KOMPAS.com - Enam bulan sudah, mata uang Rusia, rubel, terjungkal. Gara-gara kian keok oleh dollar AS, ongkos suap pun makin mahal di Rusia. Bukanlah rahasia bahwa Rusia memang salah satu negara di dunia yang kebiasaan suap-menyuapnya kencang, tulis laman cnn.com pada Sabtu (28/2/2015).
Adalah Kepala Kepolisian Rusia Anatoly Yakunin yang membeberkan kondisi negaranya itu dalam sebuah catatan. Menurutnya, rata-rata kenaikan uang suap mencapai angka 34 persen pada 2014. Pada 2014 itu, uang suap di Rusia rata-rata sebesar 327.000 rubel atau setara dengan 5.300 dollar AS.
Angka sebesar itu sejatinya naik sepuluh kali lipat ketimbang lima tahun silam. Pada 2009, rerata ongkos suap "cuma" 23.000 rubel.
Rubel, kini, kehilangan nilai hingga 40 persen jika dibandingkan dengan dollar AS. Kini, 1 rubel cuma bernilai 0,016 dollar AS. Empat tahun silam, satu rubel masih bertengger pada angka 0,4 dollar AS. "Jatuhnya rubel membuat kian mahalnya ongkos suap,"kata Yakunin.
Ihwal korupsi, Negeri Beruang Merah berada di posisi 136 dari 175 negara terkorup di dunia menurut data Indeks Korupsi yang dibuat Transparansi Internasional. Posisi itu berdekatan dengan tingkat korupsi di Lebanon, Kirgistan, Iran, dan Kamerun. "Satu dari setiap empat orang Rusia mengaku memberi suap," kata lembaga itu.
Di Rusia, masih menurut Transparansi Internasional, suap-menyuap bak hal lazim di berbagai kontrak-kontrak pemerintahan, bidang konstruksi, dan distribusi lahan. "Pemerintah Rusia mesti melakukan banyak hal untuk memberantas suap-menyuap,"demikian pernyataan lembaga tersebut.