 Hektar untuk Reforma Agraria

Badan Bank Tanah Siapkan Lahan 1.873 Hektar untuk Reforma Agraria

Whats New
Dukung Pembangunan Nasional, Pelindo Terminal Petikemas Setor Rp 1,51 Triliun kepada Negara

Dukung Pembangunan Nasional, Pelindo Terminal Petikemas Setor Rp 1,51 Triliun kepada Negara

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com