Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pemerintah Bakal Hapus NJOP, PBB, dan BPHTB

Kompas.com - 30/01/2015, 09:40 WIB


JAKARTA, KOMPAS.com -
Pemerintah berjanji mengurai satu per satu hambatan bidang pertanahan dan perumahan. Satu contoh yang sedang dibahas serius Kementerian Agraria dan Tata Ruang adalah rencana penghapusan Nilai Jual Objek Pajak (NJOP), Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), serta Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB).

Sebagai tahap awal, rencana ini berlaku bagi rumah tinggal, rumah ibadah, dan rumah sakit. PBB dan BPHTB tetap dipungut bagi properti komersial, seperti hotel, restoran dan warung, serta properti dengan luas di atas 200 meter.

"Di bawah luas itu, BPHTB akan dihapus," kata Ferry Mursyidan Baldan, Menteri Agraria dan Tata Ruang, Kamis (29/1/2015).

Dia berjanji rancangan ini segera tuntas dan diusulkan kepada Kementerian Keuangan. Ada sejumlah alasan rencana ini. Ferry mencontohkan, NJOP selama ini bak tak ada gunanya. Faktanya harga pasaran properti di atas NJOP. NJOP baru dipakai untuk menyiasati pungutan pajak jual beli tanah, agar membayar setoran lebih rendah.

"Makanya, kami ingin agar NJOP dihapus saja," tandasnya.

Sebagai gantinya, Kementerian Agraria akan menetapkan harga pasaran tanah atau bangunan yang berlaku di tiap wilayah dan berlaku satu tahun. Harga patokan ini yang akan dipakai sebagai acuan pungutan pajak daerah.

Sementara rencana penghapusan PBB dan BPHTB bertujuan untuk meringankan beban masyarakat saat membeli rumah. Menurut Ferry, Kementerian Agraria hanya menetapkan pungutan tersebut sekali saat pengurusan sertifikat tanah atau bangunan.

Wakil Menteri Keuangan Mardiasmo menyatakan, rencana Kementerian Agraria untuk menghapus PBB tidak akan berdampak besar pada penerimaan negara. Sebab, "PBB sudah masuk ke pajak daerah," ujar Mardiasmo. Pengusaha properti juga oke-oke saja dengan rencana ini.

Eddy Hussy, Ketua Umum DPP Real Estate Indonesia (REI) menilai, NJOP memang sudah saatnya ditata dan diperbaiki dengan menyesuaikan kondisi pasar. Pengamat pajak, Yustinus Prastowo, memang setuju bahwa NJOP perlu diganti dengan harga patokan yang lebih jelas. Namun, kebijakan ini bisa membebani pembeli properti. Sebab pemerintah daerah bisa saja semena-mena menetapkan pungutan baru dan besaran tarifnya.

Kalau dicermati, manfaat dari penghapusan PBB, NJOP dan BPHTB masih samar-samar. Tiga jenis pungutan itu sudah menjadi domain pemerintah daerah. Sehingga, penerapan harga patokan tanah, misalnya, bisa saja pada akhirnya juga setara harga yang ditetapkan dalam NJOP. Pun halnya dengan pungutan BPHTB.

Selama ini BPHTB juga dipungut sekali saat ada transaksi saja. Jadi, apa ya, manfaat dari rencana ini? (Adinda Ade Mustami, Agus Triyono, Jane Aprilyani)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Sumber
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

KKP Gandeng Kejagung untuk Kawal Implementasi Aturan Tata Kelola Lobster

KKP Gandeng Kejagung untuk Kawal Implementasi Aturan Tata Kelola Lobster

Whats New
Pengusaha Harap Putusan MK soal Pilpres Dapat Ciptakan Iklim Investasi Stabil

Pengusaha Harap Putusan MK soal Pilpres Dapat Ciptakan Iklim Investasi Stabil

Whats New
IHSG dan Rupiah Kompak Menguat di Akhir Sesi 23 April 2024

IHSG dan Rupiah Kompak Menguat di Akhir Sesi 23 April 2024

Whats New
Rupiah Diramal Bisa Kembali Menguat di Bawah Rp 16.000 Tahun Ini

Rupiah Diramal Bisa Kembali Menguat di Bawah Rp 16.000 Tahun Ini

Whats New
Bagaimana Prospek IPO di Indonesia Tahun Ini Usai Pemilu?

Bagaimana Prospek IPO di Indonesia Tahun Ini Usai Pemilu?

Whats New
Harga Makanan Global Diperkirakan Turun, Konsumen Bakal Lega

Harga Makanan Global Diperkirakan Turun, Konsumen Bakal Lega

Whats New
Laba Bersih Astra Agro Lestari Turun 38,8 Persen, Soroti Dampak El Nino

Laba Bersih Astra Agro Lestari Turun 38,8 Persen, Soroti Dampak El Nino

Whats New
Naik, Pemerintah Tetapkan Harga Acuan Batu Bara hingga Emas April 2024

Naik, Pemerintah Tetapkan Harga Acuan Batu Bara hingga Emas April 2024

Whats New
Alasan Mandala Finance Tak Bagi Dividen untuk Tahun Buku 2023

Alasan Mandala Finance Tak Bagi Dividen untuk Tahun Buku 2023

Whats New
Efek Panjang Pandemi, Laba Bersih Mandala Finance Turun 35,78 Persen

Efek Panjang Pandemi, Laba Bersih Mandala Finance Turun 35,78 Persen

Whats New
Heboh soal Beli Sepatu Rp 10 Juta Kena Bea Masuk Rp 31 Juta, Cek Ketentuannya

Heboh soal Beli Sepatu Rp 10 Juta Kena Bea Masuk Rp 31 Juta, Cek Ketentuannya

Whats New
KB Bank Targetkan Penyelesaian Perbaikan Kualitas Aset Tahun Ini

KB Bank Targetkan Penyelesaian Perbaikan Kualitas Aset Tahun Ini

Whats New
Astra Agro Lestari Sepakati Pembagian Dividen Rp 165 Per Saham

Astra Agro Lestari Sepakati Pembagian Dividen Rp 165 Per Saham

Whats New
Ditopang Pertumbuhan Kredit, Sektor Perbankan Diprediksi Semakin Moncer

Ditopang Pertumbuhan Kredit, Sektor Perbankan Diprediksi Semakin Moncer

Whats New
Survei: 69 Persen Perusahaan Indonesia Tak Rekrut Pegawai Baru untuk Hindari PHK

Survei: 69 Persen Perusahaan Indonesia Tak Rekrut Pegawai Baru untuk Hindari PHK

Work Smart
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com