Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Gebrakan Menteri Susi "Menyakitkan" untuk Sementara

Kompas.com - 03/03/2015, 15:39 WIB
Yoga Sukmana

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com — Kebijakan Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti melakukan moratorium kapal-kapal eks asing dan melarang bongkar muat di tengah laut atau transhipment banyak ditentang pelaku usaha sektor perikanan karena dinilai "menyakitkan".

Namun, hal itu dipercaya hanya akan berlangsung sementara. "Moratorium justru akan memberikan dampak baik dalam jangka panjang. Kan kebanyakan ABK (anak buah kapal) kapal-kapal itu orang asing. Tidak boleh kapal-kapal kota pakai ABK asing. Jadi, ini bagus (untuk ABK Indonesia)," ujar Dekan Ekologi Manusia Institut Pertanian Bogor (IPB) Arif Satria dalam acara diskusi di Jakarta, Selasa (3/3/2015).

Dia menekankan satu hal, yakni tenaga kerja. Menurut dia, kebijakan Susi itu bisa berdampak baik bagi terbukanya kesempatan kerja di kapal-kapal itu untuk para ABK Indonesia. Berdasarkan data yang dia dapat, dari 1.322 kapal eks asing, saat ini hanya tinggal 400 unit yang masih beredar di Indonesia. Sementara itu, sisanya melarikan diri. "Hanya sekitar 400 kapal saat ini, sisanya ya berarti lari ke negara lain," kata dia.

Meski begitu, Satria mengakui bahwa yang dilakukan Susi itu pasti berdampak negatif kepada beberapa pelaku usaha sektor kelautan. Namun, dalam jangka panjang, kebijakan Susi itu akan memiliki dampak yang baik bagi sektor kelautan dan perikanan.

Sebelumnya, Susi sendiri pernah mengatakan bahwa banyak ABK Indonesia yang diperlakukan tak selayaknya oleh kapal-kapal asing. Bahkan, Susi menyebut nasib ABK itu seperti budak. Dia pun memiliki keinginan yang besar terkait nasib ABK Indonesia.

Susi bahkan menginginkan gaji ABK Indonesia harus 3 kali lipat dari upah minimum provinsi (UMP). Berdasarkan proyeksi, pada tahun 2019 nanti, sektor perikanan budidaya akan membutuhkan 8,5 juta tenaga kerja. Oleh karena itu, pembukaan lapangan kerja di sektor kelautan juga harus dilakukan.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com