Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ekonom: Banyak Pemda Serampangan Terbitkan Perda

Kompas.com - 24/02/2015, 14:11 WIB
Estu Suryowati

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com – Ekonom senior INDEF Aviliani mengkritisi pemerintah daerah yang akhir-akhir ini dinilainya makin serampangan mengeluarkan Peraturan Daerah (Perda), tak terkecuali Pemerintah Provinsi DKI Jakarta.

Hal tersebut dia sampaikan dalam diskusi bertajuk ‘Mengawal Nawacita: Analisis Kritis terhadap APBNP 2015’, di Jakarta, Selasa (24/2/2015). Menurut Aviliani, Pemda memang berhak berupaya menaikkan Pendapatan Asli Daerah (PAD), namun jangan sampai malah membebani masyarakat.

“Pajak daerah ini harus menjadi perhatian pemerintah, saat ini Pemda mengeluarkan Perda seenak-enaknya. DKI misalnya menaikkan pajak bumi dan bangunan hampir 300 persen. Akibatnya apa? Hanya orang kaya yang terkonsentrasi tinggal di Jakarta, ini kan tidak fair,” kata Avi.

Menurut Avi, dampak negatif dari Perda yang secara serampangan diterbitkan ini justru kontraproduktif terhadap pembangunan. Misalnya, kata dia, investor yang telah memperhitungkan nilai investasi untuk masuk di suatu daerah tiba-tiba harus menyesuaikan bahkan bukan tidak mungkin menunda investasinya akibat Perda baru.

“Ini kan menjadi tidak konsisten bagi investor, tiba-tiba pajak naik, daya beli masyarakat menurun. Jadi jangan Pemda ini semena-mena menaikkan pajak atau mengeluarkan Perda yang justru menjadi beban masyarakat,” tandas Avi.

Awal tahun lalu Joko Widodo yang kala itu menjabat sebagai Gubernur DKI Jakarta menginginkan PBB menjadi sektor pajak daerah yang menjadi unggulan. Namun, keinginan Jokowi bukan tanpa alasan. Jokowi mengubah besaran NJOP karena selama empat tahun, NJOP tidak naik. Besaran NJOP yang tetap dalam empat tahun tidak sesuai dengan fakta bahwa harga pasar sudah melonjak cukup signifikan.

Akibatnya, PBB naik menyesuaikan perubahan nilai jual obyek pajak (NJOP) yang ditetapkan Pemprov DKI. Kenaikan NJOP di Jakarta bervariasi disesuaikan dengan lokasi wilayah, mulai dari 120 persen hingga 240 persen.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com