Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ambil Alih Terlalu Rumit, Menko Perekonomian Cenderung Pailitkan Tuban Petro

Kompas.com - 14/01/2015, 09:53 WIB
Estu Suryowati

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com – Rekomendasi Tim Reformasi Tata Kelola Minyak dan Gas Bumi  agar kilang di Indonesia memproduksi RON92  terancam molor. Kilang PT Trans Pasific Petrochemical Indotama (TPPI), Tuban, yang menjadi salah satu harapan besar, masih terbebani masalah utang-piutang serta masalah hukum.

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Sofyan Djalil yang memimpin rapat koordinasi, Selasa (13/1/2015) malam menyampaikan, rapat yang dihadiri direksi PT Pertamina (Persero), direksi TPPI, PT Perusahaan Pengelola Aset (PPA) dan juga Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Sudirman Said tersebut membahas kondisi terkini dari kilang TPPI dan holding pengelolanya yakni PT Tuban Petrochemical Industries (Tuban Petro).

“Aduh. Kondisinya rumit sekali (Tuban Petro). Saya barangkali pilihannya mungkin harus kita pailitkan itu, barangkali itu,” ucap Sofyan ditanya soal posisi Tuban Petro.

Sementara itu mengenai kemungkinan akuisisi, Sofyan menjelaskan akuisisi tidak semudah seperti yang dibayangkan. Banyak sekali masalah di Tuban Petro yang dia akui sangat rumit.

Sofyan lebih lanjut bilang, meskipun Pertamina punya kompetensi untuk mengelola kilang TPPI, masalah utang Tuban Petro yang tinggi menjadi kendala. "Enggak semudah itu. Kendalanya macam-macam lah. Harusnya dari dulu-dulu waktu saya jadi Menteri BUMN, saya pailitkan. Tapi tertunda 10 tahun,” kata dia.

Sofyan menambahkan, meski mempailitkan Tuban Petro adalah salah satu langkah paling realistis, namun pemerintah masih melihat alternatif lain. Kalaupun tidak ada alternatif lain, dia berharap proses pemailitan Tuban Petro dilakukan lebih cepat.

Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Rini Mariani Soemarno menegaskan wacana akuisisi Tuban Petro oleh Pertamina masih sangat jauh dari realisasi. “Masih jauh karena masalah hukumnya masih berat. Jadi, kita melihat betul masalahnya. Yang paling utama adalah bagaimana melihat sehingga kontrol perusahaan jelas, yang sekarang sedang dipegang oleh PPA,” ucap Rini.

Sementara itu, Direktur Utama Pertamina Dwi Soetjipto tidak berkomentar banyak perihal alotnya proses akuisisi tersebut. Dwi secara gamblang menyebut utang Tuban Petro terlalu banyak, sehingga wacana akuisisi pun masih jalan di tempat. “Belum sampai mana-mana. Utangnya banyak. Ya kalau perusahaan utangnya banyak, gimana,” kata Dwi.

Dihubungi terpisah, Ketua Tim Reformasi Tata Kelola Migas, Faisal Basri mendesak pemerintah untuk memutuskan segera akuisisi terhadap Tuban Petro. Faisal yakin, pemerintah sudah mendapat banyak masukan terkait akuisisi Tuban Petro.

"Kami hanya berharap diselesaikan tuntas segera. Pemegang saham mayoritas ada di tangan Pertamina dan pemerintah,” kata Faisal kepada Kompas.com, Selasa malam.

Lebih lanjut dia bilang, sangat disayangkan jika pemerintah dan Pertamina tidak berhasil mengambil-alih Tuban Petro, dan lebih memilih untuk mempailitkannya.

“Sangat sayang. Potensi Tuban Petro dan TPPI, Polytama dan PON bisa menambah kapasitas produksi pertamax dan memanfaatkan kelebihan naphta Pertamina yang selama ini diekspor,” kata dia.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Heboh Loker KAI Dianggap Sulit, Berapa Sih Potensi Gajinya?

Heboh Loker KAI Dianggap Sulit, Berapa Sih Potensi Gajinya?

Whats New
Tantangan Menuju Kesetaraan Gender di Perusahaan pada Era Kartini Masa Kini

Tantangan Menuju Kesetaraan Gender di Perusahaan pada Era Kartini Masa Kini

Work Smart
Bantuan Pesantren dan Pendidikan Islam Kemenag Sudah Dibuka, Ini Daftarnya

Bantuan Pesantren dan Pendidikan Islam Kemenag Sudah Dibuka, Ini Daftarnya

Whats New
Tanggung Utang Proyek Kereta Cepat Whoosh, KAI Minta Bantuan Pemerintah

Tanggung Utang Proyek Kereta Cepat Whoosh, KAI Minta Bantuan Pemerintah

Whats New
Tiket Kereta Go Show adalah Apa? Ini Pengertian dan Cara Belinya

Tiket Kereta Go Show adalah Apa? Ini Pengertian dan Cara Belinya

Whats New
OJK Bagikan Tips Kelola Keuangan Buat Ibu-ibu di Tengah Tren Pelemahan Rupiah

OJK Bagikan Tips Kelola Keuangan Buat Ibu-ibu di Tengah Tren Pelemahan Rupiah

Whats New
Pj Gubernur Jateng Apresiasi Mentan Amran yang Gerak Cepat Atasi Permasalahan Petani

Pj Gubernur Jateng Apresiasi Mentan Amran yang Gerak Cepat Atasi Permasalahan Petani

Whats New
LPEI dan Diaspora Indonesia Kerja Sama Buka Akses Pasar UKM Indonesia ke Kanada

LPEI dan Diaspora Indonesia Kerja Sama Buka Akses Pasar UKM Indonesia ke Kanada

Whats New
Unilever Tarik Es Krim Magnum Almond di Inggris, Bagaimana dengan Indonesia?

Unilever Tarik Es Krim Magnum Almond di Inggris, Bagaimana dengan Indonesia?

Whats New
Simak 5 Cara Merapikan Kondisi Keuangan Setelah Libur Lebaran

Simak 5 Cara Merapikan Kondisi Keuangan Setelah Libur Lebaran

Earn Smart
Studi Kelayakan Kereta Cepat ke Surabaya Digarap China, KAI: Kita Enggak Ikut

Studi Kelayakan Kereta Cepat ke Surabaya Digarap China, KAI: Kita Enggak Ikut

Whats New
Pelemahan Nilai Tukar Rupiah Bisa Berimbas ke Harga Barang Elektronik

Pelemahan Nilai Tukar Rupiah Bisa Berimbas ke Harga Barang Elektronik

Whats New
Pendaftaran UM-PTKIN 2024 Sudah Dibuka, Ini Link, Jadwal, hingga Alurnya

Pendaftaran UM-PTKIN 2024 Sudah Dibuka, Ini Link, Jadwal, hingga Alurnya

Whats New
Rincian Harga Emas di Pegadaian Hari Ini 23 April 2024

Rincian Harga Emas di Pegadaian Hari Ini 23 April 2024

Spend Smart
Pembentukan Badan Penerimaan Negara Masuk Dokumen Rencana Kerja Pemerintah 2025

Pembentukan Badan Penerimaan Negara Masuk Dokumen Rencana Kerja Pemerintah 2025

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com