Menurut dia, mengembangkan mobil nasional dengan menggandeng Proton merupakan langkah yang tidak tepat. Didik mengkritik kebijakan itu dengan menyebut pemerintahan Jokowi sedang "mengigau".
"Kalau bikin Mobnas (menggandeng Proton) itu seperti mengigau. Tidak bisa gitu harus di-planing dengan baik, harus ada ahlinya, gak bisa kita ngigau terus langsung dilaksanakan," ujar Didik saat dihubungi Kompas.com, Jakarta, Minggu malam (8/2/2015).
Ia mengatakan, tak habis pikir mengapa pilihannya jatuh ke Proton. Bahkan, kata Didik, mobil proton di Indonesia masih jarang dan kurang diminati masyarakat Indonesia. Apalagi bisnis penjualan mobil Proton di Malaysia juga terus turun.
Seharusnya kata Didik, pemerintah lebih baik membicarakan hal penting lainnya dalam hal ekonomi. Salah satu yang menurutnya wajib dibicarakan dengan Malaysia yaitu terkait industri hilir sawit.
"Kalau sama Malaysia ini ya bicarakan misalnya industri hilir sawit. Pantas itu, karena mereka lebih terdepan dalam industri sawit dari kita," kata dia.
Meski mengkritik pemerintah, Didik tetap memberikan saran apabila pemerintah memang benar-benar ingin mengembangkan mobil nasional. Caranya kata dia, Indonesia harus menguasai komponen mobil.
"Jadi saya usulkan Esemka saja jadi Mobnas. Ini kan jadinya tertawaan saja ini (masa) dari Esemka jadi Proton," ucap Didik.
Sebelumnya, Proton dan PT Adiperkasa Citra Lestari (Adiperkasa) menandatangani nota kesepahaman (MoU) Penandatanganan MoU itu disaksikan Presiden RI Joko Widodo dan Perdana Menteri Malaysia Najib Razak di Kuala Lumpur, Malaysia, Jumat (6/2/2015).
baca juga: "Kalau Mau Jadi Mobnas, Mestinya Kerja Sama dengan BUMN"
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.