Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Menkeu: Perbaiki Nilai Tukar Rupiah Hanya Bisa Dilakukan Perlahan oleh Pemerintah

Kompas.com - 06/03/2015, 22:46 WIB
Estu Suryowati

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com – Menteri Keuangan (Menkeu) Bambang PS Brodjonegoro menegaskan, tidak ada cara instan yang bisa dilakukan pemerintah untuk memperbaiki nilai tukar mata uang Garuda. Lain halnya dari Bank Indonesia (BI) yang bisa melakukan intervensi di pasar uang, pemerintah harus perlahan-lahan menurunan defisit transaksi berjalan.

“Kalau ditanya apa yang bisa dilakukan pemerintah untuk bisa memperbaiki nilai rupiah? Jawabannya memang bukan jawaban instan. Bukan dengan mengucurkan uang seperti BI intervensi di pasar uang. Tapi pemerintah harus memperbaiki kondisi makro,” kata Bambang, di Jakarta, Jumat (6/3/2015).

Pemerintah, sambung Bambang, sudah melakukan sejumlah perbaikan kondisi makro, seperti lewat penyehatan anggaran (budget). Deficit budget juga dipatok lebih rendah, begitu juga belanja dalam APBN dibuat lebih produktif.

“Rasio utang terhadap PDB juga sangat terjaga 24,7 persen, untuk posisi saat ini,” imbuh Bambang.

Sementara itu, Bambang menambahkan, Bank Indonesia bisa melakukan intervensi dengan mengeluarkan cadangan devisa. Bambang pun tidak menyalahkan jika BI tidak terlalu mencemaskan pelemahan nilai tukar rupiah saat ini.

“Sesuai dengan undang-undang, BI tidak menargetkan tingkat nilai tukar tertentu. Yang BI targetkan adalah inflasi, dengan instrumen suku bunga. Soal kurs, bagi BI adalah kestabilannya,” kata dia.

Keseimbangan baru

Bambang menjelaskan, tekanan rupiah seperti halnya yang terjadi pada mata uang negara lain disebabkan faktor global. Mata uang dollar AS menguat terhadap hampir semua mata uang di dunia. Lantaran kurs dollar AS menguat hampir terhadap semua mata uang, lanjut Bambang, maka nilai tukar rupiah terhadap mata uang lain bervariasi, ada yang melemah dan menguat.

Jika ditanya apakah Rp 13.000 merupakan angka psikologis, Bambang memastikan hal tersebut mengacu pada kejadian 1998. Pada saat itu, nilai tukar melemah luar biasa dari Rp 2.400-Rp 2.500 menjadi Rp 13.000 per dollar AS.

“Kondisi sekarang tentu beda. Perjalanan sampai Rp 13.000 bukanlah perjalanan karena depresiasi ratusan persen. Ini adalah pola pembentukan keseimbangan baru dalam sistem mata uang dunia,” terang Bambang.

Saat ini, kata Bambang, satu-satunya bright spot ekonomi dunia hanyalah Amerika Serikat. Beruntungnya, para investor memandang, untuk negara-negara emergin market, Indonesia masih dianggap berkinerja baik di samping India. Namun, kata Bambang, depreasi Rupee India terhadap dollar AS tidak setajam Rupiah.

“Depresiasi rupee India tidak sefluktuatif rupiah karena Current Account Deficit India turun di bawah 2 persen. Sehingga itu menimbulkan sentimen positif,” ungkap Bambang.

Pada 2013 lalu, CAD Indoneisa berada di level 3,2 persen dan turun menjadi di level 2,9 persen pada tahun 2014. Dia bilang, pada tahun ini CAD diperkirakan masih di kisaran 3 persen, karena kebutuhan pembangunan infrastruktur.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Kemenhub Fasilitasi Pemulangan Jenazah ABK Indonesia yang Tenggelam di Perairan Jepang

Kemenhub Fasilitasi Pemulangan Jenazah ABK Indonesia yang Tenggelam di Perairan Jepang

Whats New
Apa Pengaruh Kebijakan The Fed terhadap Indonesia?

Apa Pengaruh Kebijakan The Fed terhadap Indonesia?

Whats New
Gandeng Telkom Indonesia, LKPP Resmi Rilis E-Katalog Versi 6

Gandeng Telkom Indonesia, LKPP Resmi Rilis E-Katalog Versi 6

Whats New
Ekonomi China Diprediksi Menguat pada Maret 2024, tetapi...

Ekonomi China Diprediksi Menguat pada Maret 2024, tetapi...

Whats New
Berbagi Saat Ramadhan, Mandiri Group Berikan Santunan untuk 57.000 Anak Yatim dan Duafa

Berbagi Saat Ramadhan, Mandiri Group Berikan Santunan untuk 57.000 Anak Yatim dan Duafa

Whats New
Tarif Promo LRT Jabodebek Diperpanjang Sampai Mei, DJKA Ungkap Alasannya

Tarif Promo LRT Jabodebek Diperpanjang Sampai Mei, DJKA Ungkap Alasannya

Whats New
Bisnis Pakaian Bekas Impor Marak Lagi, Mendag Zulhas Mau Selidiki

Bisnis Pakaian Bekas Impor Marak Lagi, Mendag Zulhas Mau Selidiki

Whats New
Cara Reaktivasi Penerima Bantuan Iuran BPJS Kesehatan

Cara Reaktivasi Penerima Bantuan Iuran BPJS Kesehatan

Work Smart
Kehabisan Tiket Kereta Api? Coba Fitur Ini

Kehabisan Tiket Kereta Api? Coba Fitur Ini

Whats New
Badan Bank Tanah Siapkan Lahan 1.873 Hektar untuk Reforma Agraria

Badan Bank Tanah Siapkan Lahan 1.873 Hektar untuk Reforma Agraria

Whats New
Dukung Pembangunan Nasional, Pelindo Terminal Petikemas Setor Rp 1,51 Triliun kepada Negara

Dukung Pembangunan Nasional, Pelindo Terminal Petikemas Setor Rp 1,51 Triliun kepada Negara

Whats New
Komersialisasi Gas di Indonesia Lebih Menantang Ketimbang Minyak, Ini Penjelasan SKK Migas

Komersialisasi Gas di Indonesia Lebih Menantang Ketimbang Minyak, Ini Penjelasan SKK Migas

Whats New
Mulai Mei 2024, Dana Perkebunan Sawit Rakyat Naik Jadi Rp 60 Juta Per Hektar

Mulai Mei 2024, Dana Perkebunan Sawit Rakyat Naik Jadi Rp 60 Juta Per Hektar

Whats New
KA Argo Bromo Anggrek Pakai Kereta Eksekutif New Generation per 29 Maret

KA Argo Bromo Anggrek Pakai Kereta Eksekutif New Generation per 29 Maret

Whats New
Mudik Lebaran 2024, Bocoran BPJT: Ada Diskon Tarif Tol Maksimal 20 Persen

Mudik Lebaran 2024, Bocoran BPJT: Ada Diskon Tarif Tol Maksimal 20 Persen

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com