Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

"Rupiah Terus Melemah, Pemerintah Harus Fokus"

Kompas.com - 11/03/2015, 19:02 WIB
Sonya Helen Sinombor

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com - Melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dollar AS yang menembus angka di atas Rp 13.000 per dollar AS belakangan  ini, dikhawatirkan bisa mengancam kepercayaan dunia usaha terhadap Pemerintah.

Menghadapi kondisi tersebut, Pemerintah disarankan segera memfokuskan diri memperbaiki neraca pembayaran. Langkah tersebut tidak bisa cepat diselesaikan, namun bila segera dilakukan sehingga ke depan fluktuasi nilai tukar rupiah tidak terlalu rentan terhadap situasi perekonomian global.

“Asumsi pemerintah adalah pada angka Rp 12.500 dengan rate yang di tentukan BI pada kisaran Rp 12.200-Rp 12.700 per dollar AS. Tapi angka itu sudah terlampaui saat ini, sehingga kalangan dunia usaha menjadi tidak memiliki pegangan atau patokan. Situasi ini bisa memicu ketidakpercayaan. Pemerintah harus segera bersikap,” ujar anggota Komisi XI (bidang keuangan, perencanaan pembangunan nasional, perbankan dan lembaga keuangan bukan bank)  DPR Andreas Eddy Susetyo, di Jakarta, Rabu (11/3/2015).

Menurut Eddy, apabila nilai tukar rupiah fluktuatif dampaknya pada ketidakpastian bagi kalangan usaha. Sektor industri yang banyak memanfaatkan kurs dollar otomatis tidak memiliki pegangan dalam menentukan kebijakan bisnis mereka. Karena itu, perlu dicermati secara serius pelemahan mata uang rupiah belakangan ini.

Andreas menilai langkah intervensi pasar yang dilakukan BI untuk stabilisasi nilai tukar rupiah merupakan aksi yang kurang efektif. “Itu seperti menggarami lautan, karena cadangan devisa kita relatif kecil sekitar 115 miliar dollar AS dibanding cadangan devisa negara-negara lain di Asia Tenggara. Itu terlalu kecil," kata dia.

Asumsi bahwa pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dollar akan membawa dampak positif terhadap ekspor juga perlu dikaji lebih mendalam. Hal itu disebabkan, ekspor Indonesia didominasi oleh sektor komoditas yang mana saat ini permintaan sedang mengalami kelesuan.

“Selain itu, banyak produk ekspor di luar komiditas  yang membutuhkan bahan impor sehingga juga akan berpengaruh pada biaya produksi. Semua harus dikaji lebih mendalam," tandas dia.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com