Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Asa "Anak Warnet" untuk Memulangkan Para "Engineer" Indonesia yang Mendunia

Kompas.com - 07/03/2015, 10:40 WIB
Yoga Sukmana

Penulis


KOMPAS.com - Bagi sebagian orang, hidup di era internet -- dimana semua akses data, berita, pengetahuan mampu dipertontonkan secara "telanjang", bisa berpengaruh negatif bagi kondisi sosial. Nilai-nilai social cultural masyarakat dinilai bisa tergerus. Namun, bagi sebagian orang lainnya justru melihat dalam perspektif sebaliknya.

Era internet bisa jadi era yang membuat orang sangat beruntung -- luar biasa beruntung, termasuk dalam bisnis. Menurut CEO Tokopedia Wiliam Tanuwijaya, generasi internet adalah generasi yang bisa melawan apapun, termasuk melawan ketidakmungkinan sekalipun.

"Generasi internet adalah generasi yang paling beruntung. Karena hanya generasi internetlah yang memungkinkan siapa saja -- termasuk underdog, untuk menantang status quo, melawan ketidakmungkinan, dan bertahan, kemudian menang," kata Wiliam diacara Smart Outlook 2015, Jakarta.

Baginya, internet layaknya mukjizat yang mampu menampilkan Indonesia menjadi pusat perhatian mata semua penduduk bumi. Bagaimana tidak, Tokopedia yang dirintisnya sejak 17 Agustus 2009, kini menjadi pusat perhatian dunia.

Tak tanggung-tanggung, pada Oktober 2014 lalu, SoftBank Internet and Media, Inc (SIMI) yang merupakan pemodal nomer satu di Jepang dan Sequoia Capital dari AS, menyuntikkan dana sebesar Rp 1,2 triliun kepada Tokopedia. (

Berawal dari warnet
Menariknya, kesuksesan Wiliam tersebut berawal dari warung internet alias warnet.  Ia sempat menjadi penjaga warnet semasa kuliah. Namun menurutnya, justru begitu banyak pengetahuan yang ia dapat di warnet.

"Saya ini asli dari Pematangsiantar, dari kecil sangat suka membaca. Ketika ada di warnet, mau baca apa tinggal ketik," kata ia mengingat masa lalunya.

Dari situlah, arti penting Internet bagi Indonesia ia temukan. Meskipun idenya membuat perusahaan jual beli online rintisan (start up) sempat direndahkan, Wiliam mengaku terus mengetuk pintu-pintu hati orang-orang yang mau bekerjasama membangun perusahan tersebut.

"Lihat semua sejarah, Google adalah bukan siapa-siapa saat mereka memulai. Sudah ada Yahoo sebagai incumbent. Facebook juga sama, sudah ada Friendster dan MySpace," ucap dia.

Nasionalisme di era internet
Di tengah era globalisasi -- dimana batas negara tak lagi nampak, nasionalisme atau kecintaan pada tanah air sangatlah penting. Namun, kata Wiliam, nasionalisme bukan berarti memaksa seseorang menggunakan produk dalam negeri. Slogan itu baginya sudah basi.

Apalagi dalam cermin kehidupan sehari-hari, misalnya pada handphone saja, aplikasi yang tertanam justru lebih banyak buatan luar negeri. "Nasionalisme bagi saya adalah bagaimana perusahaan Indonesia menciptakan produk yang bisa bersaing secara global. Sehingga nanti, si generasi selanjutnya, handphone yang kita pakai tertanam aplikasi-aplikasi buatan Indonesia. Saat itulah kita bangga sebagai Indonesia," kata dia.

Sebagai generasi internet, Wiliam punya cara sendiri membuktikan nasionalismenya. Caranya? uang Rp 1,2 triliun yang disuntikkan ke Tokopedia, akan dipergunakannya untuk menarik pulang para engineer-engineer Indonesia, yang sangat kreatif di luar negeri, untuk kembali ke pangkuan ibu pertiwi, membangun bangsa lewat kreatifitas di internet.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com