Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Penyakit Salah Jurusan yang Kronis

Kompas.com - 12/03/2015, 22:46 WIB

oleh Dedy Dahlan
@dedydahlan

KOMPAS.com - Ada satu penyakit yang cukup parah menerjang Indonesia, dan diderita oleh cukup banyak lapisan penduduk negeri ini. Mulai dari lapisan atas, sampai bawah, dari yang tua, sampai khususnya yang muda. Banyak orang yang terkena penyakit yang saya sebut penyakit "Salah Jurusan" ini, atau bahasa gaol di kampusnya, saljur.  Atau bahasa kedokterannya, Galaus Salahpilihus.

Orang kantoran, banyak yang merasa dirinya saljur, dan bertanya- tanya, “Kayaknya salah milih kerjaan gue nih, gimana dong sekarang?” Mereka yang jago dan suka dalam dunia IT, malah kerja di bengkel. Jago dan suka dalam analisis, malah kerja sebagai sales. Jago dan suka bikin karya kreatif, malah kerja jadi akuntan.

Kebanyakan dari mereka, ternyata memilih pekerjaan sekedar karena mengikuti jurusan kuliah mereka dulu, jadi kenapa bisa merasa salah jurusan?

So, mari kita lihat kondisinya di dunia kampus.
Sebagai pendidik, saya selalu bersentuhan dengan mahasiswa yang saya hormati dan mahasiswi yang saya cintai, serta semua pelajar sekolah. Saya menemukan, bahwa sebagian besarnya – mungkin sekitar 80 persen atau 90 persen dari mereka – ketika saya tanya, “Nanti mau kerja apa?” atau “Mau berprofesi apa?”  Mereka menjawab dengan yakin dan pasti, “Nggak tahu nih pak”.

Lho, enggak tahu kok yakin?

Mahasiswa, rupanya sangat banyak yang merasa dirinya saljur! Ini membuat mereka jadi tidak bisa memutuskan arah rencana karier mereka nantinya.

Jangan percaya sama saya deh. Silahkan berkunjung ke kampus-kampus, dan bahkan di acara kelulusan mahasiswa. Lalu iseng tanyakan pada mereka, “Sekarang rencanamu mau kerja di mana?” atau “Rencanamu mau ngapain sekarang?”

Dari pengalaman saya, banyak yang bahkan masih juga menjawab “Egggak tahu”.
Kok bisa? Kan mereka sudah memilih kuliah selama empat tahun lebih di jurusan itu! Kenapa bisa merasa salah jurusan? Kan mereka milihnya sejak SMA?

So, mari kita lihat kondisinya di SMA.
Kebanyakan pelajar SMA, ketika ditanya nanti mau mengambil kuliah apa, menjawab, “Enggak tahu”. Banyak yang ketika ditanya lagi kenapa mengambil jurusan pilihannya, menjawab, “Soalnya kata teman bagus siih”, atau, “Kata TV banyak duitnya”, atau jawaban yang lebih banyak lagi, “Sama orang tua disuruh ke situ”. Ah! Ini dia sumbernya!

Kalau proses memilihnya sejak awal sudah salah, bagaimana pilihannya bisa benar?
Kalau pilihannya sejak awal sudah tidak tepat, bagaimana jalan karier dan tujuannya bisa tepat?
Kalau jalan dan tujuannya tidak tepat, bagaimana potensi dan Passion aslinya bisa mudah keluar?

Saya jadi ingat waktu saya kecil. Setiap ditanya tentang cita- cita saya, saya akan selalu menjawab “Jadi doktel”. Dari masih cadel, hingga SMA kelas 1, saya terus menyangka kalau saya mau jadi dokter. Tapi apa saya waktu itu benar- benar jadi dokter? Rupanya tidak.

Saya sebenarnya tidak tahu sama sekali bagaimana cara kerja seorang dokter, apa yang harus dilewati, dan bagaimana proses kerja dan rutinitasnya. Tapi saya tidak punya perbandingan profesi lain! Saya hanya tahu profesi yang nampak keren di lingkungan saya itu ya dokter.
Jadi karena kurangnya perbandingan, kurangnya wawasan tentang pilihan yang ada, dan ketidaktahuan saya tentang profesi- profesi lain, saya nyaris salah jurusan dan berkuliah di kedokteran, yang sebenarnya, cara kerjanya jauuuuh dari cara kerja yang saya sukai, dan tidak cocok dengan Passion saya sendiri dalam dunia kreatif, dengan gaya kerja fleksibel.

Penyakit ‘salah jurusan’ adalah kondisi yang dimulai dari kecil, terbawa hingga SMA, terus menentukan kondisi di kampus, dan akhirnya terbawa dalam pemilihan karier, profesi, dan pekerjaan.

Kondisi ini, bila dibiarkan akan terus tumbuh jadi kondisi menahun, yang terus bertahan, bahkan bisa- bisa, diteruskan ke generasi berikutnya.

Halaman:
Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com